Pendahuluan: Pasien COVID-19 dengan penyakit penyerta atau komorbid memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit bawaan. Komorbid yang paling umum dijumpai pada pasien COVID-19 adalah diabetes mellitus, hipertensi, dan obesitas. Prevalensi pasien COVID-19 dengan diabetes mellitus mencapai 41,7%, hipertensi mencapai 56,6%, dan obesitas mencapai 41,7%. Metode: Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur yang relevan dari berbagai referensi dan terfokus pada hubungan komorbid dengan risiko kematian pada pasien COVID-19. Adapun mesin pencari yang digunakan dalam pencarian literatur antara lain NCBI dan Google Scholar. Secara keseluruhan digunakan sebanyak 21 sumber yang didapat dari berbagai basis meliputi PubMed, ScienceDirect, Researchgate, dan WHO. Pembahasan: Pada penderita hipertensi yang menderita COVID-19 terjadi peningkatan ekspresi ACE-2 yang menyebabkan tingginya kerentanan terhadap infeksi SARS-CoV-2. Gangguan fungsi sel-T dan peningkatan kadar interleukin-6 (IL-6) juga memainkan peran penting dalam peningkatan derajat keparahan penyakit COVID-19 pada penderita diabetes. Obesitas dapat menyebabkan abnormalitas pada sekresi sitokin, adipokin, dan inferferon yang akan menyebabkan terganggunya sistem imun pada tubuh manusia. Simpulan: Mekanisme patofisiologi komorbid hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas yang kompleks pada pasien COVID-19 meningkatkan derajat keparahan dan risiko kematian.
Disturbances at an early stage, provide immediate intervention and prevent death. During PNC visits, mothers will also receive supplements such as folic acid and iron that help in preserving their healthy condition. This study aims to identify the association between PNC coverage and distribution of iron supplements with cases of non-infectious disease in pregnant mothers in Narmada PHC and identify factors associated with PNC coverage and distribution of iron supplements. A mixed of quantitative and qualitative data analysis were used in this study. Data of K1, K4, Fe1, Fe3, anemia, chronic energy deficiency (CED), and pregnancy hypertension were collected from 2020 PWS-KIA data from all eleven villages in Narmada District. We also conducted interviews with key informants such as midwives and nurses actively involved in the PHC's mother and child program. The findings show that the lowest coverage of K1 and K4 was in Tanak Beak village, Dasan Tereng had the lowest Fe1 coverage, and Gerimax Indah had the least Fe3 coverage. On the other hand, Batu Kuta had the highest K1 coverage while Mekar sari had the highest coverage of K4, Fe1 and Fe3. The village with the highest prevalence of anemia was Gerimax Indah, Mekarsari had the highest number of mothers with CED, and Nyurlembang had the highest prevalence of pregnancy hypertension. Analysis with Spearman's correlation showed a negative correlation between coverage of PNC and iron distribution with anemia in pregnancy. Study findings also inferred a negative correlation between coverage of PNC and pregnancy hypertension. Meanwhile, a positive correlation existed between PNC coverage and iron distribution with CED and between iron distribution with pregnancy hypertension. We found significant association between K1 to K4, Fe1 to Fe3, PNC coverage with total cases and between Fe3 coverage with CED. From qualitative analysis we found factors contributing to the low coverage of PNC and distribution of iron supplements are lack of compliance from mothers, under-reporting (e.g. still births, pregnancies), local belief system (myths), and general misconceptions due to low education. Our study suggested that PNC and iron supplements help in improving mothers' health during pregnancy. It is also suggested that a boost in understanding from mothers and the local community is needed to keep the mothers comply with healthy behaviors such as regularly attend recommended PNC sessions and diligently take iron supplements.
