Tujuan artikel ini adalah mengetahui hakikat dari merdeka belajar berdasarkan pemikiran merdeka belajar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara dan mengetahui persamaan serta perbedaannya. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode sejarah yang terdiri dari pemilihan topik, heuristik, kiritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hakikat Merdeka belajar, berdasarkan pemikiran pendidikan para pendiri bangsa Indonesia, adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengelaman secara bebas yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, manusia baru dan masyarakat baru. Persamaan pemikiran merdeka belajar dari Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara adalah mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka supaya menjadi manusia yang berkarakter, bersumber dari kebudayaan dan kandungan dari bangsanya sendiri, dan mempunyai objek pendidikan yaitu manusia. Sementara perbedaan dari pemikiran tokoh-tokoh terletak pada peruntukan merdeka belajar. Soekarno memandang merdeka belajar untuk menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Mohammad Hatta berpendapat bahwa merdeka belajar berperan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Sjahrir menyatakan merdeka belajar untuk membangun stabilitas politik dan bukan menetapkan tujuan-tujuan pendidikan yang pragmatis. Ki Hadjar Dewantara berpandangan merdeka belajar sebagai pendidikan sesuai kodrat alam. Merdeka belajar mengakui kodrat manusia dan membebaskan manusia memperoleh pembelajaran dan pengalaman. Merdeka belajar diperuntukan sebagai pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, menciptakan stabilitas, dan pengakuan terhadap kodrat manusia. This article is to find out the philosophy of freedom to learn based on founders' thoughts both similarities and differences. I use historical method consisting of topic selection, heuristics, criticisms of sources, interpretation, and historiography. Freedom to learn, based on the educational ideas of the founding fathers of Indonesia, is recognizing human rights to gain free learning and experience to create human characters, new humans, and a new society. The similarity of freedom to learn is to educate humans with an independent spirit to become human beings with character, originating from the culture and content of their nation, and having an educational object (humans). Soekarno saw freedom to learn to create comfortable and enjoyable learning. Mohammad Hatta argues that freedom to learn plays a role in developing students' abilities. Sjahrir stated that he could learn to build political stability and not set pragmatic educational goals. Ki Hadjar Dewantara has the view that freedom to learn is education by nature. Freedom to learn recognizes human nature and frees humans to learn and experience. Freedom to learn is showed as the implementation of learning, the development of students, creating stability, and recognition of human nature.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepuasan nasabah dalam penggunaan produk Bank Syariah Indonesia yaitu (BSI) Mobile di Kota Pontianak yang dilihat dari lima faktor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. Analisis data yang digunakan dalam mengukur variabel kepuasan nasabah serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan kuesioner skala likert. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kemudahan penggunaan, keamanan dan kerahasiaan, kemampuan akses, kecepatan transaksi, dan biaya memiliki hubungan yang kuat terhadap kepuasan nasabah dimana 84,4% responden puas dengan kemudahan penggunaan, sebesar 89,4% responden puas dengan keamanan dan kerahasiaan data, sebesar 88,3% responden puas akan kemampuan aksesnya, sebesar 90,2% responden puas bertransaksi dengan BSI karena cepat dan sebesar 82,6% responden puas dengan faktor biaya.JEL: D11, G29.
The purpose of this paper is to determine the usefulness of prophetic character education in creating an ideal society for the industrial revolution era 4.0.The method used in this article is descriptive analytic where the data collection techniques used are derived from literature review and analyzed using interactive analysis.The social problemsare damage for young generations due to internet effects. The solution this problem is through the prophetic character education. The prophetic character education derived from the exemplary of Prophet Mohammad as a figure who can be seen as a role model.The prophetic character education itself consists of four terms and three principles. The four terms are community, vision, dinamic movement, and leadership. The three principles are trancendence, humanity, and liberation. The problems that exists in the industry 4.0 is expected to be solved by this prophetic character education in order to create an ideal society.
