The existence or presence of micro, small and medium enterprises (“UMKM”) has an economic, social, and political impact. Goods or services produced from UMKM activities have economic value and are cheap. UMKM has advantages, one of which is having a strategic role in dealing with the ups and downs of the economy in Indonesia. Licensing is needed to guarantee the business activities of UMKM actors. Licensing is very important for UMKM players considering the increasingly global business competition and currently entering the process of economic liberalization. It is clear in Government Regulation Number 7 of 2021 concerning Ease, Protection, and Empowerment of Cooperatives and Micro, Small and Medium Enterprises, that in order to increase national economic growth, empowerment and licensing of UMKM is needed. The method used in this paper is normative juridical. The legal issue that will be examined in this paper is regarding the licensing of UMKM that provide legal protection and create a welfare state. UMKM licensing as a form of legal protection has an important value and has an impact, namely the business becomes legal, is provided with legal assistance, is used for capital applications with the aim of improving the quality and quantity of products and being able to compete with products from within and outside the country, access to business assistance from the government, and empowerment or supervision from the government so as to create a welfare state.
Mineral and coal mining activities in Indonesia have been going on for a long time, and because of that, many legal instruments that support them have been established. This article traces the development of mineral and coal mining policies from the colonial period to the current reform, with the aim of capturing in general the dynamics of the existing policy developments. The study of this article shows that mining policies during the colonial period were part of the politics of colonialization, so that they were exploitative and monopolistic in character. For this purpose, a concession/permit management system is applied. After independence, the spirit of nationalism was embodied in a law that allowed for the nationalization of foreign mining companies, as well as closing the meeting for foreign investment. However, since 1967, foreign investment has been widely opened, as well as the introduction and use of an enterprise system based on a contract of work, a work agreement, and a mining authorization. Post-reformation, with the spirit of decentralization and regional autonomy, mining policy was directed to support the authority of mining management by local governments, and at the same time, started to use a system of exploitation based on mining business permits. Recent developments, the authority of this local government was taken over by the central government. The various dynamics of these developments show that mineral and coal mining has always been seen as a strategic commodity so that it deserves to be contested, whether it was formerly by the colonial authorities or later by the central and local governments, and laws were then enacted to support these goals. Abstrak Aktivitas pertambangan mineral dan batubara di Indonesia telah berlangsung sejak lama, dan karena itu, instrumen hukum yang mendukungnya tentu telah banyak pula dibentuk. Artikel ini menelusuri perkembangan kebijakan pertambangan mineral dan batubara dari masa kolonial sampai reformasi saat ini, dengan tujuan memotret secara umum dinamika perkembangan kebijakan yang ada. Kajian artikel ini memperlihatkan kebijakan pertambangan pada masa kolonial merupakan bagian dari politik kolonialisasi, sehingga berwatak eksploitatif dan monopolistik. Untuk kebutuhan tersebut, diberlakukan sistem pengusahaan konsensi/izin. Setelah kemerdekaan, semangat nasionalisme dituangkan dalam hukum yang memungkinkan dilakukannya nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan tambang asing, sekaligus menutup rapat bagi investasi asing. Namun, sejak 1967, investasi asing dibuka lebar, sekaligus mulai diperkenalkan dan digunakan sistem pengusahaan berdasarkan kontrak karya, perjanjian karya, dan kuasa pertambangan. Pasca-reformasi, dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, maka kebijakan pertambangan diarahkan untuk mendukung kewenangan pengelolaan pertambangan oleh pemerintah daerah, dan pada saat bersamaan, mulai digunakan sistem pengusahaan berdasarkan izin usaha pertambangan. Perkembangan terkini, kewenangan pemerintah daerah ini diambil alih oleh pemerintah pusat. Berbagai dinamika perkembangan tersebut memperlihatkan bahwa pertambangan mineral dan batubara selalu dipandang sebagai komoditas strategis sehingga layak diperebutkan, entah itu dulunya oleh penguasa kolonial maupun belakangan oleh pemerintah pusat dan daerah, dan hukum kemudian diadakan untuk mendukung tujuan-tujuan tersebut.
