<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi bagian harta waris anak angkat dalam kajian kompilasi hukum Islam. Wasiat merupakan pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat. Dalam hukum kewarisan yang bersumber dari Al-Qur’an, anak angkat tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya karena tidak ada perkara yang membolehkan tuk mewarisi. Keadaan ini memunculkan perbuatan hukum berupa wasiat wajibah yaitu suatu wasiat yang wajib untuk diberikan kepada anggota keluarga yang secara hukum tidak memperoleh hak mewarisi dari si pewaris. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah orang tua yang tidak membuat wasiat kepada anak angkat tetap bisa mendapat bagaian dari harta warisan? (2) Kendala-kendala apa yang timbul dalam praktek wasiat wajibah untuk anak angkat? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Akibat hukum adanya pengangkatan anak menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah munculnya Panggilan, Perwalian, Hak waris, Mahram kawin. Dalam hal kewarisan, anak angkat dalam KHI adalah tidak melepas nasab dari orang tua kandungnya, maka anak angkat tidak mewaris dari orang tua angkatnya dan sebaliknya, tetapi anak angkat mendapatkan wasiat wajibah yang tidak boleh lebih dari 1/3 bagian dari orang tua angkatnya.</p>
One of the supporting instruments in Islamic law is
<p>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akibat hukum pengangkatan anak menurut kompilasi hukum islam. Secara legal bahwa mengangkat anak dikuatkan berdasarkan keputusan Pengadilan dan mempunyai akibat hukum yang luas antara lain menyangkut perwalian dan pewarisan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa rekonseptualisasi pengangkatan anak yaitu pengalihan tanggung jawab pemeliharaan anak, pemberian nafkah dan pendidikan dari orang tua kandung kepada orang tua angkat berdasarkan putusan pengadilan. Akibat hukum pengangkatan anak menurut Hukum Islam anak angkat tidak berstatus sama dengan anak kandung, hubungan dengan orang tua kandung tidak terputus, kekuasaan orang tua beralih tetapi tidak menjadi wali nikah anak angkat, mewaris dengan jalan wasiat wajibah. Dari rekonseptualisasi akibat hukum pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah tentang pengangkatan anak terebut masih tersebar sehingga konsep pengangkatan anak masih bervariasi. Maka diperlukanadanya undang-undang nasional tentang pengangkatan anak sehingga adanya kesamaan dalam konsep dan akibat hukum pengangkatan anak.</p>
<p>ABSTRACT<br />Allah SWT has set the rules on the issue of inheritance clearly and firmly in Al-Qur'an Surah An-Nisa article 11. It explains about the division of inheritance based on male and female sex, that is 2:1 (Das Sollen). But in fact there is a group of people called Khuntsa (double sex). Neither in Al-Qur‘an nor Hadist explains the provisions of inheritance for khuntsa heirs and the large number of parts they receive (Das Sein). The formulation of the problem in this study is how inheritance for the heirs who perform double genital surgery (khuntsa) according to KHI and how the right should be given to the heirs who perform<br />double genital adjustment surgery (khuntsa) in accordance with Islamic Law. <br />This research uses juridical normative approach method with analytical descriptive research specification. Sources and types of data are secondary data obtained from Islamic legal norms on inheritance and khuntsa obtained from Al-Quran, Hadist, KHI, and fuqaha and experts opinions in various literature on inheritance and khuntsa. <br />Based on the research result, khuntsa inheritance right is not regulated in KHI.<br />Theredore if khuntsa conducts genital adjustment surgery, and get the clarity of its legal status hence its right of inheritance is as specified in Article 176 KHI. The provision of inheritance for khuntsa heirs in Islamic Law is khuntsa first predicted as male then female.<br />Khuntsa and other heirs share the smallest and most convincing estimates, while the remaining doubts are held until the status of the khuntsa law is clear. If the khuntsa matter is clear, the acceptance of all the heirs is perfected by adding share to those who are reduced according to the acceptance they should receive. In the future, the formulation of KHI should regulate the right of khuntsa inheritance along with the amount of the inheritance received.</p><p> </p>
Analysis of positive law and Islamic law due to collateral that is the object of fiduciary security that occurs when the death occurs, discusses what the debtor and creditor obligations are. This type of juridical normative article looks at the rules, because this article conceptualizes law as what is written in the regulations in both positive law and Islamic law. The specification of this article is descriptive analytical. The type of data used in this article is secondary data. When the collateral is guaranteed, the agreement is canceled with the creditor and debtor, but not the insurance claim that was agreed upon beforehand so that the item is lost, the insurance company will replace the item. In Islamic law, people who hold goods must be responsible for the risk of damage or loss.Keywords: fiduciary guarantee; positive law; islamic lawAbstrakAnalisis hukum positif dan hukum Islam akibat barang agunan yang menjadi objek jaminan fidusia apabila terjadi kehilangan, membahas menganai apa kewajiban debitur dan kreditur. Jenis artikel yuridis normatif dengan melihat aturan-aturan, sebab artikel ini hendak memberi konsep sebuah hukum sebagai apa yang telah tertulis dan dijelaskan dalam peraturan baik dalam hukum positif dan hukum Islam. Spesifikasi artikel ini deskriptif analitis. Untuk jenis data yang digunakan dalam artikel ini adalah data sekunder. Ketika hilangnya barang jaminan, maka perikatan hapus bersama kreditur dan debitur, namun tidak menghapus klaim asuransi yang telah diperjanjikan sebelumnya sehingga barang tersebut hilang, maka pihak asuransi akan mengganti barang tersebut. Dalam hukum Islam orang yang memegang barang harus bertanggung jawab atas terjadinya resiko rusak atau kehilangan.Kata kunci: jaminan fidusia; hukum positif; hukum islam
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.