ABSTRAKAbaka penghasil serat alam yang menjadi bahan baku pulp kertas uang. Serat alam yang berasal dari abaka, mempunyai sifat ramah lingkungan dan berkearifan lokal, sangat disukai oleh para konsumen pabrikan. Dewasa ini kebutuhan serat abaka di dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Pulp dan kertas yang berasal dari abaka mempunyai keunggulan di antaranya tahan sobek, kalau sudah menjadi kertas sulit dipalsukan atau kertas yang dihasilkan digunakan untuk , kertas yang sulit ditiru, materai, kertas dukomen(segel, sertifikat, ijazah dan kertas penting lainnya). Bank Indonesia (BI) mulai tahun 2014 lebih serius untuk menggunakan bahan baku serat kapas dan serat abaka dalam negeri. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Mata Uang N0. 7 Tahun 2011 pada pasal 9 (2) agar mengutamakan bahan baku dalam negeri (lokal) dengan menjaga mutu, keamanan dan harga yang bersaing dalam mencetak Uang Rupiah. Panen perdana abaka pada umur 18-20 bulan setelah tanam. Pada saat itu belum ada pendapatan bagi petani, adanya tumpangsari antara cabai + abaka memberikan sumber pendapatan, karena cabai merupakan tanaman semusim sehingga hasil panen cabai dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan petani dalam masalah keuangan. Disamping itu masih ada tanaman tegakan (jabon,atau sengon). Pola tumpangsari abaka + cabai kecil bisa memberikan keuntungan sebesar Rp. 21.333.000,-Dengan demikian pengembangan abaka mempunyai prospek yang cukup baik. Tujuan dari pada penulisan review ini untuk memberikan dukungan eksistensi inovasi pengembangan abaka sebagai sumber serat alam yang memberikan kontribusi dalam menyediakan bahan baku kertas uang yang dicanakan oleh Bank Indonesia (BI)dan membuka lapangan kerja di pedesaan, serta memberikan sumber pendapatan para petani.
ABSTRAKBioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang strategis untuk dikembangkan. Salah satu substrat yang menjanjikan untuk digunakan adalah molase. Molase merupakan hasil samping industri gula kristal tebu yang masih mengandung gula yaitu sekitar 45-54,6%.Bioetanol dari molase tebu berpotensi untuk dikembangkan karena sangat menguntungkan, pasokan cukup besar, tersedianya teknologi proses, serta tidak bersaing dengan pangan. Tulisan ini mengulas hasil-hasil penelitian dan implikasinya tentang bahan baku, proses, lingkungan yang berpengaruh serta strategi untuk meningkatkan produktivitas bioetanol dari molase tebu melalui rekayasa proses fermentasi. Pada pembuatan etanol, fermentasi merupakan proses yang memegang peranan penting. Pengaturan lingkungan fermentasi seperti suhu, pH, dan tekanan berpengaruh terhadap bioproses dalam fermentasi. Begitu pula penambahan bahan suplemen seperti gula, garam, dan ion logam menurut jenis dan konsentrasi yang tepat juga dapat mengoptimalkan proses fermentasi. Selain pengelolaan lingkungan dan penambahan bahan suplemen, strategi untuk peningkatan produktivitas bioetanol dari molase dapat dilakukan dengan: 1) penggunaan mikrobia selain Saccharomyces cerevisiae; 2) pretreatment; dan 3) metode fermentasi kontinyu. Penggunaan mikrobia selain Saccharomyces cerevisiae, seperti Zymomonas mobilis dapat meningkatkan produktivitas etanol hingga 55,8 g/L atau 27,9% dari total gula reduksi.Perlakuan pretreatment dapat meningkatkan produktivitas mikrobia dalam mengkonversi gula menjadi etanol, sedangkan penggunaan metode fermentasi secara kontinyu dapat meningkatkan produktivitas sebesar + 4.75 g/L/jam. Kata kunci : fermentasi, bioetanol, molase, bioproses ABSTRACT Bioethanol is one of strategic alternative fuel to develop. One of substrate that promises to be used is molasses. Molasses is by-product of sugar industry which contain of sugar about 45-54,6%. Bioethanol from sugarcane molase is necessary to develope because it is very profitable, large supply, availability technology, and no-competion to food. This paper was aimed to reviews some research results and their implications on raw materials, processes, advanced environments and strategies to increas bioethanol productivity of molasses through the fermentation process engineering. In the manufacture of ethanol, fermentation is an important holding process. In ethanol production, fermentation plays an important role. Fermentation environments arragement such as temperature, pH, and pressure can effect on bioprocess of fermentation. Similarly, the addition of supplemental ingredients such as sugar, salt, and metal ions by appropriate type and concentration can also optimize the fermentation process. In addition to environmental arrangement and supplemental adding, strategies to improve bioethanol productivity of molasses can be accomplished by 1) the use of microbes other than Saccharomyces cerevisiae; 2) pretreatment; and 3) continuous fermentation method. The use of microbes other than Saccharomyces cerevisiae, such ...
