Material styrofoam dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi beban mati pada struktur bangunan. Selain itu, penggunaan beton geopolymer dapat digunakan sebagai solusi untuk mengurangi penggunaan semen yang tidak ramah lingkungan karena proses produksi semen menghasilkan gas CO2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sifat mekanik beton ringan menggunakan geopolymer dengan styrofoam sebagai substitusi agregat kasar. Diameter yang digunakan pada penelitian yaitu 1-2 mm dan 3-5 mm, kemudian persentase styrofoam yang digunakan yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100%. Pengujian sifat mekanik beton teridi dari pengujian kuat tekan umur 28 hari dan kuat tarik belah umur 28 hari. Hasil yang diperoleh adalah berdasarkan perbandingan diameter styrofoam 1-2 mm memiliki kuat tekan dan kuat tarik belah lebih tinggi daripada diameter styrofoam 3-5 mm. Selain itu, kuat tekan dan kuat tarik belah mengalami penurunan seiring bertambahnya persentase styrofoam. Persentase yang sesuai dengan standar beton ringan struktural adalah 75% untuk diameter 1-2 mm dimana diperoleh kuat tekan dan kuat tarik belah berturut-turut 21,16 MPa dan 6,357 MPa. Selain itu, untuk diameter 3-5 diperoleh kuat tekan dan kuat tarik belah berturut-turut 21,72 MPa dan 4,124 MPa.
Eccentrically Braced Frame (EBF) is one of several types of braces that can be used in steel building. EBF has a good stiffness and ductility to withstand earthquake load. In EBF itself there are 3 types of links, namely: Long Link, Intermediate Link, and Short Link. Meanwhile, MRF of Moment resisting Frame is a structural system where the beams and columns are connected rigidly. MRF has a good ductility in accepting load even it has no lateral braces installed. In this research the Dafam Lotus Jember hotel consisting of 10 floors with total height of 33,6 m is modeled as a MRF system structure and steel structure equipped with EBF short link. The objective of this research is to compare the effectiveness of EBF and MRF in terms of displacement, axial force, shear force, and moment occurring in buildings. The modeling results show that EBF with short link has smaller displacement value compared to MRF. The difference between the two is 86,99%. In terms of axial force, shear force, and moment, EBF has smaller values than MRF. The differences are 79,76%, 53,91%, and 10,48% respectively. These results indicate that EBF has better capacity compared to MRF. Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat intensitas kegempaan yang tinggi. Ini menjadikan Indonesia tidak terhindarkan dari dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh gempa bumi, yaitu menyebabkan kerusakan insfrastruktur fisik. Peraturan gempa SNI 03-1726-2012 membahas mengenai bresing sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menangani masalah gempa. Eccentrically Braced Frame (EBF) adalah salah satu jenis bresing yang memiliki kekakuan dan daktilitas yang baik jika dibandingkan dengan Concentrically Braced Frame (CBF) yang hanya memiliki kekakuan yang baik. Selain itu terdapat pula Moment Resisting Frame (MRF) yaitu salah satu sistem struktur yang memiliki sifat daktail. Melihat permasalahan yang ada, maka pembahasan ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dari EBF menggunakan short link dengan MRF apabila diaplikasikan pada bangunan Hotel Dafam Lotus Jember 10 lantai yang memiliki tinggi 33,6 m. Adapun efektivitas yang dibadingkan disini adalah nilai story displacement dan gaya dalam (momen, gaya geser, dan gaya aksial) yang terjadi. Hasil analisa dengan bantuan program analisa struktur menunjukkan bahwa EBF menggunakan short link memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan MRF dalam menerima beban yang bekerja. Dari segi story displacement, selisih prosentasenya adalah 86,99% sedangkan untuk gaya dalam yang meliputi momen, gaya geser, dan gaya aksial, selisihnya secara berturut-urut adalah 79,76%, 53,91% dan 10,48%. Hal ini menunjukkan bahwa EBF menggunakan short link lebih efektif jika dibandingkan dengan MRF.
