Community health center (Puskesmas) as the front line in health services must improved their quality continuously. Therefore, Puskesmas need strong tools to measure their quality. The tool must be used both by the Puskesmas itself and by the health agency. This study aims to develop a reliable quality measurement tool in the form of Health Service Quality Index (HSQI). This study is a cross-sectional and observational. Data collection was conducted in June–October 2017 in. 200 community centers selected by convenience sampling, by assessing the completeness of regulations and documents; observations, simulations, and interviews. The questionnaire consisted of 344 scoring elements (SE) derived from the results of the content vaidity test and the feasibility of answers to questions 776 of the SE accreditation instruments. Data analysis in this study used Structural Equation Modelling (SEM) and multinomial logistic regression analysis. The results of validity and reliability test for construct variables based on Malcolm Baldrige concept of 344 SE showed 179 valid SE with alpha cronbach > 0.8 and r > 0.75. Next to the 179 SE, an SEM is conducted to obtain the first alternative Health Services Quality Index (HSQI) consisting of 88 SE. For these 88 SE the content validity and suitability of the references tests were conducted to obtain a second alternative of HSQI consisting of 18 SE. Finally, multinomial logistic regression was carried out which resulted in 85.4% conformity for the first alternative (88 SE) and 76.7% for the second alternative (18 SE) on the results of the accreditation assessment (basic, intermediate, primary, and plenary). The HSQI can describe the quality of services with a predictive power of over 76% on the result of Puskesmas accreditation, so that the index can be used by community health center to assess the quality of their services more quickly and more easily.
Abstrak
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai barisan terdepan dalam pelayanan kesehatan harus meningkatkan mutunya terus menerus. Oleh karena itu, puskesmas membutuhkan alat yang kuat untuk mengukur kualitasnya. Alat tersebut harus dapat digunakan baik oleh puskesmas sendiri maupun oleh Dinas Kesehatan. Studi ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur mutu yang reliabel dalam bentuk Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan (IMPK). Penelitian ini merupakan penelitian observasional secara potong lintang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni–Oktober 2017 pada 200 puskesmas penelitian yang dipilih secara convenience sampling, dengan cara menilai kelengkapan regulasi, kelengkapan dokumen, pengamatan, simulasi, dan wawancara. Kuesioner terdiri atas 344 elemen penilaian (EP) yang berasal dari hasil uji validitas isi dan visibilitas jawaban dari pertanyaan 776 EP instrumen akreditasi. Analisis data penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dan analisis regresi secara multinomial logistik. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas terhadap variabel konstruk berdasarkan konsep Malcolm Baldrige terhadap 344 EP, menunjukkan 179 EP yang valid dengan alpha cronbach > 0,8 dan r > 0,75. Selanjutnya terhadap 179 EP ini dilakukan analisis SEM sehingga didapatkan IMPK alternatif pertama terdiri dari 88 EP. Terhadap 88 EP ini dilakukan uji validitas isi dan kesesuaiannya dengan referensi sehingga didapatkan IMPK alternatif kedua terdiri dari 18 EP. Akhirnya, dilakukan analisis regresi multinomial logistik yang menghasilkan kesesuaian 85,4% untuk alternatif pertama (88 EP) dan 76,7% untuk alternatif kedua (18 EP) terhadap hasil penilaian akreditasi (dasar, madya, utama, dan paripurna). IMPK ini dapat menggambarkan mutu layanan dengan kekuatan prediksi di atas 76% terhadap hasil akreditasi puskesmas, sehingga indeks tersebut bisa digunakan oleh puskesmas untuk menilai mutu layanannya dengan lebih cepat dan lebih mudah.