Background<br />Menopause is associated with changes in metabolic profile. Although hormone replacement therapy (HRT) has been shown to have beneficial effects on lipid metabolism, its adverse effects have indicated a need for alternative estrogen-based treatments. Several investigations have evaluated the effects of isoflavones on serum lipid levels in postmenopausal women, but the results were ambiguous. The objective of this study was to determine the relationship of dietary daidzein, genistein, and glycitein levels with lipid profile in postmenopausal women.<br /><br />Methods<br />A cross-sectional study was conducted involving 186 post-menopausal women. A food recall questionnaire was used to measure dietary genistein, daidzein, and glycitein levels. Serum total cholesterol (TC), low density lipoprotein (LDL) cholesterol, high density lipoprotein (HDL) cholesterol, and triacylglycerol (TAG) were measured using the enzymatic colorimetric method. Simple and multivariate linear regression were used to analyze the data.<br /><br />Results<br />Genistein intake was significantly associated with TC (b=145.48, p=0.023) and HDL cholesterol levels (b=48.80, p=0.032). Daidzein intake was significantly associated with TC (b=-204.60, p=0.003), LDL cholesterol (b=-160.81, p=0.014) and HDL cholesterol levels (b=-67.118, p=0.032). Glycitein was not significantly associated with TC (b=232.78;p=0.133), HDL (b=43.59;p=0.428), and LDL (b=235.84;p=0.116). Dietary daidzein had a more lowering effect on TC (Beta=-2.80) and HDL cholesterol (Beta=-2.67) than had genistein on TC (Beta=2.66) and HDL cholesterol (Beta=2.03).<br /><br />Conclusions<br />High dietary daidzein level has a significant lowering effect on TC, LDL cholesterol and HDL cholesterol in post-menopausal women. Our study supports the advice given to the public to increase soy isoflavone intake in post-menopausal women.
LATAR BELAKANGOsteoporosis banyak terjadi pada perempuan pascamenopause dengan prevalensi 32.3% pada penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 50 tahun. Kalsium merupakan mineral utama pada tulang yang dianggap berperan dalam remodeling tulang. Percepatan remodeling tulang berdampak pada penurunan kepadatan tulang dan meningkatkan risiko fraktur. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara asupan kalsium dengan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause. METODEPenelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain potong lintang yang dilakukan pada perempuan pascamenopause. Pengukuran untuk asupan kalsium dari makanan dinilai menggunakan food frequency questionnaire (FFQ). Kepadatan tulang dinilai menggunakan calcaneal quantitative ultrasound (CQU). Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi-Square. HASILSebanyak 92 perempuan pascamenopause berusia 48-60 tahun menjadi subjek penelitian. Hasil analisis asupan kalsium dengan FFQ menunjukkan sebanyak 63 (68.5%) subjek dengan asupan kalsium kategori kurang dan 29 (31.5%) subjek dengan asupan kalsium cukup (31.5%). Pemeriksaan kepadatan tulang menggunakan CQU, menunjukkan sebanyak 19 (20.7%) subjek termasuk kategori kepadatan tulang normal, dan 44 (47.5%) subjek dengan osteopenia dan 29 (31.5%) subjek dengan osteoporosis. Analisis statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan kalsium dan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause (p=0.010). KESIMPULANPeningkatan asupan kalsium menghambat penurunan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause.
