Raya and the Last Dragon merupakan salah satu film animasi dari Walt Disney Studio yang dirilis pada awal 2021. Film tersebut menceritakan petualangan tokoh bernama Raya di negeri Kumandra yang mencari naga untuk membasmi musuh dan menyelamatkan dunia. Dalam film tersebut terlihat elemen kuat warna, aset, latar belakang, nilai-nilai kehidupan, kebiasaan, dan adat istiadat yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat di Asia Tenggara. Dilihat dari indikasi tersebut, maka terdapat politik identitas yang mencerminkan bangsa di wilayah Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan meneliti bagaimana politik identitas terbentuk dan mempengaruhi persepsi penonton dalam mengapresiasi kebudayaan Asia Tenggara. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis menggunakan teori politik identitas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa politik identitas yang dibangun melalui penceritaan nilai kehidupan, desain aset, dan desain karakter tokoh film Raya and the Last Dragon telah berhasil membangun persepsi tentang Asia Tenggara, sebagai bangsa yang berkebudayaan dan berkarakter dengan nilai-nilai spiritualitas untuk hidup berdampingan dengan bangsa lain, makhluk hidup, dan alam semesta. Namun, ketiadaan pengisi suara yang berasal dari Asia Tenggara pada film yang pertama kali rilis menggunakan bahasa Inggris menyebabkan hilangnya unsur “rasa memiliki” bagi penonton. Film ini menjadi penanda penting dalam politik dagang Amerika di wilayah Asia, di mana peluncuran film terjadi di saat bersamaan dengan banyaknya tragedi Asian Hate di wilayah Amerika dan Eropa.
Raya and the Last Dragon is one of the Walt Disney Animation Studio films released in early 2021. The film tells the adventures of a character named Raya in the land of Kumandra who is looking for dragons to eradicate enemies and save the world. The film shows strong elements of color, background, assets, attributes, life values, habits, and customs which are very close to the daily lives of people in Southeast Asia. Based on these indications, there is an identity politics that reflects the nation in Southeast Asian region. This study aims to examine how identity politics is formed and influences the audience's perception of appreciating Southeast Asian culture. The research method uses a qualitative approach and analyzed using the theory of identity politics. Results of the study conclude that identity politics built through values of life, asset design, and character design for the film Raya and the Last Dragon has succeeded in building perceptions about Southeast Asia, as a cultured and characterized nation with spiritual values to coexist with other nations, living things, and the universe. However, the absence of an Asian voice actor in the film, which was first released in English, caused the audience to lose the element of a sense of belonging. This film became an important mark in American trade politics in the Southeast Asian region, where the film's release occurred at the same time as the many Asian Hate tragedies in American and Europe.