Koperasi yang sudah ada sejak lama, keberadaanya tidak pernah padam. Hal pendorong yang menjadi penyebab utama tetap eksis nya koperasi di Indonesia ialah dasar dari koperasi itu sendiri yaitu kekeluargaan. Sebagai badan usaha, koperasi bertujuan agar tercapainya keadilan dan kemakmuran di masyarakat dengan dasar Pancasila dan amanat konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Oleh sebab itu, koperasi dijadikan tonggak pada perekonomian di Indonesia. Pandangan tersebut didukung oleh pemerintah pada Orde Lama hingga Orde Reformasi. Dibandingkan badan usaha lainnya, koperasi dianggap sebagai badan usaha yang sangat sesuai dengan ekonomi rakyat. Koperasi juga dianggap sebagai wadah dari perekonomian masyarakat, artinya para masyarakat yang memiliki usaha dapat bergabumg dengan koperasi untuk meningkatkan perekonomian nasional. Tidak hanya koperasi, Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (“UMKM”) serupa dengan koperasi. UMKM dapat meningkatkan perekonomian nasional, melihat kejadian pada tahun 1998, krisis ekonomi melanda Indonesia. UMKM dianggap dapat menopang perekonomian Indonesia, pemerintah berharap agar UMKM menjadi bagian dari koperasi, pemerintah jadi lebih mudah menjangkau dan melakukan pengawasan terhadap masyarakat khususnya di pedesaan. Dianggap sebagai penunjang ekonomi masyarakat, karena UMKM memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Koperasi dan UMKM mendapat perhatian dari pemerintah, dengan kemudahan yang diberikan untuk menunjang kemajuan dari koperasi dan UMKM.Kata Kunci : koperasi; UMKM; penggabungan.
The Covid-19 pandemic in different countries, particularly in terms of performing their duties and functions, has both direct and indirect implications on the judiciary. This paper calls for a contrast between the implementation of law emergencies in the United States and the judiciary's reflection in Indonesia. The study uses the comparative approach in constitutional law to provide advice, which needs to be avoided in the Indonesian constitutional law by researching legal material and procedures in other countries' constitutional law. This article concludes that the Law of Judicial Power and the Law of Procedure in Indonesia require strict legal material on how procedural law does not give delegates too much technical, regulatory authority to each court during the time of crisis and has the potential to create unequal policies in the future to deal with judicial emergencies so that regulation is necessary.
Sejak keberlakuan PP No. 36 Tahun 1998 hingga PP No. 11 Tahun 2010, dalam pelaksanaannya belum dijalankan dengan efektif. Tahun 2020 terdapat 9.000 kasus sengketa konflik di bidang pertanahan yang terjadi di Indonesia. Konflik tersebut tak lain adalah mengenai kawasan telantar. Apabila tidak segera ditangani, penelantaran kawasan berakibat pada kesenjangan sosial dan ekonomi. Untuk meminimalisir permasalahan tersebut pemerintah menerbitkan PP 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Namun dalam pemanfaatannya belum sesuai dengan kaidah Pancasila. Salah satunya adalah ketentuan Pasal 8 butir b dan Pasal 20 ayat (3) PP 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Carut marutnya penataan kawasan terlantar menyebabkan stagnasi berkepanjangan di bidang pertanahan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif doktirnal dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memberikan analisis dan evaluasi kesesuaian PP 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar terhadap Pancasila. Sebagai instrumen pengelolaan pertanahan, penulisan ini memberikan rekomendasi atau novelty diperlukan pengevaluasian lebih lanjut melalui executive review untuk melakukan revisi terhadap muatan-muatan PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar khusunya di dalam pasal agar terciptanya kegiataan Penertiban kawasan dan tanah terlantar yang berkeadilan dan berkesejahteraan serta tidak mengulang masa kelam rezim pengaturan sebelumnya.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.