Kolam renang umum sebagai sarana rekreasi dapat menjadi sumber penularan penyakit oleh karena itu diperlukan proses disinfeksi untuk mematikan mikroorganisme dalam air kolam renang umum menggunakan klorin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar sisa klorin bebas pada air kolam dan membandingkan hasilnya terhadap persyaratan kadar sisa klorin bebas berdasarkan Permenkes Nomor 32 Tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional penelitian dilakukan pada bulan April 2019, sebanyak 9 kolam renang umum di Kota Kupang dijadikan sampel untuk pemeriksaan sisa klorin bebas dengan metode DPD, pemeriksaan dilakukan secara in-situ. Hasil penelitian menunjukkan dari 9 sampel kolam renang yang diperiksa terdapat 6 kolam renang yang kadar sisa klorin bebasnya tidak memenuhi persyaratan (< 1 mg/L), 3 kolam renang memiliki kadar sisa klorin yang memenuhi persyaratan (1-1.5 mg/L) sesuai dengan Permenkes Nomor 32 Tahun 2017.
Background: The prohibition of the addition of formalin in food is carried out because it is dangerous to health. People generally find it challenging to carry out formalin checks on food, which are usually carried out in laboratories because they use chemicals. Another way to test formalin can use natural ingredients that contain anthocyanins. Anthocyanins are a group of pigments, namely flavonoids. These flavonoids are commonly found in plant parts such as fruits and flowers and other parts such as the skin of shallots. Objective: This study aimed to determine the formalin test with shallots peel extract. Methods: An experimental research design was used in this study using colorimetric, which took anthocyanin extract from the skin of the shallots, and the extract was tested again on formalin tofu to see the color change. Results: Shallots peel extract was tested with an Ultraviolet Visible spectrophotometer instrument, and the results showed the presence of anthocyanins in the extract. Conclusion: Formalin testing with shallots peel extract can be done, but we must pay attention to the extraction process so that maximum results can be obtained.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah penyakit menular di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur. Desa Bone, Kabupaten Kupang dilaporkan masih dengan angka insiden yang tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri basil yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan melalui udara saat pasien batuk dan mengeluarkan droplet, anggota keluarga merupakan kelompok yang sangat rentan tertular karena tidak bisa menghindari kontak secara langsung. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur dan tidak putus selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan, peningkatan daya tahan tubuh anggota keluarga, dukungan dari anggota keluarga kepada pasien yang sedang menjalani pengobatan sampai sembuh. Konseling keluarga dan pemberdayaan pemuda untuk menurunkan angka penularan TB kami nilai sebagai salah satu strategi yang efektif. Kegiatan inilah yang kami laksanakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat dengan fokus pada wilayah layanan Puskesmas Nekamese, pada siswa/siswi SMAN 2 Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur
Soil-transmitted helminth infection remained a significant public health problem in many developing countries. Elementary school-age children dominated the cases in Indonesia due to poor personal hygiene. South Central Timor had the top three poverty and the highest stunting rates in East Nusa Tenggara. Research to examine the relationship between personal hygiene and the incidence of Soil-Transmitted Helminth infection had never been conducted in South Central Timor. The study population consisted of 279 elementary school students selected from Inpres Nulle Elementary School, Inpres Neonmat Elementary School, and GMIT Nulle Elementary School through the Multistage Random Sampling technique. It was obtained 160 children as the study samples. The study found that 46 children (29.0%) were positive for STH, and 114 (71.0%) were negative for STH. Furthermore, 30 (65.2%) were positive for hookworm, 14 (30.4%) were positive for Ascaris lumbricoides, and 2 (4.4%) children had mixed infections. Multiple Logistic Regression Tests showed a significant effect of washing hands with soap after defecating with p = 0.031 and OR = 7.158. Thus, if a child did not wash his hands with soap after defecating, he had a risk of STH infection by 7.158 times. Furthermore, the effect of eating habits obtained a p = 0.038 and an OR value = 0.133 with the possibility of eating habits that did not protect against STH infection. In addition, the effect of dirty nails obtained a p=0.064 and an OR=5.264, which indicated the risk of contracting STH by 5.264 times. The effect of snacking habit obtained a p = 0.005 and an OR=0.121. It can be concluded that the incidence of STH was simultaneously influenced by the habit of defecating on the ground, washing hands without soap after defecation, eating raw food, having dirty nails, and having poor snacking habits.
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi hepatitis-B tertinggi kedua di Asia Tenggara. Salah satu upaya pencegahan hepatitis-B adalah dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pendidikan kesehatan. Kegiatan ini dimulai dengan survei dan koordinasi dengan pemerintah daerah. Pada tahap pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan dengan memberikan video edukasi dan berdiskusi dengan warga, kemudian diakhiri dengan tahap evaluasi dimana warga diminta untuk mengisi kuisioner. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bone, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang dan diikuti oleh 71 warga. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (56%) dengan kelompok usia tertinggi adalah usia 36-45 tahun sebesar 27%. Responden memiliki faktor risiko hepatitis-B yang rendah (2%), namun pengetahuan tentang hepatitis-B masih rendah dimana hanya 20% responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik. Sebanyak 54% responden memiliki perilaku pencegahan hepatitis-B yang buruk. Penyuluhan kesehatan ini sebaiknya dilakukan secara rutin dan ditindaklanjuti dengan skrining hepatitis-B dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan perilaku pencegahan hepatitis-B.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.