The paper aims to study the anti-Chinese incident in West Java. The research used the historiography method from Kuntowijoyo with the steps including topic selection, heuristic, source criticism, interpretation, and historiography. Ever since Indonesia's independence, the relationship between Pribumi and Chinese people is in social and economic discrepancy as they were experiencing an economic crisis. The strays of PRRI/Permesta and DI/TII still hold their grudge within the tough situation. What comes after is the riot between March and May 1963 that put Chinese people as the main target. On March 27, 1963, a raid happened in Cirebon initiated by the Pribumi. They attack the shops and houses of the Chinese people. The riot spread to Bandung on May 10, 1963, started with a fistfight between Chinese and Pribumi students in Bandung Institute of Technology. A day after, another riot is happening in Sumedang. From May 14 until 16, 1963, a series of property assaults are carried out by youngsters, students, and citizens in Bogor and Tasikmalaya. In Garut, vandalism happened on May 17 and 18, 1963, when the shops, houses, and factories were assaulted. From May 18 until 19, 1963, another riot started in Sukabumi when the mob began attacking the merchandise, properties, food supply, and Sukabumi market. This Chinese attacking incident involving Pribumi youngsters, college and high school students, and citizens. The incident was originally planned to be carried out throughout cities in West Java, but it did not turn out well. The initiators are scattered in every part of the cities in West Java, mostly dominated by college and school students and some residents. The impact of this incident is the spike in commodity prices and further social discrepancy. Abstrak: Artikel ini bertujuan mengkaji peristiwa anti Cina di Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode sejarah Kuntowijoyo dengan langkah-langkah pemilihan topik, heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sejak Indonesia merdeka hubungan Pribumi dan golongan Cina mempunyai kesenjangan hubungan sosial dengan ditambah keadaan krisis ekonomi. Sisa-sisa dari PRRI/Permesta dan DI/TII masih mempunyai reaksi ketidak puasan ditengah situasi yang sedang tidak menentukan. Akibatnya pada bulan Maret-Mei terjadi tindak kerusuhan yang merugikan golongan Cina. Pada tanggal 27 Maret 1963 pecah kerusuhan di Cirebon yang digerakan oleh kalangan Pribumi yang menyerang golongan Cina dengan merusak toko-toko dan rumah-rumah. Kerusuhan tersebut menjalar ke Bandung pada tanggal 10 Mei 1963 diawali oleh perkelahian di kampus ITB antara mahasiswa Cina dengan mahasiswa Pribumi. Pada 11 Mei 1963 pengrusakan kembali terjadi di Sumedang. Pada 14-16 Mei 1963 di Bogor dan Tasikmalaya terjadi pengrusakan yang dilakukan pemuda, pelajar dan rakyat. Di Garut aksi pengrusakan pecah pada 17-18 Mei 1963 dengan merusak rumah-rumah dan toko-toko serta pabrik-pabrik. Pada 18-19 Mei 1963 dimulai aksi di Sukabumi dengan merusak dagangan, perabotan rumah, persedian makanan dan pasar Sukabumi. Peristiwa kerusuhan yang terjadi merusak barang-barang golongan Cina yang dilakukan oleh mahasiswa, pelajar dan rakyat. Peristiwa tersebut sudah direncanakan diberbagai kota di Jawa Barat, namun tidak berjalan dengan baik. Dampak yang dirasakan adalah kenaikan harga barang dan kesenjangan sosial yang semakin parah.     Cite this article: Pangestu, D.A., Kumalasari, D., Aman. (2021). Anti-Chinese Incident in West Java in 1963. Paramita: Historical Studies Journal, 31(1), 93-103. http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v31i1.23428Â
ABSTRAK Artikel ini menganalisis pelaku penyalah guna narkotika anak dalam perspektif victimologi sehingga tujuan artikel ini untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisis mengenai kebijakan hukum pidana mengenai viktimisasi anak penyalah guna narkotika.Penelitian ini merupakan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan secara kepustakaan dengan mendeskripsikan hukum positif, mensistematisasi, menginterprestasikan, menilai, dan menganalisis hukum positif tersebut.Hasil penelitian pelaku anak sebagai penyalah guna narkotika menunjukan pemidanan berupa pidana penjara masih dominan dibandingkan sanksi untuk direhabilitasi.Hal ini menunjukan bahwa anak sebagai penyalah guna narkotika dalam perspektif hukum pidana saat ini masih dipandang senagai kriminal atau pelaku tindak pidana.Hal inilah yang menarik untuk dikaji anak sebagai penyalah guna sebaiknya tidak dikatagorikan sebgai pelaku tindak pidana tetapi lebih dipandang sebagai korban dari tindak pidana narkotika dan sebagi korban ketidakmampuan negara dalam penangguangi tindak pidana narkotika di Indonesia. ABSTRACT This article analyzes child narcotics abusers from a victimology perspective so that the purpose of this article is to get clarity, study and analyze the criminal law policy regarding the victimization of child abusers of narcotics. This research is a normative study, namely research conducted in a literature describing positive law, systematizing, interpreting, assessing, and analyzing the positive law. The research results of child offenders as narcotics abusers show that imprisonment is still dominant compared to sanctions to be rehabilitated.This is what is interesting to examine as children as abusers should not be categorized as perpetrators of criminal acts but rather as victims of narcotics crimes and as victims. the inability of the state to tackle narcotics crime in Indonesia.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.