Kelinci bunting semu diperlukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan mekanisme endokrinologi, terapi, dan transplantasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan induksi bunting semu dengan metode kopulasi tiruan pada kelinci lokal. Penelitian ini mwnggunakan sembilan ekor kelinci betina lokal dan satu ekor kelinci jantan lokal, berumur 1–1,5 tahun, dan bobot badan 1,8–2,2 kg yang dibagi dalam tiga kelompok perlakuan (n= 3), yakni, kelompok kelinci yang diinjeksi dengan 0,1 mL NaCl fisiologis dan tanpa perkawinan (K1, kontrol negatif), kelinci yang mendapat induksi dengan kopulasi tiruan (K2), dan kelinci yang mendapatkan injeksi 100 IU PMSG secara intramuskuluar dan dikawinkan dengan pejantan tiga hari kemudian dan diikuti dengan injeksi 75 IU hCG secara intravena (K3, kontrol positif). Hasil penelitian diamati jumlah dan ukuran folikel serta korpus luteum dengan pemeriksaan histologis menggunakan pewarnaan HE. Jumlah folikel pada kelompok K1; K2; dan K3 masing-masing adalah 5,9 ± 1,45; 0,63 ± 0,35; dan 2,06 ± 1,50 (P <0,05). Pada kelompok K1, tidak terdapat kelinci yang ovulasi. Namun, pada kelompok K2 dan K3 seluruh kelinci berhasil ovulasi. Pada kelompok K2 dan K3 yang berhasil ovulasi, terdapat perbedaan yang signifikan (P <0,05), yaitu jumlah korpus luteum pada K2 (4,83 ± 2,65) dan pada K3 (7,63 ± 0,57), sedangkan ukuran korpus luteum pada K2 adalah 0,68 ± 0,20 dan pada K3 adalah 1,38 ± 0,16 mm. Disimpulkan bahwa kopulasi tiruan dapat menginduksi bunting semu pada kelinci lokal.AbstractPseudo-pregnant rabbits are required for activities related to endocrinology, therapy, and transplantation mechanisms. This study aims to determine the success of pseudopregnancy induction with artificial copulation methods in local rabbits. In this study, 9 local female rabbits and 1 local male rabbit aged 1–1.5 years-old and 1.8–2.2 kg body weight were used, which were divided into three treatment groups (n= 3). The rabbit in group K1 (negative control) were injected with 0.1 mL of physiological NaCl and were not mated. The rabbits in K2 were induced with artificial copulation by inserting a cotton bud of 1 cm into vagina at five o'clock in the morning, while the rabbits in K3 (positive control) received injection of 100 IU PMSG intramuscularly and mated with males three days post injection and then followed by injection of 75 IU hCG intravenously. The number and size of follicles and corpus luteum were determined by histological examination with HE staining. The number of follicles in the K1 group; K2; and K3 were 5.9 ± 1.45; 0.63 ± 0.35; and 2.06 ± 1.50, respectively (P <0.05). There was no ovulation observed at rabbit in K1 but all rabbits ovulated successfully in K2 and K3. The number of CL (4.83 ± 2.65 and 7.63 ± 0.57) and the size of CL (0.68 ± 0.20 and 1.38 ± 0.16 mm) were significantly difference (P <0.05) in groups K2 and K3, respectively. It was concluded that artificial copulation could induce pseudopregnancy in local rabbits.