Desa wisata dewasa ini memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian negara juga sebagai wadah kegiatan edukasi untuk memperkuat ketahanan sosial dan budaya bangsa. Dalam menjalankan kedua peran ini, desa wisata harus menjaga eksistensinya dengan melakukan inovasi dan pengembangan sehingga masyarakat tertarik untuk melakukan kunjungan. Dalam proses pengembangan dan inovasi desa wisata, faktor pendorong dan faktor penarik dalam kegiatan pariwisata desa perlu dikaji sehingga berdampak pada perbaikan kualitas destinasi wisata. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap hubungan antara motivasi wisata dan karakteristik desa wisata berdasarkan persepsi responden. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner online. Hasil penelitian mengungkakan bahwa responden dengan motivasi wisata sebagai sarana melepas penat memiliki ketertarikan pada desa wisata dengan kondisi pedesaan yang masih alami. Penelitian ini juga menemukan bahwa dalam kegiatan pariwisata terdapat empat sifat wisata yaitu wisata edukatif, wisata restoratif, wisata interaktif dan wisata hedonis.
Contemporary architects highlight past ideas and present new manifestos often perceived as utopian. Bjarke Ingels introduced hedonistic sustainability in response to the demand for environmentally friendly and sustainable living through different perspectives. This paper comprehensively explains the concept of hedonistic sustainability through the designs of Bjarke Ingels, a contemporary architect. Literature from various sources is examined to describe Bjarke Ingels' idea. Hedonistic sustainability combines sustainable ideas, fun, and community. Bjarke Ingels's architectural design is applied through simulation and an ironic approach. Its representation facilitates the exploration of the design objects planned concretely. The idea of playful and communality was raised through the design that accommodates various user activities. Bjarke Ingels's idea is expected to contribute to the knowledge and contemporary architecture design process in Indonesia. © 2020 Nita Dwi Estika, Yudhistira Kusuma, Dewi Retno Prameswari, Iwan Sudradjat
Masjid Raya Cipaganti karya C. P. Wolff Schoemaker dibangun pada tahun 1933. Data terkait masjid ini hilang bersamaan dengan kebakaran yang terjadi di rumah C. P. Wolff Schoemaker pada tahun 1948, sementara bangunan masjid itu sendiri saat ini telah jauh berubah dibandingkan dengan bangunan asalnya. Merespon permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap bentuk asal Masjid Raya Cipaganti, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu proses inventarisasi bangunan cagar budaya di Kota Bandung serta menjadi rujukan dalam kegiatan konservasi khususnya yang terkait dengan bangunan Masjid Raya Cipaganti itu sendiri di masa mendatang. Penelitian kualitatif ini dilakukan melalui dua tahapan, dimulai dari tahap pengumpulan data yang dilanjutkan dengan tahap verifikasi data untuk mendapatkan data bangunan asal Masjid Raya Cipaganti. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa, C. P. Wolff Schoemaker menggunakan modul kelipatan 2,5 meter dan 3 meter pada rancangan denahnya, sementara dominasi modul 1,5 m terlihat pada ketinggian massa bangunannya. Selain itu, massa bangunan masjid juga dirancang simetri sebagaimana karya C. P. Wolff Schoemaker pada umumnya.
Cipaganti Great Mosque by C. P. Wolff Schoemaker was built in 1933. Data related to this mosque was lost along with a fire that occurred in C. P. Wolff Schoemaker's house in 1948, while the mosque building has changed considerably compared to the original building. Responding to this problem, this study is conducted to reveal the origin form of Cipaganti Great Mosque, so that the results of this study are expected to help the process of inventory of cultural heritage buildings in Bandung City and to be a reference in conservation activities, especially related to the Cipaganti Great Mosque in the future. This qualitative research was carried out through two stages, starting from the data collection followed by the data verification to obtain building data from the Cipaganti Great Mosque. This study revealed that in designing the mass of the building, C. P. Wolff Schoemaker used modules of 2.5 m and 3 m in the floor plan design, while the dominance of the 1.5 m module was also seen in the height of the building mass. The mosque building was also designed symmetry as the work of C. P. Wolff Schoemaker in general.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.