Circulating debates concerning the intense influence of direct local election towards money politics remains ongoing among Indonesian scholars. This article demonstrates several aspects indicating the relationship between direct local election (Pilkada) and money politics. In more specific rhetoric, current practices in money politics tend to occur before and during the election day, engaging political actors, voters, and soaring capital. As the novelty of this article, the findings reveal that the likelihood of money politics would most occur within the environment where the existing regulation encourages corruption. Hence, people have less concern to support a fair election, inevitably due to the weak law enforcement, exacerbated by disengagement of political parties.
<p>- Era reformasi telah menandai babak baru dalam hal paradigma dan sikap Pemerintah Republik Indonesia terhadap salah satu wilayah terpenting dalam NKRI yakni Papua. Berbeda dari anggapan banyak kalangan mengenai sikap tidak peduli Pemerintah RI, beberapa kebijakan di tanah Papua saat ini justru memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam memelihara dan menyejahterakan rakyat Papua. Berbagai kebijakan yang telah dicanangkan memang belum sepenuhnya berjalan. Namun demikian, menganggap bahwa Pemerintah RI saat ini tidak bersungguh-sungguh berkomitmen meningkatkan taraf hidup masyarakat juga tidaklah tepat. Sehubungan dengan itu, tulisan ini ingin membahas seputar persoalan bentuk tanggung jawab apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah di Era Reformasi ini, mengapa dalam pelaksanaan tanggung jawab itu masih ada kendala, bagaimana pula dengan peran pemerintah daerah. Masih terkait dengan persoalan itu, pembahasan juga akan menyentuh diskusi mengenai relevansi separatisme bagi rakyat Papua dan apakah ide atau gerakan separatism itu adalah keinginan dari seluruh rakyat Papua saat ini. Pembahasan artikel ini akan ditutup oleh pembahasan mengenai langkah-langkah strategis apa yang harus dilakukan agar Tanah Papua menjadi semakin berkeadilan, beradab dan demokratis.</p><p><strong> </strong></p><p><strong>Kata Kunci: </strong>otonomi khusus, paradigma, kebijakan, nasionalisme, separatisme</p>
AbstrakPartai politik telah menemukan kembali momentum untuk dapat lebih berperan dalam proses politik termasuk dalam kontestasi pengisian jabatan publik. Tulisan ini membahas beberapa fenomena yang mengindikasikan adanya kondisi negatif dari eksistensi partai politik terkait dengan pilkada. Fenomena ini adalah tidak hadirnya sosok kepala daerah yang merupakan pimpinan partai di daerah itu, masih kuatnya peran jaringan non-partai dalam kontestasi politik, hingga dominasi pragmatisme dalam menentukan koalisi yang kerap menyingkirkan idealisme atau ideologi partai yang secara keseluruhannya memperlihatkan kerentanan partai di Indonesia. Tulisan ini menunjukkan hal-hal yang menyebabkan itu semua. Selain itu tulisan ini menawarakan beberapa solusi agar berbagai kelemahan itu dapat teratasi dan sekaligus diharapkan dapat meningkatkan kualitas pilkada di kemudian hari. Kata Kunci: partai politik, pilkada, pragmatisme
During 2014-2016, the United Development Party (PPP) experienced the most severe and prolonged internal fragmentation in its history. Since the beginning of 2014, the emergence of the twin Board of the Central Committee cemented the fragmentation that had occurred. Some people relate this phenomenon to the interests of the elites. However, the interest of the elites itself is something inevitable and in many cases is not necessarily the cause for prolonged fragmentation. e aim of this article, therefore, is to explain the factors that lead to the internal fragmentation. is article regards three main root-causes of the problem, namely (1) weak leadership, in particular the absence of a strong patron, which facilitates cadres' unrestricted freedom of action and makes them unable to maintain the Party unity, (2) the lack of an ideological bond that leads to the growth of exclusive-pragmatism, and (3) external factors, namely the government and coalition partners that are eager to preserve each con icting group's position.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.