ABSTRACT When the Covid-19 pandemic was established, various countries made efforts to prevent the transmission of the disease; Indonesia is no exception. One way to break the chain of transmission is to disinfect. This article is a scoping review with the aim of getting an overview of the implementation of disinfection in preventing Covid-19 transmission in public areas and possible health risks posed in several regions in Indonesia. The data/information were collected by searching websites of various ministries/institutions and online media within 3 (three) months, starting from March 2020 (establishment of the Covid-19 pandemic) until May 2020. Data and information collected includes location, procedures, and targets of disinfection, as well as disinfectants used, and their effects on health. Data analysis was performed descriptively. The results showed that disinfection in public areas were conducted in offices, health facilities (hospitals and health centers), housing, shopping centers/malls/market, transportation areas (highways, terminals, bus stops, and vehicles). Disinfection has been carried out by spraying directly on surfaces/objects that are often touched and by spraying in the disinfection booth using irritant disinfectants. It can be concluded that the implementation of disinfection in public areas has the potential to cause health risks. It needs supervision in the implementation of disinfection, socialization and education about potential health risks to the community. Keywords: Disinfection, spraying, disinfection booths, public areas, disinfectants, health risks ABSTRAK Saat ditetapkannya status pandemi Covid-19, berbagai negara melakukan upaya pencegahan penularan penyakit tersebut; tidak terkecuali Indonesia. Salah satu cara untuk memutus rantai penularan adalah dengan melakukan disinfeksi. Artikel ini merupakan scoping review dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan disinfeksi dalam pencegahan penularan Covid-19 di area publik dan kemungkinan risiko kesehatan yang ditimbulkan. Cara pengumpulan data/informasi adalah dengan penelusuran website berbagai kementerian/lembaga dan media online dalam kurun 3 (tiga) bulan, yaitu mulai Maret 2020 (penetapan pandemi Covid-19) sampai dengan Mei 2020. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi acuan, lokasi, cara, sasaran disinfeksi, serta disinfektan yang digunakan, dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa disinfeksi di area publik, di perkantoran, fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), perumahan, pusat perbelanjaan/mall/pasar, dan area transportasi (jalan raya, terminal, halte, dan kendaraan) dilakukan dengan cara penyemprotan langsung terhadap permukaan/benda yang sering disentuh dan di dalam bilik disinfeksi, menggunakan disinfektan yang bersifat iritatif. Pelaksanaannya disinfeksi di beberapa area publik masih belum sesuai dengan Protokol/Pedoman Disinfeksi dalam Pencegahan Penularan Covid-19 sehingga berportensi menimbulkan risiko kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan disinfeksi di area publik berpotensi menimbulkan risiko kesehatan. Perlu adanya pengawasan dalam pelaksanaan disinfeksi dan sosialisasi serta edukasi tentang potensi risiko kesehatan terhadap masyarakat. Kata kunci: Disinfeksi, penyemprotan, bilik disinfeksi, area publik, disinfektan, risiko kesehatan
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi beberapa penyakit (underweight, stunting, hipertensi, TB, AIDS, dll). Dalam rangka mengatasi hal tersebut, pemerintah melakukan penguatan upaya kesehatan dasar yang salah satunya dilakukan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Penelitian ini merupakan studi evaluatif yang bertujuan untuk menilai kesiapan provinsi dalam melaksanakan PIS-PK tahun 2016 di beberapa kabupaten yang telah melakukan pendataan lebih dari 50% (OKI dan Jeneponto), kurang dari 50% (Muara Enim, Gowa, Serang), dan belum melakukan pendataan (Lebak). Metode evaluasi dilakukan secara kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap kepala dinas dan penanggung jawab PIS-PK dinas kesehatan kabupaten/kota, dan diskusi kelompok dengan kepala dan penanggung jawab PIS-PK di puskesmas. Hasil studi menunjukkan bahwa di seluruh lokasi yang telah maupun belum melakukan pendataan, telah mempunyai perencanaan SDM, anggaran, sarana dan prasarana. Beberapa lokasi telah melakukan pendataan meskipun dengan keterbatasan sumber daya. Salah satu penyebab belum dilakukannya pendataan di kabupaten Lebak, karena adanya kendala anggaran. Dukungan lintas sektor dalam pelaksanaan PIS-PK di kabupaten yang telah melakukan pendataan lebih dari 50% maupun kurang dari 50% cukup baik. Dukungan lintas sektor di kabupaten yang belum melakukan pendataan, belum maksimal. Dapat disimpulkan bahwa meskipun ditemui kendala, PIS-PK dapat tetap berjalan. Keterlibatan lintas sektor sangat penting dalam menggerakkan aparat pemerintahan untuk kelancaran kegiatan pendataan PIS-PK.