Background:The rapid increase of antibiotic resistance among enteric pathogens in developing countries has become a great concern. In Indonesia, Salmonella, Shigella, and Vibro are still an important public health problem. Objectives: The purpose of this study was to determine the antibiotic resistance patterns of several diarrhea-causing enteric bacteria that are frequently found in Indonesia, particularly Salmonella, Shigella and Vibrio. Methods: A cross-sectional study was conducted , among 150 rectal swabs collected from patients with diarrhea, the enteric pathogens isolated comprised Shigella (11.4%), Salmonella (6.6%) and Vibrio (2.7%). Results: Antibiotic susceptibility test on Shigella species to several antibiotics such as ampicillin, chloramphenicol, tetracycline and , trimethoprim-sulfamethoxazole showed a considerably high resistance rate (25%-100%), whereas ceftriaxone, ciprofloxacin, norfloxacin and nalidixic acid were apparently still effective (resistance rate 0%). Non-typhoid Salmonella had similar resistance patterns as those of Shigella, particularly to ampicillin, tetracycline, chloramphenicol and trimethoprim-sulfamethoxazole However, for S. typhi it was found that all antibiotics were still effective. Vibrio was resistant to ampicillin (resistance rate 100%), whereas the other antibiotics were still effective. Conclusion:It may be concluded that for each of the enteric pathogens the antibiotic resistance pattern should be determined. Use of antibiotics should be based on the antibiotic susceptibility tests. Latar Belakang: Peningkatan pesat resistensi antibiotik antara patogen enterik di negara berkembang telah menjadi perhatian besar. Di Indonesia, Salmonella, Shigella, dan Vibro masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pola resistensi antibiotik dari beberapa bakteri enterik penyebab diare yang sering ditemukan di Indonesia, khususnya Salmonella, Shigella dan Vibrio. Metode: Sebuah studi cross-sectional dilakukan, antara 150 penyeka dubur yang dikumpulkan dari
LATAR BELAKANGOsteoporosis merupakan kondisi patologis tulang dengan karakteristik bone mineral density (BMD) yang rendah disertai perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang, sehingga meningkatkan risiko fraktur. Faktor risiko osteoporosis yaitu perempuan pascamenopause, genetik, indeks massa tubuh, aktivitas fisik, asupan gizi dan mineral, merokok, serta asupan alkohol, dan kafein. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek kafein dari kopi dan teh terhadap kepadatan tulang pada perempuan pascamenoapuse. METODEPenelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian adalah perempuan pascamenopause yang berusia >40 tahun berjumlah 92 orang. Asupan kafein dinilai dari total asupan yang berasal dari kopi dan teh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Perhitungan asupan total kafein diperhitungkan dengan penyetaraan asupan kopi dan teh per minggu. Kepadatan tulang dinilai menggunakan alat calcaneal quantitative ultrasound untuk menetukan nilai-T sebagai parameter osteoporosis. Subjek dikelompokkan sebagai kepadatan tulang normal (nilai-T≥-1), osteopenia (nilai-T antara -1 sampai -2.5) dan osteoporosis (nilai-T<-2.5) Analisis statistik dilakukan untuk menilai hubungan kedua variabel dilakukan dengan uji Chi-square. HASILRerata (simpang baku) usia subjek adalah 57.84 ± 7.57. Sebanyak 26 (28.3%) subjek dengan kategori osteoporosis, 50 (54.3%) osteopenia, dan 16 (17.4%) normal. Asupan kafein didapatkan 69 subjek (75%) dengan kategori rendah dan 23 (25%) tinggi. Hasil analisis didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan kafein dan kepadatan tulang (p=0.419; p>0.05). KESIMPULANTidak terdapat hubungan antara asupan kafein dari kopi dan teh dengan kepadatan tulang pada perempuan pascamenopause.
Distribusi penyakit osteoporosis, penyakit kardiovaskuler, dan kanker yang berbeda antara populasi Asia dan Kaukasia membawa pemikiran atas keterkaitannya dengan perbedaan variasi diet antara kedua populasi. Studi epidemiologi menunjukkan asupan isoflavon kedelai pada populasi Asia jauh lebih tinggi daripada populasi Kaukasia. Isoflavon disebut sebagai fitoestrogen karena derivat isoflavon yaitu genistein, daidzein dan equol (metabolit daidzein) memiliki struktur molekul yang menyerupai estrogen dan dapat berikatan pada reseptor estrogen sebagai agonis lemah. Terikatnya derivat isoflavon dengan reseptor estrogen akan memberikan efek menyerupai estrogen (estrogen like effect). Berbagai hasil penelitian menunjukkan asupan dan suplementasi isoflavon berperanan pada penyakit yang didasari oleh defisiensi hormon estrogen antara lain mengurangi gejala premenopausal, menghambat osteoporosis, dan memberikan efek proteksi terhadap kanker payudara dan prostat. Di antara derivat isoflavon yang ada equol menunjukkan efek estrogenik yang lebih tinggi daripada derivat isoflavon lainnya. Kemampuan individu untuk memprodukasi equol tidak sama, sehingga individu dapat dibedakan sebagai fenotip equol-producer dan non-equol-producer. Hasil studi juga mengindikasikan adanya keterkaitan antara efek isoflavon dengan fenotip equol-producer.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.