<p>Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisis implikasi UU No. 11 tahun 2020 (UU Cipta Kerja) terhadap peraturan Bupati Kudus No. 43 tahun 2018. Masalahnya, mengapa pembentukan peraturan, khususnya di Kabupaten Kudus memakai peraturan bupati. Urgensinya penulisan ini adalah karena perkada tentang pembentukan produk hukum daerah sangat penting dalam penyelenggaraan otonomi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif/penelitian hukum doctrinal. Kebaharuan penelitian yaitu belum ada penelitian terdahulu yang membahas Peraturan Bupati Kudus No. 43 tahun 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembentukan produk hukum daerah, khususnya di Kabupaten Kudus melalui Perkada contohnya Peraturan Bupati Kudus No. 43 tahun 2018 adalah sesuatu yang tampaknya kontroversil mengingat Perdanya saja di Kabupaten Kudus dibentuk oleh DPRD Kabupaten Kudus dengan persetujuan bersama Bupati Kudus. Hal ini seakan-akan kontradiksi. (2) Implikasi dengan adanya revisi Pasal 250 UU Pemda No. 23 tahun 2014 oleh Pasal 250 dan Pasal 252 UU Cipta Kerja, maka Peraturan Bupati Kudus No. 43 Tahun 2018 harus menyesuaikan dengan Pasal 250 dan Pasal 252 UU Cipta Kerja.</p>
<p>Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kewenangan Direktorat Reserse Narkoba Polda Jateng dalam penanganan tindak pidana narkoba dan untuk memahami dan menganalisa kendala dan solusi kewenangan Direktorat Reserse Narkoba Polda Jateng dalam penanganan tindak pidana narkoba. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif.Hasil penelitian ini adalah : Kewenangan Direktorat Reserse narkoba Polda Jateng dalam penanganan tindak pidana narkoba secara garis besarmya dapat dibagi menjadi 2 yaitu lewat jalur "<em>penal"</em> (hukum pidana) dan jalur non penal. Dalam penerapan pidana terhadap tindak pidana narkotika dikenakan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, baik itu bagi masyarakat umum maupun anggota Kepolisian. Prosesnya yang membedakan antara masyarakat umum dan anggota Kepolisian, karena apabila anggota yang melakukan tindak pidana maka aka nada sidang kode etik yang diatur tersendiri dengan aturan yang berlaku yaitu Perkapolri No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pelanggaran terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan disiplin serta sanksi atas pelanggaran Kode Etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan seperti yang tercantum pada Pasal 12 ayat (1) PP No. 2 Tahun 2003 jo Pasal 28 ayat (2) Perkapolri No. 14 Tahun 2011. Jalur non penal yaitu dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang bahayanya narkotika kepada masyarakat maupun anggota Kepolisian serta ancaman pidana bila mereka melakukan tindak pidana narkotika. Kewenangan Direktorat narkoba Polda Jawa Tengah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana, faktor kebudayaan dan faktor masyarakat. Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Tengah dalam menanggulangi kejahatan narkoba di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya melakukan: upaya pre-emtif (penyuluhan) dengan melakukan kerjasama ke berbagai pihak perguruan tinggi negeri maupun swasta dan sekolah-sekolah dengan membuat MoU (Nota Kesepahaman) bebas dari narkoba. Upaya represif (penegakan hukum) mulai dari penyelidikan hingga penyidikan yang mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.</p>
<span lang="EN-US">Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana penanganan pelanggaran kode etik anggota </span><span>k</span><span lang="EN-US">epolisian di wilayah hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinan dan bagaimana penanganan ideal atas reposisi pelanggaran kode etik anggota </span><span>k</span><span lang="EN-US">epolisian di wilayah hukum Polda Jawa Tengah atas status perkawinannya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan undang-undang perkawinan nasional yang menganut asas monogami, begitu juga dengan seorang anggota </span><span>k</span><span lang="EN-US">epolisian hanya boleh mempunyai istri satu. Namun demikian boleh memiliki istri lebih dari satu apabila memenuhi syarat-syarat.</span><span lang="EN-US">Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah : Penanganan terhadap </span><span>a</span><span lang="EN-US">nggota Polisi yang melakukan pelanggaran kode etik anggota Kepolisian Indonesia atas status perkawinan di wilayah hukum Polda Jawa Tengah, misalnya oknum anggota melakukan kawin siri yaitu pertama adanya laporan, terus dilakukan pe</span><span lang="DA">nyelidikan, dan penyidikan</span><span lang="EN-US"> untuk mengungkap kebenaran kasus tersebut, s</span><span lang="DA">etelah kabar itu benar, maka dilakukan pemeriksaan perkara yang menghadirkan barang bukti dan para saksi maupun korban, setelah dikumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari para saksi maupun korban, maka dibuat berita acara pemeriksaan dan dibuat berita acara pemeriksaaan (BAP) dan dilakukan persidangan terhadap terduga pelanggar dan para saksi maupun korban, serta dijatuhi hukuman kalau benar bersalah sesuai aturan yang berlaku. </span><span lang="EN-US">Perkap No 6 Tahun 2018 sebagai aturan yang ideal dalam p</span><span lang="DA">enanganan </span><span lang="EN-US">tentang perkawinan bagi anggota Polri, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang </span><span lang="DA">K</span><span lang="EN-US">ode </span><span lang="DA">E</span><span lang="EN-US">tik </span><span lang="DA">P</span><span lang="EN-US">rofesi </span><span lang="DA">Kepolisian Negara Republik Indonesia, </span><span lang="EN-US">Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin anggota Polri</span><span lang="DA"> dan merujuk pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. </span><span lang="DA">Adapun tahap penanganan yang ideal terhadap anggota polisi yang melakukan pelanggaran kode etik profesi tentang status perkawianan adalah:</span><span> a</span><span lang="DA">nggota yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar kode etik maka dilakukan pennyelidikan, dan penyidikan</span><span lang="EN-US">,</span><span> s</span><span lang="DA">etelah itu dilakukan pemeriksaan perkara yang menghadirkan barang bukti dan para saksi maupun korban,</span><span> s</span><span lang="DA">etelah dikumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari para saksi maupun korban, maka dibuat berita acara pemeriksaan dan dibuat berita acara pemeriksaaan (BAP),Berita acara pemeriksaan (BAP) ini kemudian disampaikan kepada Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) untuk ditindaklanjuti,</span><span> d</span><span lang="DA">ilakukan persidangan terhadap terduga pelanggar dan para saksi maupun korban,Setelah dilakukan persidangan maka Komisi Kode Etik Profesi memutuskan perkara dengan memberikan sanksi,Setelah diputuskan maka tersangka/terpidana menerima dan menjalani sanksi putusan dengan hukuman terberat adalah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) </span>