ABSTRACT The Healthy Indonesia Program with Family Approach (PIS-PK) is an effort to strengthen basic health that began in 2015. To get more comprehensive data and information on the implementation of PIS-PK, in 2017 the Center for Public Health Efforts to carry out a PIS-PK evaluation study in several districts/cities in Indonesia. This study uses a quantitative and qualitative approach, in one puskesmas in Labuan Bajo Regency, North Sumatra Province and Semarang City, Central Java Province. Data collection was carried out by means of in-depth interviews about the implementation of PIS-PK including input indicators (personnel, funds, tools and methods), processes (planning, implementation, supervision), and output. The results of the study show that the implementation of input indicators, such as the limited number of Puskesmas human resources in data collection and data entry, also not yet clear about the sources of funding for implementing PIS-PK. On output (results of family visits), there are differences in the results of the calculation of indicators between the results of data collection conducted by PIS-PK puskesmas officers and study results. When compared between the two puskesmas, Puskesmas H Semarang is more ready for PIS-PK than Puskesmas P in Labuan Batu Regency. It can be concluded that in the implementation of PIS-PK in both puskesmas still encountered problems, both in terms of inputs (personnel, funds, tools and methods), processes (planning, implementation, supervision), and output. As a suggestion, there needs to be more comprehensive planning in implementing PIS-PK. Keywords: PIS-PK, evaluation research, input, process, and output indicator ABSTRAK Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) merupakan program upaya penguatan kesehatan dasar yang mulai dilaksanakan pada tahun 2015. Untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih komprehensif tentang pelaksanaan PIS-PK, pada tahun 2017 Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat melakukan studi evaluasi PIS-PK di beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, di salah satu puskesmas di Kabupaten Labuan Bajo, Provinsi Sumatera Utara dan Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam mengenai pelaksanaan PIS PK meliputi indikator input (tenaga, dana, alat dan metode), proses (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan), dan output. Hasil studi menunjukkan bahwa pelaksanaan untuk indikator input, seperti masih terbatasnya SDM puskesmas dalam melakukan pendataan maupun entri data, juga belum jelasnya sumber pembiayaan pelaksanaan PIS-PK. Pada output (hasil kunjungan keluarga) terdapat perbedaan hasil perhitungan indikator antara hasil pendataan yang dilakukan oleh petugas PIS-PK puskesmas dengan hasil studi. Jika dibandingkan diantara ke dua puskesmas, Puskesmas H Kota Semarang lebih siap PIS-PK daripada Puskesmas P Kabupaten Labuan Batu. Dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan PIS-PK di kedua puskesmas masih menemui permasalahan, baik dalam hal input (tenaga, dana, alat dan metode), proses (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan), maupun output. Sebagai saran, perlu adanya perencanaan yang lebih komprehensif dalam implementasi PIS-PK. Kata kunci: PIS PK, riset evaluasi, Indikator input, proses, dan output
The use of glue in shoe manufactures may cause health impacts among workers due to hazardous chemical exposure in glue such as benzene and toluene. The government has issued policies to prevent the workers from occupational illness by reducing the hazardous chemical exposure in the workplace. This study was conducted to find out health impacts due to benzenae and toluene exposure from the use of glue in the workplace of shoe manufactures in Ciomas, Bogor in 2017. Design of the study was cross sectional with variables of benzene and toluene content in indoor workspace, consentration of urinary S-PMA, and perceived health symptoms of workers. Samples of 34 respondents were obtained from 5 selected workshop. Analysis of the data was carried out descriptively. It was found that the content of benzene and toluene in glue are 0.1% and 55% respectively, indoor benzene vapor was below detection limit of the instrument (undetected), and concentration of urinary S-PMA was 0.24 µg/g creatinine. There was no benzene exposure to the workers in this study. High percentage of worker risk behavior were smoking, the use of PPE, and hand washing. Perceived symptoms of workers (more than 60%) were fatigue, headache, tingling. It is necessary to improve workplace with healthier and more conducive environment, and educate workers to use the PPE. ABSTRAKPenggunaan lem pada industri sepatu kemungkinan memberikan dampak kesehatan terhadap pekerja karena lem biasanya mengandung bahan berbahaya, seperti benzena dan toluena. Pemerintah sudah berupaya membuat kebijakan untuk mengendalikan penyakit akibat kerja, salah satunya adalah mengurangi pajanan bahan kimia berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kesehatan akibat pajanan benzena dan toluena yang berasal dari penggunaan lem di tempat kerja di sentra industri sepatu Ciomas, Bogor pada tahun 2017. Desain penelitian adalah potong lintang dengan variabel kandungan benzena dan toluena di udara ruang kerja, kandungan S-PMA dalam urin, dan gangguan kesehatan yang dialami oleh pekerja. Jumlah sampel pekerja sebanyak 34 orang yang berasal dari 5 bengkel kerja. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar benzena dan toluena dalam lem masing-masing adalah 0,1% dan 55%, kadar uap benzena di udara ruang kerja berada di bawah limit deteksi alat (tidak terdeteksi), dan rerata kandungan S-PMA dalam urin adalah 0,24 µg/g kreatinin. Tidak terjadi pajanan benzena terhadap pekerja industri sepatu di lokasi penelitian. Perilaku berisiko pekerja dengan persentase cukup tinggi adalah merokok, penggunaan APD, dan cuci tangan. Keluhan/gangguan kesehatan yang dirasakan (lebih dari 60%) adalah cepat lelah, sakit kepala, kesemutan. Perlu perbaikan lingkungan kerja yang lebih sehat dan nyaman, dan mengedukasi pekerja untuk menggunakan APD.Kata kunci: Lem sepatu, benzena, toluena, pajanan, industri sepatu rumahan
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.