Lahan Kelapa Sawit yang sangat luas menjadikan Indonesia sebagai pengeskpor kelapa sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2017 kelapa sawit menyumbang devisa kepada Negara sebesar USD 23 Miliar atau setara sekitar Rp 300 Triliun, ekspor pada tahun 2017 naik 26% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 nilai ekspor kelapa sawit mencapai USD 22,97 Miliar atau setara dengan 320,5 Triliun. Pasar ekspor kelapa sawit Indonesia telah menjangkau pada Negara-Negara besar antara lain China, Uni Eropa dan India. Namun, pada tahun 2017 Uni Eropa merilis kebijakan Delegated Act on Low and High ILUC-Risk Biofuel dalam Renewable Energy Directive (RED II) menggolongkan minyak sawit sebagai indirect land use change-risk biofuel (ILUC). Adanya kebijakan tersebut mendorong Indonesia untuk melakukan strategi diplomasi ekonomi dalam merespon kebijakan tersebut. Adapun diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh Indonesia antara lain menghadiri pertemuan nasional maupun internasional seperti menghadiri pertemuan dengan Negara penghasil kelapa sawit, dan Joint Mission di Eropa. Mengupayakan lewat WTO, mengupayakan minyak sawit Indonesia bersertifikat berkelanjutan, mengadakan perjanjian dagang dengan Swiss dan kerjasama produksi kelapa sawit dengan Belanda.