<p><em>The purpose of this study was to find out the Judge’s consideration of the Decision Number 40/G/2020/PTUN.Smg on the validity of the islamic boarding school diploma as a requirement for participation in the Village Head election and to find out the Judge’s application of the law on the validity of the islamic boarding school diploma as a requirement for participation in the village head election in the analysis on Decision Number 40/G/2020/PTUN.Smg. This study was normative juridical research using a qualitative analytical method based on a literature review. Based on the results of this study, it can be concluded that in his legal consideration, the Judge stated that the Plaintiff’s interest was not harmed. The Plaintiff did not have the legal standing to file a lawsuit in the State Administrative Court.</em><em> T</em><em>he issue of determining the diploma validity as a requirement for nomination to the village head election was not addressed further in the decision. Judges should not only decide in a procedural manner, but also prioritize the resolution of the dispute substance. The application of law to be considered by the Judge must include the three fundamental values of legal objectives, namely legal justice, benefit, and certainty.</em></p><p> </p><p>Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan Hakim atas putusan Nomor 40/G/2020/PTUN.Smg terhadap keabsahan ijazah pondok pesantren sebagai syarat keikutsertaan pemilihan kepala desa dan penerapan hukum yang seharusnya diterapkan Hakim atas keabsahan ijazah Pondok Pesantren sebagai syarat keikutsertaan Pilkades dalam kajian putusan Nomor 40/G/2020/PTUN.Smg. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode analitis kualitatif berdasarkan studi pustaka. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan penggugat tidak memiliki kepentingan yang dirugikan sehingga penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Terhadap pokok permasalahan penentuan keabsahan ijazah sebagai syarat pencalonan pemilihan kepala desa tidak dipertimbangkan lebih lanjut di dalam putusan. Hakim seharusnya tidak sekedar memutus secara prosedural saja, namun harus mengedepankan penyelesaian subtansi pokok sengketa. Penerapan hukum yang seharusnya diterapkan dalam pertimbangan Hakim harus memuat ketiga nilai dasar tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.</p><p> </p><p> </p><p><strong> </strong></p><p align="center"><strong><em>Abstract</em></strong><strong><em></em></strong></p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><p> </p><p><em> </em><em></em></p>
<p><em>The purpose of this study was to find out and explain legality of carbon tax from philosophical, juridical, and sociological perspective and carbon tax imposition according to Law Number 7 of 2021 concerning Harmonization of Tax Regulations. This research is very important because das sein is not always in line with das sollen is need for application of carbon tax where up to now carbon tax has not been implemented because implementation guidelines are not yet available or not ready. Many studies, scholars, and national organizations recommend carbon taxes to reduce Greenhouse Gas (GHG) emissions. This research type was descriptive normative qualitative. Research specification was descriptive analytical. Results were carbon tax legality in terms of philosophical basis, namely climate control instrument in achieving sustainable economic growth according to polluter pays principle. Juridical basis was that there is no regulation regarding carbon tax. Sociological basis was that Government of Indonesia is committed to reducing carbon emissions by 29% independently by 2030. The imposition of carbon tax is imposed on carbon emissions that have negative impact on the environment. Subject of carbon tax was an individual taxpayer or corporate taxpayer who buys goods containing carbon and/or carries out activities that produce carbon emissions. Object of the carbon tax was fossil fuels and emissions. Carbon tax rate was set at minimum Rp. 30.00 (thirty rupiah) per kilogram of carbon dioxide equivalent (CO<sub>2</sub>e) or its equivalent unit.</em></p><p> </p><p>Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan keabsahan pajak karbon ditinjau dari landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis dan pengenaan pajak karbon menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.Penelitian ini sangat penting karena <em>das sein</em> tidak selalu sejalan dengan <em>das sollen</em> adalah perlunya penerapan pajak karbon dimana sampai dengan saat ini pajak karbon belum bisa diterapkan karena peraturan petunjuk pelaksanaan (juklak)-nya belum ada atau belum siap. Banyak penelitian, cendekiawan, dan organisasi nasional merekomendasikan pajak karbon untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Jenis penelitian ini adalah kualitatif normatif deskriptif. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian yaitu keabsahan pajak karbon ditinjau dari landasan filosofis yaitu instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (<em>polluter pays principle</em>). Landasan yuridis yaitu belum adanya pengaturan mengenai pajak karbon. Landasan sosiologis yaitu Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% secara mandiri tahun 2030. Pengenaan pajak karbon yaitu pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Subjek pajak karbon adalah wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Objek pajak karbon adalah bahan bakar fosil dan emisi yang dikeluarkan. Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp. 30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO<sub>2</sub>e) atau satuan yang setara.</p><p> </p><p> </p><p align="center"><strong><em> </em></strong></p><p align="center"> </p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.