2020
DOI: 10.26714/jkj.8.1.2020.27-32
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Upaya Mengontrol Perilaku Agresif pada Perilaku Kekerasan dengan Pemberian Rational Emotive Behavior Therapy

Abstract: Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa.WHO (2015) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental.Perilaku kekerasan merupakan salah satu penyakit jiwa yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini diperkirakan jumlah penderitanya mencapai 2 juta orang, terutama dengan gejala perilaku agresif dan bila tidak tertangani dengan baik maka akan menimbulkan dampak yang buruk kepada klien serta lingkungannya, sehingga perlunya suatu tindakan keperawatan yang seca… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
1
1

Citation Types

0
0
0
9

Year Published

2022
2022
2024
2024

Publication Types

Select...
5

Relationship

0
5

Authors

Journals

citations
Cited by 5 publications
(9 citation statements)
references
References 1 publication
(1 reference statement)
0
0
0
9
Order By: Relevance
“…Sebuah tinjauan yang dilakukan diberbagai Rumah Sakit di dunia melaporkan bahwa prevalensi pasien dengan perilaku kekerasan bervariasi di setiap negara, paling tinggi dilaporkan di Swedia sebanyak 42.90%, diikuti Inggris 41.73%, Australia 36.85%, Kanada 32.61%, Amerika Serikat 31.92% Belanda 24.99%, Norwegia 22.37%, Italia 20.28%, sementara paling rendah dilaporkan di Jerman yaitu 16,06% (Bowers et al 2011). Sedangkan di Indonesia, menurut data Nasional Indonesia tahun 2017, prevalensi pasien dengan perilaku kekerasan dilaporkan sekitar 0.8% per 10.000 penduduk atau sekitar 2 juta orang (Pardede et al, 2020;Siauta et al, 2020). Perilaku kekerasan dapat terjadi karena adanya rasa frustasi yang berkepanjangan serta tidak terwujudnya harapan terhadap sesuatu hal atau kegagalan sehingga memicu seseorang berperilaku agresif (Suerni and PH 2019).…”
Section: Pendahuluanunclassified
See 1 more Smart Citation
“…Sebuah tinjauan yang dilakukan diberbagai Rumah Sakit di dunia melaporkan bahwa prevalensi pasien dengan perilaku kekerasan bervariasi di setiap negara, paling tinggi dilaporkan di Swedia sebanyak 42.90%, diikuti Inggris 41.73%, Australia 36.85%, Kanada 32.61%, Amerika Serikat 31.92% Belanda 24.99%, Norwegia 22.37%, Italia 20.28%, sementara paling rendah dilaporkan di Jerman yaitu 16,06% (Bowers et al 2011). Sedangkan di Indonesia, menurut data Nasional Indonesia tahun 2017, prevalensi pasien dengan perilaku kekerasan dilaporkan sekitar 0.8% per 10.000 penduduk atau sekitar 2 juta orang (Pardede et al, 2020;Siauta et al, 2020). Perilaku kekerasan dapat terjadi karena adanya rasa frustasi yang berkepanjangan serta tidak terwujudnya harapan terhadap sesuatu hal atau kegagalan sehingga memicu seseorang berperilaku agresif (Suerni and PH 2019).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Pada penelitian lain yang dilakukan pada 155 responden melaporkan bahwa terapi rational emotive behavior berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan respon kognitif, sosial dan gejala perilaku kekerasan (p=0.000) (Pardede et al 2020). Pada penelitian kualitatif yang melibatkan 6 responden juga melaporkan bahwa setelah diberikan terapi rational emotive behavior, pasien dapat mengontrol perilaku agresifnya sehingga perilaku kekerasan yang dilakukan pasien menjadi berkurang (Siauta, et al, 2020). Berdasarkan pembahasan pada latar belakang di atas, maka dilakukan penyusunan literature review ini untuk memberikan summary of evidence mengenai pemberian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam mengontrol perilaku agresif pada pasien perilaku kekerasan.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Kondisi vasokonstriki pembuluh darah pada pasien hipertensi ketika terjadi peningkatan darah mengakibatkan aliran darah arteri akan mengalami gangguan. Jaringan yang terganggu akan terjadi penurunan kadar O2 (Oksigen) dan peningkatan kadar CO2 (Karbondioksida) kemudian akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh yang meningkatkan asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada otak (Siauta et al, 2013). Masalah nyeri diatasi dengan menurunkan tekanan darah karena nyeri yang tidak diatasi akan mengakibatkan tekanan darah pasien semakin meningkat karena peningkatan epineprin, dapat semakin meningkatkan tekanan darah pasien, mengakibatkan terjadinya risiko penuruan curah jantung yang akan membahayakan pasien.…”
Section: Hasilunclassified
“…Selain pemberian terapi farmakologi dapat juga diberikan terapi nonfarmakologi seperti Behavior Therapy dan sudah terbukti dalam menurunkan tanda-tanda perilaku kekerasan secara signifikan (Pardede & Hasibuan, 2019). Terapi musik, dzikir dan rational emotive cognitive behaviour terbukti menurunkan ambang marah, memberikan ketenangan dan meningkatkan berfikir positif klien (Siauta et al, 2020).…”
Section: Hasil Dan Pembahasanunclassified