Binary Opposition in Narrations of “Native” in Social Media

Abstract

The "native" or pribumi term as a narrative emerged into the public sphere raises questions since October 16, 2017, whether the term is merely a conversation on the surface or more deeply describes the narrative representing the socio-cultural aspect of Indonesian society. The study conducted uses twitter as a locus of observation within the period of November 8-16, 2017. Based on the idea that a social text reflects a narrative building constructed socio-cultural and leaves a long history trail. Preceding findings indicate that Indonesian society has a historical heritage of Dutch colonialism on native and non-native (Chinese/Tionghoa). The "native" narratives of the present are not only built on the issue of social inequalities between native versus Chinese, but rather show imaginations about the influence of the Chinese group's economic resources on power. The narrative does not only touch on the economic and political aspects, but also the religions which historically and potentially becomes a conflict played by interest groups in the coming 2018 elections and the 2019 presidential election. Suggestions for anticipating vulnerabilities are to conduct media literacy programs involving multiple stakeholders, both governments and civil society, as well as scholars. Keywords: Native, Levi-Strauss narrative analysis, Binary opposition, Social media, Social conflict Abstrak Istilah pribumi sejak 16 Oktober 2017 muncul ke ruang publik dan memunculkan pertanyaan, apakah istilah itu hanya menjadi percakapan di permukaan atau menggambarkan narasi yang merepresentasikan aspek sosiokultural dalam masyarakat Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan media sosial sebagai lokus amatan dalam kurun waktu 8-16 November 2017. Didasari pemikiran bahwa sebuah teks sosial merefleksikan sebuah bangunan narasi yang dikonstruksikan secara sosio-kulural dan meninggalkan jejak sejarah panjang. Temuan awal menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia secara historis memiliki warisan sejarah kolonialisme Belanda tentang pribumi dan nonpribumi. Narasi "pribumi" pada masa sekarang tidak hanya dibangun berdasarkan isu kesenjangan sosial antara pribumi versus nonpribumi, melainkan menunjukkan imajinasi tentang pengaruh sumber daya ekonomi kelompok Tionghoa pada kekuasaan. Narasi tidak hanya menyinggung aspek ekonomi dan politik, melainkan juga agama, secara historis berpotensi menjadi konflik yang dimainkan kelompok kepentingan terutema menjelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Saran untuk mengantisipasi kerawanan adalah dengan melakukan program literasi media yang melibatkan beragam pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat sipil, dan para akademisi.

Motif Berfoto Selfie untuk Presensi Kehadiran Kelas Online saat Pandemi Covid-19 di Kalangan Pelajar Sekolah Dasar

“…Media sosial merupakan medium yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerjasama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial (Nasrullah, 2015:11). Melalui media sosial setiap orang bisa menyunting dan mempublikasikan konten teks, foto, video, suara yang mereka buat (Puspitasari, 2018).…”

Personal Branding Psikolog Seto Mulyadi (Kak Seto) di Era Disrupsi Media

“…Hutagalung (2018) dan Puspitasari (2018) mengatakan media online adalah media berbasis telekomunikasi dan multimedia, yaitu segala jenis format media tersaji secara online yang hanya bisa diakses melalui internet, berisikan teks, foto, video, dan suara-suara. Dengan pengertian media online secara umum ini, maka seperti email, website, blog dan media sosial lainnya juga dapat dimasukkan ke dalam kategori media online.…”