Since the launch of Law No. 6/2014 regarding villages, scholarly concerns on village studies are growing. However, studies focusing on gender equality in Village Law implementation are still few. This article discusses the responses of the village government to gender problems in their respective areas. Based on field research in two villages in Java, namely Panggungharjo and Lerep, this article recognizes that there is greater attention on gender issues since the implementation of the law. However, village heads still dominate village policymaking. Further, although gaining some supports, gender issues are still placed as the secondary among the village development priorities. They also lack of empowerment programs that will have a direct impact on the improvement of gender equality. Considering these criticisms, there is a crucial need for the national government to issue regulations that will encourage a stronger assertion of gender equality in Village Law implementation.
Pandemi yang diakibatkan infeksi Covid-19 sejak akhir 2019 hingga saat ini memberikan pelajaran baru atas pendekatan kebijakan. Selama ini, ilmuan cenderung melihat kebijakan pada dari dua kutub pendekatan, yaitu kebijakan sebagai business as usual dan kebijakan di masa krisis. Munculnya pandemi ini rupanya menghadirkan tantangan yang jauh lebih besar dari apa yang dibayangkan dalam kebijakan dalam situasi krisis. Mulai dari ketidakjelasan informasi tentang virus, ketidakpastian berakhirnya penularan, dilema prioritas kesehatan dan ekonomi, terbatasnya sumberdaya yang dimiliki, adalah beberapa persoalan global yang terus mencuat di tengah tekanan publik yang makin besar terhadap kebijakan pemerintah. Artikel ini berusaha mengurai kerumitan kebijakan dalam konteks Covid-19, yang penulis sebut sebagai kebijakan multi-krisis. Dengan mengandalkan pada penelitian sekunder dengan sumber utama adalah dokumen-dokumen literatur, maka artikel ini adalah tawaran ide dalam mengkerangkai teori kebijakan.
Tulisan ini mengkaji kecenderungan partisipasi pemilih pemula di Jawa Tengah menjelang Pemilihan Gubernur 2018, dengan lokasi penelitian di Kabupaten Temanggung. Sebagaimana diketahui, partisipasi politik dalam pemilu sering dikaitkan dengan persentase kehadiran pemilih dalam tempat pemungutan suara (TPS). Tingkat partisipasi politik ini seringkali dihubungkan dengan legitimasi hasil pemilu, yakni seberapa besar dukungan suara yang didapat oleh pemenang pemilu, dimana makin tinggi tingkat partisipasi maka hasil pemilu dianggap semakin legitimatif. Pemilih muda dan pemilih pemula dalam kajian partisipasi politik saat ini semakin mendapatkan perhatian dari kalangan ilmuan politik di Indonesia. Pertanyaannya kemudian, bagaimana dinamikanya di lapangan, dan bagaimana para pemilih muda memiliki persepsi tentang kandidat dan pemilu menarik untuk ditelisik lebih jauh. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pemilih muda skeptis terhadap politik, pemilu dan kandidat, walaupun mereka bukan warga negara yang pesimis. Mereka tetap anti-hoaks, meskipun juga ada sebagian yang menoleransi politik uang. Kelompok muda ini juga terbuka dengan berbagai program pendidikan politik dan masih memiliki harapan terhadap hasil pemilu yang transformatif.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.