Social media nowadays has been crutial part of human being life particularly for the genarations those are so called millenial. The massive use of social media is not merely functioned for the social purpose such as information sharing among them but also has been used for business and economic or even political purposes. The local election of the Jawa Barat province in the year of 2018 is a moment where the millineal generation functioned the social media such as facebook and whattsap for the political purposes. This article discusses the phenomenon of using internet-based social media as an instrument in political communication and campaigning in the local election of West Java Province in 2018 as well as discussing the effectiveness of the media contents in shaping the pattern of millennial generation political behavior. The research adopts is qualitative approach by taking the object of research on political communication, as well as culture and political behavior. The main informants from this study were beginner voters who also catogerisaed as the group of the millennial generation. This study found that social media contents in general became an important instrument in shaping the pattern of political behavior of the millennial generation. The roles of the media for instance are indicated that current life of the millennial generation that cannot be separated from such media, social media contents provides political knowledges about profiles of candidates in local election, social media content provided political education both related to the technical implementation of the election and also the vision and mission of the candidates and, millennial generation have their respective communities which they make as a forum for discussion about the social media contents. AbstraksiMedia sosial sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat khususnya generasi milineal. Penggunaannya yang begitu massif bukan saja dimanfaatkan untuk kebutuhan sosial melainkan juga untuk kepentingan ekonomi, bisnis sampai pada kepentingan politik. Pemilu adalah salah satu moment politik dimana media sosial khusunya facebook dan whatsapp untuk kepentingan politik. Artikel ini membahas tentang fenomena penggunaan media sosial berbasis internet sebagai instrumen dalam komunikasi politik dalam kontestasi pemilukada Jawa Barat tahun 2018 serta efektifitas konten media sosial tersebut dalam membentuk pola perilaku politik generasi milineal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil lokasi pada Desa Kecamatan Kabupaten Ciamis. Informan utama dari penelitian ini adalah pemilih pemula yang juga masih tergolong kepada kelompok generasi milineal. Penelitian ini menemukan bahwa media sosial beserta kontennya menjadi instrumen penting dalam membentuk pola perilaku politik generasi milineal. Peran itu antara lain ditunjukkan bahwa generasi milineal saat ini tidak bisa dilepaskan dari media sosial, konten media sosial memberikan pengetahuan politik tentang profil calon dalam kontentasi pemilu, konten media sosial membe...
The Implementation of democracy is easily known as a one of the involvement of the people in determining their leader through the election. But the implementation of elections without supervision is impossible to produce free elections, confidential, honest and fair. Electoral supervision theoretically still use management concepts that certainly need discourse to find concepts and even the definition of appropriate electoral supervision. This literature study intends to discuss the definition of electoral supervision, the scope of electoral supervision, the types of election violations, and then link it with democracy. The history of electoral supervision will also be presented as an opening of this paper. To oversee democracy, it is necessary to control elections that are structurally implemented from the BAWASLU to the PANWASLU in the Villages, as well as participatory oversight by involving volunteers from the community.
