2015
DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v17i3.8341
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Keterlibatan Selebriti Dalam Pemilu Indonesia Pasca Orde Baru

Abstract: The politics of post-New Order era is marked by many changes. One of the changes is the more importance of the role of candidate in the election. This research aims to answer three key questions: (1) How is the involvement of celebrities in Indonesia's Legislative Elections in post New Order era? (2) Why there are tendency that many celebrities involved in Indonesia's national elections? (2) What are the impacts of the involvement of celebrities in Indonesia's elections? This research uses qualitative approach… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
4
1

Citation Types

0
4
0
11

Year Published

2020
2020
2023
2023

Publication Types

Select...
6

Relationship

0
6

Authors

Journals

citations
Cited by 10 publications
(15 citation statements)
references
References 1 publication
0
4
0
11
Order By: Relevance
“…Pragmatisme dalam proses kandidasi dinilai sebagai salah satu masalah mendasar karena cenderung membuat partai politik untuk lebih berorientasi kepada kemenangan pemilu ketimbang melihat kualitas calon. Darmawan (2015) menyebutkan bahwa saat ini partai politik cenderung untuk mencari calon yang dapat menang dalam pemilu dan akan kooperatif ketika meraih jabatan. Dalam kaitan itu, memilih calon yang tidak memiliki reputasi, tidak memiliki uang, dan memiliki sedikit jaringan membuat partai politik wajib berusaha keras untuk membuat calon tersebut terpilih, dan hal tersebut tentu tidak efisien untuk partai politik (Masket, 2009).…”
Section: Pendahuluanunclassified
See 1 more Smart Citation
“…Pragmatisme dalam proses kandidasi dinilai sebagai salah satu masalah mendasar karena cenderung membuat partai politik untuk lebih berorientasi kepada kemenangan pemilu ketimbang melihat kualitas calon. Darmawan (2015) menyebutkan bahwa saat ini partai politik cenderung untuk mencari calon yang dapat menang dalam pemilu dan akan kooperatif ketika meraih jabatan. Dalam kaitan itu, memilih calon yang tidak memiliki reputasi, tidak memiliki uang, dan memiliki sedikit jaringan membuat partai politik wajib berusaha keras untuk membuat calon tersebut terpilih, dan hal tersebut tentu tidak efisien untuk partai politik (Masket, 2009).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Pragmatisme telah menjadi kecenderungan dalam banyak partai politik saat ini (Darmawan, 2015). Di antara 3 (tiga) tipologi partai politik menurut Angelo Panebianco (1988), yakni partai elit (elite party), partai massa (mass party), dan catch-all party atau partai lintas kelompok, perilaku politik pragmatisme cenderung dilakukan oleh partai politik dengan tipe catch-all party.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Kata Kunci pemasaran politik; mobilisasi suara; politisi selebritis; popularitas; komunikasi parasosial partai dalam Pemilu Legislatif. Penelitian sebelumnya mencatat bahwa terjadi peningkatan jumlah caleg selebritis dari Pemilu 2004 (38 orang), Pemilu 2009 (61 orang) dan Pemilu 2019 (77 orang) (Darmawan, 2015). Pada gelaran Pemilu 2019, sebanyak 91 kandidat selebritis kembali tercatat namanya pada kertas suara calon anggota DPR RI (Kumparan, 2018).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Sehingga studi yang dilakukan tidak mampu menjawab faktor kunci yang membuat selebritis terpilih menjadi anggota DPR dan faktor yang menjadi kegagalan mereka. Studi terbaru tentang tema ini masih sebatas mengangkat perdebatan teoritik keterlibatan selebritis dalam Pemilu dengan menggunakan metode studi literatur dan data sekunder (Darmawan, 2015). Kesimpulan studi itu menyebut bahwa maraknya partai politik mencalonkan anggota DPR dari kalangan selebritis disebabkan perubahan sistem Pemilu yang menekankan pada pemasaran figur dan meningkatnya pragmatisme partai politik dalam Pemilu 2009 dan 2014.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…After the New Order ended, celebrities involved in politics continued to experience an increase in the role they carried out, namely as a magnet to gather the masses when an open campaign was carried out. The role that initially as a vote getter in the context as a celebrity endorser, becomes a vote getter in the context of a celebrity politician (Ikhsan: 2015).…”
Section: Introductionmentioning
confidence: 99%