Latar Belakang. Mahasiswa kedokteran membutuhkan kebugaran fisik yang baik dalam menunjang aktivitas perkuliahan. Jadwal perkuliahan yang padat memicu mahasiswa jarang berolahraga. Inaktivitas menyebabkan penurunan kebugaran fisik, salah satunya kekuatan otot yang berguna dalam menunjang aktivitas harian. Status nutrisi individu dapat ditentukan melalui pengukuran indeks massa tubuh yang dapat memengaruhi kekuatan otot. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan kekuatan otot pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Metode. Penelitian ini menggunakan rancangan analitik korelasional dengan metode pendekatan cross-sectional. Subjek melibatkan 125 mahasiswi yang dipilih menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Seluruh responden dilakukan pegukuran berat badan, tinggi badan, dan kekuatan otot. Indeks massa tubuh dihitung dengan membagi berat badan dengan tinggi badan dalam meter dikuadratkan, sedangkan kekuatan otot diukur dengan hand grip dynamometer. Data dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil. Rerata indeks massa tubuh responden dalam penelitian ini adalah 22,80 ± 4,28 kg/m2 dan rerata kekuatan otot responden adalah 46,93 ± 7,67kg. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan kekuatan otot. Hasil uji korelasi Spearman diperoleh hasil p=0,000 (p<0,05) dengan r = 0,362. Kesimpulan. Indeks massa tubuh berbanding lurus dengan kekuatan otot. Semakin tinggi indeks massa tubuh, maka semakin besar kekuatan otot.
Latar Belakang: Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang dapat mengganggu fungsi organ tubuh terutama otak. Kejadian diabetes di Indonesia pada usia 15 tahun ke atas meningkat dua kali lipat di tahun 2013 dibandingkan tahun 2007. Pada diabetes melitus menunjukkan terdapat perubahan kadar protein GLUT4 di otak. Perubahan ini diduga memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi yang bermakna antara ekspresi GLUT4 neuron hipokampus dan travel time tikus model diabetes tipe 2 dengan pemeriksaan morris water maze pada waktu pengamatan yang berbeda. Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan 16 ekor tikus putih (Rattus novergicus) yang dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yaitu 2 kelompok kontrol (A0 dan A1), dan 2 kelompok perlakuan (B0 dan B1). Tikus dilatih fungsi kognitifnya dengan morris water maze selama 4 hari. Kelompok perlakuan diinduksi diabetes dengan nikotinamid 110 mg/kgBB dan streptozotocin 70 mg/kgBB dosis tunggal secara intraperitoneal. Data dianalisis menggunakan uji statistik t-test, Pearson dan Spearman. Hasil: Rerata ekspresi GLUT4 kelompok tikus diabetik signifikan lebih tinggi pada pengamatan hari ke-14. Rerata ekspresi GLUT4 signifikan lebih tinggi pada kelompok diabetik dibandingkan kelompok kontrol pada pengamatan hari ke-14 (p<0,05). Rerata travel time tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada semua pengamatan (p>0,05). Hasil uji korelasi tidak menunjukkan nilai yang signifikan pada pengamatan hari ke-0 maupun hari ke-14 (p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi bermakna antara ekspresi GLUT4 neuron hipokampus dan travel time tikus model diabetes tipe 2 dengan pemeriksaan morris water maze pada waktu pengamatan hari ke-0 dan ke-14.
Latar Belakang : Penggunaan Smartphone semakin meningkat selama dekade terakhir ini terutama pada kalangan remaja. Penggunaan yang berlebihan dapat menghadirkan kebiasaan tidak sehat dan tidak terkontrol yang disebut dengan kecanduan. Paparan cahaya biru smartphone dapat mengganggu irama sirkadian sehingga mempengaruhi kualitas tidur. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara penggunaan smartphone dengan kualitas tidur pada siswa SMAN 1 Mataram di Kota Mataram dan SMAN 1 Gunungsari di Kabupaten Lombok Barat. Metode : Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional terhadap 150 siswa yang diambil menggunakan purposive sampling. Data kecanduan smartphone dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner Smartphone Addiction Scale-Short Version dan data kualitas tidur dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index. Data dianalisis menggunakan uji statistik Gamma. Hasil : Pada penelitian ini menunjukkan 77 siswa (51,3%) mengalami kecanduan smartphone dan 55 siswa (26,7%) memiliki risiko tinggi kecanduan smartphone, sedangkan ditinjau dari kualitas tidur didapatkan 90 siswa (60%) mengalami kualitas tidur buruk. Berdasarkan analisis uji statistik Gamma didapatkan nilai signifikansi p=0,017 dan nilai koefisien korelasi r=-0,339. Simpulan : Terdapat hubungan bermakna antara penggunaan smartphone dengan kualitas tidur siswa. Sehingga diharapkan agar siswa dapat mengontrol penggunaan smartphone untuk mengurangi risiko kualitas tidur yang buruk.
Latar belakang: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan tumor jinak yang biasa dijumpai pada 1 dari 3 pria yang berusia lebih dari 50 tahun. Sedangkan Prostate Specific Antigen (PSA) adalah protein yang dihasilkan oleh kelenjar prostat yang bersifat organ spesifik dan diperiksa pada semua pasien BPH untuk mengetahui perjalanan penyakit BPH. Penggunaan obat dutasteride pada BPH dapat menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron serta dapat menekan pertumbuhan prostat karena obat ini termasuk dalam golongan inhibitor 5 alfa reduktase. Tamsulosin termasuk dalam golongan obat antagonis reseptor alfa 1 yang dapat merelaksasikan tonus otot polos kelenjar prostat dan leher buli-buli. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimental dan metode pengambilan data dengan pengukuran berulang (pre test – post test field trial). Pengambilan data dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Bedah Urologi dan Instalasi Rekam Medis RSUD Provinsi NTB pada periode waktu Oktober 2019 sampai dengan Desember 2019. Hasil: Dari 32 responden yang dilakukan pemeriksaan PSA awal dan akhir didapatkan rata-rata kadar PSA awal terbanyak pada kelompok <4 ng/ml dan rata-rata kadar PSA akhir terbanyak pada kelompok <4 ng/ml. Rata-rata responden berasal dari kelompok usia 61-69 tahun. Berdasarkan uji hipotesis menggunakan uji paired sample T test diperoleh nilai p = 0,035 (p < 0,05) menunjukkan terdapat perubahan kadar PSA pada pasien BPH yang sudah diberi kombinasi obat dutasteride dan tamsulosin. Kesimpulan: Terdapat perubahan kadar PSA pada pasien BPH yang sudah diberi terapi menggunakan kombinasi obat dutasteride dan tamsulosin di RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.