Study ini membandingkan kuat hancur, berat volume antara beton ringan dengan beton dengan mengganti sebagian semen (PC) dengan limbah pertanian. Limbah pertanian yang dimaksud adalah sekam padi dan ampas tebu. Penggunaan limbah pertanian tersebut sebaga material pengganti semen dikarenakan mempunyai sifat pozzolan yang cukup tinggi. Pemakaian limbah pertanian ini dengan membakar ampas tebu dan sekam padi dengan suhu tertentu sehingga menjadi abu. Limbah tebu diambil dari Pabrik Gula Prajekan Bondowoso, dibakar dengan suhu 8000C selama 8 jam. Limbah Padi diambil dari limbah Pabrik Padi di Kalisat Jember, dibakar dengan suhu 8500C selama 45 menit. Kandungan silika dari hasil pembakaran tersebut masing-masing sebesar 59,5% dan 79,5% . Prosentase pengganti sebagian PC sebesar 5%, 10%, 15% dan 20%, dengan perbandingan campuran abu ampas tebu (AAT) dan abu sekam padi (ASP) adalah 1:1. Pengujian dilakukan pada umur 28 hari dengan bentuk benda uji silender berukuran 10x20 cm. Hasil kuat hancur tertinggi pada benda uji dengan subsitusi PC sebesar 5% dan berat volume yang terendah pada benda uji dengan pengantian semen sebesar 20%. Effect of Cement Substitution with Agricultural Waste on Lightweight Structural ConcreteThis study compares the shattering strength, volume weight between lightweight concrete and concrete by replacing part of the Portland cement (PC) with agricultural waste. The agricultural waste in question is rice husk and sugarcane bagasse. The use of agricultural waste is as a substitute for cement because it has quite high pozzolanic properties. Use of this agricultural waste by burning sugarcane bagasse and rice husk with a certain temperature so that it becomes ash. Sugarcane waste is taken from Bondowoso Prajekan Sugar Mill, burned at 8000C for 8 hours. Rice waste is taken from the rice factory waste in Kalisat Jember, burned at 8500C for 45 minutes. The silica content of the combustion products was 59.5% and 79.5%, respectively. The percentage of partial PC replacement is 5%, 10%, 15%, and 20%, with a ratio of bagasse ash (BA) to rice husk ash (RHA) is 1: 1. The test was carried out at 28 days in the form of a 10 x 20 cm slender test object. The highest yield of crushing strength in specimens with PC substitution of 5% and the lowest volume weight in specimens with cement replacement of 20%.
A Landslide is the movement of soil mass or rock constituents down the slope due to disturbance of soil stability. One of the factors that affect soil stability is the rainy season as happened in Sumberwuluh Village, Candipuro District, Lumajang Regency. The alternative used to stabilize the slope is by changing the slope geometry, then adding geoframe reinforcement. This study aims to determine the value of the factor of safety (SF) of unreinforced slopes, after changing the slope geometry, and after being given geoframe reinforcement. The method used in analyzing slope stability is the Ordinary/Fellenius method. The results of the calculation of slope stability without reinforcement using the Rocscience Slide software obtained a SF of 0.719, while the manual calculation obtained a SF of 0.7191. The two values of the safety factor are less than 1.25, which means that landslides often occur. The results of the calculation of slope stability after changing the geometry of the slopes obtained a SF of 0.828 where the value is less than 1.25 which means that landslides often occur. The slopes that have been changed geometry are added with geoframe reinforcement. The results of the calculation of slope stability using geoframe reinforcement obtained a SF of 1.315 where the value is more than 1.25 which means that landslides are rare or slope in a safe condition.
Most of Indonesia area is an earthquake- prone region. This is caused by the confluence of three major plates world that are subduction. Indo-Australian Plate colliding with the Eurasian plate off the coast of Sumatra, Java and Nusa Tenggara, while the Pacific plate in northern Guinea and North Maluku. In the vicinity of the meeting location this plate collision energy accumulated in the form of earthquake. The quake destroyed much of the multi-storey buildings that do not have adequate strength. Therefore , the higher the building, the greater the effects of the earthquake were received by the building. One way to acquire resistance to earthquake response was to add rigidity to a building. How to obtain the stiffness of a building is to install bracing for high-rise buildings. The purpose of this analysis was conducted to determine usage behavior particularly bracing displacement. The Results of this analysis showed a reduction in horizontal deviation of the building due to the addition of frame bracing. The difference in the percentage of horizontal deviation without bresing building and building using bresing X is 82.519%. While the difference in the percentage of horizontal deviation without order bresing building and building using bresing V is 64.904%.Keywords: pushover analysis , bracing, displacement,earthquake AbstrakSebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan gempa. Hal ini disebabkan oleh pertemuan tiga lempeng utama dunia yang bersifat subdaksi. Lempeng Indo- Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan lempeng Pasific di utara Irian dan Maluku Utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sehingga lepas berupa gempa bumi. Gempa banyak menghancurkan bangunan- bangunan bertingkat yang tidak mempunyai kekuatan yang memadai. Oleh karena itu, semakin tinggi bangunan maka semakin besar pula efek gempa yang diterima oleh bangunan tersebut. Salah satu cara untuk memperoleh ketahanan terhadap respon gempa adalah menambah kekakuan pada suatu bangunan. Cara memperoleh kekakuan suatu bangunan adalah dengan memasang pengekang (bracing) untuk bangunan tinggi. Tujuan dari analisa ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pemakaian bracing khususnya displacement. Hasil dari analisa ini menunjukkan terjadinya pengurangan simpangan horizontal gedung karena adanya penambahan rangka bracing. Selisih presentase simpangan horizontal gedung tanpa bresing dan gedung dengan menggunakan bresing X adalah 82,519%. Sedangkan selisih presentase simpangan horizontal gedung tanpa rangka bresing dan gedung dengan menggunakan bresing V adalah 64,904%.Kata kunci: analisa pushover , bracing, displacement, gempa
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.