Every citizen has the right to access the resources and health facilities, social security, health services, as well as attaining the highest degree of health. At the present, Covid-19 has become a global pandemic and has been declared a non-natural disaster, which could potentially be related to the citizen’s right to health as regulated with statutory law. This article analyses the dynamics that reflect the legality of national statutory law in the response Covid-19 in Indonesia. This article is based on normative legal research using a statutory approach and conceptual approach. The study found that the right to health has properly been regulated in the Constitution as well as human rights and health-related legislations, reflecting the presence of the state to interfere with the health problems of its citizens. Besides, this study suggests that legal culture, as a component of legal system theory, remains an issue in the efforts of handling the pandemic. There is still a part of the society that is not able to readily and consciously participate and involve in the response to Covid-19 in Indonesia.
Dalam mengatasi masalah harta kekayaan dari suami isteri yang telah melangsungkan perkawinan, dapat dilakukan melalui perjanjian perkawinan pasca pencatatan perkawinan dengan bentuk penetapan pengadilan negeri. Oleh karena itu jika ada suami isteri belum membuat perjanjian perkawinan yang keduanya bekerja dimana tempat kerjanya mempunyai resiko tinggi akan habisnya harta kekayaan yang diperoleh maka demi masa depan kehidupan suami isteri tersebut dan pendidikan anak-anaknya diperlukan suatu perjanjian perkawinan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yang selanjutnya data dianalisis secara normatif kualitatif.Data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang berupa studi kepustakaan dan penetapan pengadilan negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana kekuatan akta notariil perjanjian perkawinan yang dibuat pasca pencatatan perkawinan apabila yang menjadi dasar adalah penetapan dari hakim dan apa dasar pertimbangan hakim memutus permohonan penetapan tersebut dan akibat hukumnya terhadap pihak ketiga setelah adanya penetapan pengadilan negeri.Dari hasil penelitian ini disimpulkan, bahwa dasar dan pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pembuatan perjanjian perkawinan pasca pencatatan perkawinan adalah adanya persetujuan kedua belah pihak dari suami isteri, adanya kealpaan dan ketidaktahuan mereka tentang ketentuan pembuatan perjanjian perkawinan yang harus dibuat sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan dan adanya yurisprudensi dari penetapan hakim sebelumnya. Akibat hukum pembuatan perjanjian perkawinan pasca pencatatan perkawinan yang dibuat secara notariil adalah mengikat kedua belah pihak yaitu suami isteri sehingga terhadap kedudukan harta suami isteri akibat hukumnya menjadi terpisah satu dengan yang lainnya, sedangkan untuk pihak ketiga, mempunyai kekuatan yang mengikat, sepanjang penetapan tersebut pihak ketiga tidak merasa dirugikan.
Water demand continues to increase, while its availability was increasingly limited due to pollution. Therefore, the issue of legal sanction in the management of water resources was interesting to be examined because of the void of norm related to the sanction of administrative, civil and criminal sanction in Article 87-120 of Act Number 32 of 2009. So, this research was qualified into normative legal research with legal material from result of library research. The type of administrative legal sanctions were more effectively applied to protect water resources from pollution. Administrative Legal Sanction was not implemented through the judges, more easily and quickly implemented in providing protection against water resources, compared with sanctions of Criminal Law and Civil Law.
Pada tanggal 23 oktober 2017 ditetapkan Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 Tentang Penunjukan Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah. Keputusan Menteri tersebut telah memberikan penegasan terhadap pengakuan desa pakraman sebagai masyarakat hukum adat di Provinsi Bali. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, bagaimanakah memaknai konsep komunal atas tanah yang digunakan dalam Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 terkait keberadaan desa pakraman dan bagaimanakah konsekuensi yuridis Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 terhadap desa pakraman sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan konsep hukum. Sebagai hasil kesimpulan dalam penelitian ini adalah makna komunal atas tanah yang digunakan dalam Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 menegaskan bahwa hak komunal yang dimaksud merupakan hak pemilikan bersama masyarakat hukum adat dan merupakan hak atas tanah yang dapat disertipikatkan dan Konsekuensi yuridis terhadap penunjukan desa pakraman sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah menimbulkan hak dan kewajiban yang melekat bahwa tanah-tanah desa pakraman dapat didaftarkan ke kantor pertanahan dan desa pakraman berhak untuk mengurus urusan wilayahnya untuk membuat perjanjian dengan pihak ketiga sesuai dengan kesepakatan. Kata Kunci : Desa Pakraman, Hak Komunal, Pendaftaran Tanah
Keywords : Covernote, Legal Protection, Credit AgreementThe signing the credit agreement between the bank and the debtor using the guarantee will generally be bound by notarial deed to then in the process of loading the guarantee. Before the guarantee process is completed then the notary will issue Covernote to the bank as creditor. The purpose of this research is to find out how is the Covernote position issued by the notary in the credit agreement of the bank? And how the legal strength of covernote notary is to provide legal protection for banks as creditors in credit agreements. This research uses normative legal research methods. The results showed that the position of Covernote issued by a notary in a bank credit agreement only applies as a statement from a notary / PPAT as the official who made the Covernote who explained that there had been a credit or guarantee binding. Covernote is not proof of collateral, but only as an introduction and temporary evidence is a guide for the bank that will issue credit. Covernote notary does not have the legal force to provide legal protection for banks as creditors in credit agreements in the event of default when the guarantee process is still carried out by a Notary. Abstrak Kata kunci:Covernote, Perlindungan Hukum, Perjanjian Kredit.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.