An online survey was conducted for an international collaborative study from a remote area during the COVID-19 pandemic because the researchers needed to consider non-face-to-face methods of conducting an international collaborative study in situations in which social distance must be maintained. In an international collaborative study between Indonesia and Japan, we were able to conduct online qualitative data collection in Lombok, Indonesia, during the COVID-19 pandemic. This study aimed to evaluate the feasibility of qualitative data collection, data analysis, and ethical considerations for participants of an online qualitative data collection in an international collaborative study. The results were divided into three categories to summarize the lessons learned: 1) field coordination of an online interview guide and protocol, 2) ethical considerations regarding gender and privacy, and 3) methodology focusing on the online qualitative data collection. The lessons learned revealed the advantages and disadvantages of online qualitative data collection to handle multiple challenges. The online qualitative data collection conducted for an international collaborative study during the COVID-19 pandemic overcame several challenges through protocol development.
Pendahuluan: Pandemi penyakit virus corona (COVID-19) 2019 yang mulai mewabah pada awal tahun 2020 memicu ditetapkannya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh WHO. Disebabkan oleh SARS-CoV-2, COVID-19 memiliki utamanya menginfeksi sistem pernafasan dengan menempel pada reseptor ACE2. Infeksi COVID-19 menyebabkan beragam manifestasi klinis mulai tanpa gejala hingga gejala berat yang mengancam nyawa bergantung pada berbagai faktor. Berbagai faktor yang mampu menentukan berat-ringannya manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh infeksi COVID-19 sangat perlu diperhatikan oleh klinisi sehingga mampu mengantisipasi kondisi pasien sebelum manifestasi klinis tersebut muncul. Kajian literatur ini bertujuan untuk membahas dan merangkum berbagai literatur terkait beberapa faktor yang dinilai paling menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19. Metode: Kajian literatur ini menggunakan berbagai artikel jurnal yang didapatkan dari pusat data daring yaitu PubMed dan Google Scholar. Artikel yang dipilih berupa artikel penelitian, systematic review dan meta-analysis, serta narrative review terfokus pada transmisi, manifestasi klinis, patogenesis dan respon imun, serta faktor risiko tingkat keparahan dari COVID-19. Pembahasan: Dari hasil pencarian literatur, didapatkan bahwa beberapa faktor yang paling sering diamati dan paling menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 adalah usia, penyakit komorbid, defisiensi vitamin D, dan obesitas. Keempat faktor ini bukan merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 namun merupakan faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 dengan mekanismenya masing – masing. Simpulan: Sebagian besar faktor yang menentukan tingkat keparahan COVID-19 merupakan faktor yang bisa dicegah. Hal ini membuat pengetahuan dan pemahaman klinisi mengenai faktor – faktor apa saja yang paling sering menentukan tingkat keparahan infeksi COVID-19 akan sangat membantu mencegah munculnya manifestasi klinis yang berat pada pasien COVID-19.
Latar Belakang: Pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan pola hidup dalam masyarakat. Pembelajaran dalam jaringan (Daring) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memutus rantai penyebaran COVID-19. Selama menjalani pembelajaran daring, mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain smartphone atau laptop yang dapat mengakibatkan mahasiswa mengalami kekurangan gerak. Aktivitas fisik yang ringan dapat meningkatkan risiko berat badan berlebih. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik terhadap status gizi pada mahasiswa tahun Fakultas Kedokteran Universitas Mataram selama pembelajaran daring. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan teknik proportional random sampling menggunakan uji statistik korelasi spearman. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran secara langsung, yakni mengukur tinggi badan menggunakan microtoise, berat badan menggunakan timbangan serta aktivitas fisik dihitung berdasarkan pengisian kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Hasil: Diketahui penelitian ini didominasi oleh perempuan (80%) dan usia 20 tahun (50%). Sebanyak 36 (51,4%) responden memiliki aktivitas fisik sedang dan 45 (64,3%) responden memiliki status gizi normal. Pada penelitian ini sebanyak 65 orang (92,9%) mengalami perubahan aktivitas fisik, 43 orang (61,4%) perubahan pola makanan pokok, dan 60 orang (85,7%) perubahan pola makan. Hasil analisis data dari uji spearman dengan α < 0,05 didapatkan nilai koefisien korelasi -0,046 dan nilai p sebesar 0,705. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada mahasiswa tahun kedua Fakultas Kedokteran Universitas Mataram selama daring.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.