Drug-drug interactions increase the effectiveness of therapy but can also have undesirable effects on toxicity. A pharmacist has the responsibility to prevent the undesirable effect of drug-drug interactions. The purpose of this study was to evaluate the potential drug-drug interactions in hypercholesterolemia patients at Teaching Hospital Surabaya. This study was conducted with a prospective method for a month. We obtained 54 patients and identified 45 patients that have potential drug-drug interactions. The total potential drug-drug interactions were 101. The severity of potential drug-drug interactions is serious (24,7%) and moderate (75,3%). Based on the mechanism action of drug interactions are pharmacodynamics (59,4%), pharmacokinetics (32,7%), and unknown (7,9%). The role of the pharmacist in providing safe, effective and rational drug therapy can be done by either identifying drug interactions, prevent and minimize the negative effect of drug interactions.
Monitoring interaksi obat merupakan salah satu bagian dari aspek pertimbangan klinis yang perlu diperhatikan oleh apoteker.Interakasi obat dicegah atau diminimalkan efek negatifnya dengan mengkaji setiap resep. Penelitian dilaksanakan selama Maret-Mei (3 bulan) dengan metode kohort prospektif di RS Pendidikan Surabaya. Subyek dalam penelitian terdapat 47 pasien pneumonia, terdiri dari 55% pasien laki-laki dan 45% pasien perempuan. Angka kejadian interaksi obat potensial cukup tinggi yaitu 58%. Tingkat keparahan interaksi obat potensial yang ditemukan pada penelitian ini adalah sedang (44%), berat (29%) dan ringan (27%). Mekanisme interaksi obat potensial yang paling banyak adalah farmakokinetika (48%), diikuti oleh farmakodinamika (43%) dan belum diketahui mekanismenya (9%). Apoteker memiliki peran dalam identifikasi dan mencegah interaksi obat, serta meminimalkan efek buruk interaksi obat untuk meningkatkan kulaitas hidup pasien.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat meningkatkan angka resistensi antibiotik, morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif pada pasien pneumonia di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini dilakukan secara kohort prospektif pada pasien pneumonia yang menjalani rawat inap di RSUD dr. Soetomo selama 4 bulan dan dievaluasi denga metode Gyssens. Data diambil dari rekam medik pasien berupa nomer rekam medik, nama pasien, usia, berat badan, diagnosis, data klinik, data laboratorium, terapi, dosis, rute pemberian dan interval terapi. Dari hasil penelitian diperoleh 47 pasien pneumonia, termasuk pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial dan bronkopneumonia. Pasien berusia mulai dari 0-24 bulan (21%); 2-12 tahun (4%); 13-59 tahun (49%) dan >59 tahun (26%). Lima besar antibiotik yang digunakan adalah seftazidim (20%), levofloksasin (18%) dan seftriakson (14%). Dalam peneitian ini menunjukkan 3 pasien (6%) kategori IVA (alternatif lebih efektif); 3 (6%) pasien kategori IIIA (pemerian terlalu lama) dan 1 pasien (2%) kategori IIA (dosis tidak tepat). Apoteker berperan dalam evaluasi antiiotika untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.