Dalam setiap pemilihan, partisipasi masyarakat merupakan elemen yang penting. Semakin tinggi partisipasi menandakan bahwa rakyat mengikuti, memahami, dan melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya partisipasi yang rendah menjadi penanda bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan. Sosialisasi politik penting untuk meningkatkan partisipasi. Terutama dengan adanya kemungkinan penyalahgunaan potensi pemilih pemula oleh kalangan politisi maupun partai politik. Pemilih pemula merupakan pemilih potensial yang memiliki kekhasan tersendiri dengan jumlah pemilih yang cukup besar. Untuk mengantisipasi kekhasan yang dimiliki oleh pemilih pemula agar tidak menjadi pasar potensial bagi partai atau kandidat untuk memperoleh suara dan agar pemilih pemula tidak terbujuk berita hoax dan berita bohong maka perlu dilakukan sosialisasi politik yang tepat yang sesuai dengan karakteristik pemilih pemula. Dengan demikian diharapkan mereka bisa menjadi pemilih yang cerdas yang memberikan suara secara rasional dan tepat dalam menentukan preferensi politiknya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dimana data diperoleh dengan wawancara secara mendalam dan juga dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah Anggota KPU Kabupaten Ngawi Divisi Partisipasi Masyarakat dan SDM, Sekretaris KPU Kabupaten Ngawi, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, Relawan Demokrasi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Akademis dan Pemilih Pemula dengan penarikan sample menggunakan puposive sampling. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Ngawi dimana pada tahun 2018 ini melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur secara serentak. Hasil dari penelitian ini adalah strategi sosialisasi politik yang dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Ngawi untuk membentuk pemilih pemula yang cerdas dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur diantaranya adalah tahap formulasi strategi dan penyusunan rencana jangka panjang, tahap pemilihan tindakan dengan menggunakan strategi menyerang dan strategi bujukan serta tahap aloksai sumber daya organisasi dengan menggunakan strategi penguatan. Strategi menyerang dilakukan dengan gencar melaksanakan sosialisasi secara langsung, khusus pemilih pemula lewat kelas pemilu, menjadi pembina upacara di sekolahan, seminar tatap muka serta sosialisasi tidak langsung lewat media sosial, media cetak dan elektronik. Strategi bujukan dilakukan dengan melakukan kegiatan yang menarik partisipasi masyarakat seperti Gelar Seni Budaya, Jalan Sehat Guyub Rukun, Sosialisasi dengan komunitas mancing bareng, Sosialisasi dengan komunitas ngontel bareng serta debat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Tahun 2018. Sedangkan strategi penguatan dilakukan oleh KPU Kabupaten Ngawi meningkatkan kapasitas dan kualitas penyelenggara pemilihan lewat bimbingan teknis, rapat kerja, sosialisasi, pengkajian peraturan bersama dan evaluasi setiap kegiatan. Selain itu juga memperkuat komunikasi dan keterbukaan informasi tentang pemilihan serta meningkatkan kerjasama dengan stakeholders yang berkepentingan baik itu internal maupun eksternal.
ABSTRAKKebijakan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan berbagai kepentingan rakyat akan menumbuhkan kapitalisme di suatu kawasan. Dengan mengambil lokasi penelitian di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang, propinsi Banten, peneliti melihat kawasan pedesaan dirubah menjadi tempat investasi bagi siapapun yang memiliki uang, pemilik modal menjadi pengendali arah perkembangan satu kawasan. Inilah inti kapitalisme, pemerintah hanya bisa membuat regulasi tanpa bisa mengintervensi arah perkembangan pedesaan. Ironisnya, kapitalisme ini justru dipayungi oleh kebijakan publik. Desa Tanjung Jaya yang merupakan wilayah pedesaan berubah menjadi kawasan eksklusif dengan dibangunnya vila, resort, wisata pantai, sejak ditetapkannya wilayah ini menjadi Kawasan Ekonomi Khusus pariwisata pertama di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan kapitalisme oleh pemerintah baik pusat maupun daerah yaitu Kabupaten Pandeglang.
ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya pemekaran di Kabupaten Bandung yaitu lahirnya Kabupaten Bandung Barat melalui Undang-Undang nomor 12 tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, dimana proses lahirnya Kabupaten Bandung Barat tak lepas dari proses politik dan juga isu subjektif yang senantiasa mewarnai proses pemekaran. Isu subjektif berupa kepentingan elit politik, pemilik modal dan juga birokrasi senantiasa menjadi isu yang bergulir selama pemekaran ini terjadi dan lebih menarik dibanding isu objektif pemekaran itu sendiri. Dalam proses pembentukan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2007, terdapat agenda setting yang dilakukan oleh beberapa aktor yang terlibat dalam proses pembentukannya. Aktor tersebut bukan hanya aktor pemerintah saja, namun juga melibatkan aktor LSM, pengusaha, media dan juga masyarakat pada umumnya yang memiliki kepentingan dalam pemekaran ini. Isu subjektif seperti kepentingan kekuasaan dan juga birokrasi tentu ada dalam proses pemekaran dan menambah dinamika dalam proses pemekaran Kata Kunci: Agenda Setting, Pemekaran Daerah, Isu, Aktor, Kepentingan. ABSTRACT This research was motivated by the expansion of Bandung district, which created the West Bandung District based on the Constitution number 12, year 2007
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.