<p>ABSTRAK</p><p>Pemilihan varietas unggul baru yang beradaptasi pada kondisi <br /> agroekologi kering merupakan langkah yang bijak dalam mendukung <br /> program pengembangan tebu. Karena kebutuhan air tanaman tebu di lahan kering hanya dipenuhi dari hujan, diperlukan strategi untuk tetap mengoptimalkan produksi dengan mengeliminasi cekaman kekeringan. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan November 2012 untuk melakukan pengujian terhadap adaptasi enam varietas unggul tebu yang toleran terhadap lahan kering. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Ngemplak, Pati. Penelitian disusun dalam rancangan petak terbagi yang diulang sebanyak lima kali. Juringan (sistem tanam tebu dalam baris) yang digunakan berukuran panjang 8 m dan lebar 10 m, serta jarak pusat ke pusat (pkp) 1 m. Parameter yang diamati meliputi persentase tumbuh, tinggi tanaman, panjang batang, jumlah dan panjang ruas, diameter batang, bobot batang per meter, persen brix nira, dan rendemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Kentung dan BL menghasilkan bobot tebu (721,75 g/m dan 749,25 g/m) dengan rendemen masing-masing sebesar 8,54% dan 8,25%. Kedua varietas ini cocok untuk dikembangkan pada kondisi agroekologi lahan kering.</p><p>Kata kunci: <em>Saccharum officinarum</em>, uji adaptasi, lahan kering, varietas unggul</p><p> </p><p> </p><p>ABSTRACT</p><p>Selection of new superior varieties adapted to dry agroecology was <br /> a wise move to support the development of sugarcane. In general, the land thus fulfilled its water from the rain. Therefore we need a strategy for <br /> optimizing the production of sugarcane by eliminating barriers. In fiscal <br /> year 2012 research activities was carried out to test six varieties of <br /> sugarcane for sugar cane clones tolerant of dry land. Research activities <br /> were located at Ngemplak, Pati. The design used is split plot design <br /> repeated 5 times. Plot size, are 8 m long, 10 m wide and center to center <br /> distance 1 m. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) <br /> followed by LSD 5%. The parameters observed were growth percentage, <br /> plant height, stem lenght, number of segments, segment length, stem <br /> diameter, weight stem per meter, percent brix of sap, and yield of <br /> sugarcane per meter. The results are superior sugarcane varieties, BL and <br /> Kentung varieties produce cane weight 721.75 g / m and 749.25 g / m <br /> showed that respectively; and yield 8.54% and 8.25% the highest respectively. Both varieties are s uitable to be developed in dry land agroecological condition.</p><p>Keywords:<em> Saccharum officinarum</em>, adaptation test, dry land, superior varieties</p>
The purpose of this study are to understand (i) the costs and periods optimal of grease used for the replacement and maintenance bearing trailer in Sugar Group Companies (SGC), and (ii) the effect of a period and frequency of grease, lifetime bearing, frequency of replacement bearing in a year, unit trailer, brand bearing, and location of plant. The basic method used is descriptive and analytical. The location determined were in Workshop Division PT. ILP, PT. SIL, and PT. GPM. The analytical method used analytical tables, charts, and multiple regression analysis. The optimal period of grease based on bearing replacement and maintenance costs: (i) PT. ILP both brand A and B: Fertilizer Trailers (FT), Water Tank (WT), Side Tipping Trailer (STT), and Tank Moving (TS) is on 5 days, while Patria (PTR) and Disc Harrow (DH) on 3 days; (ii) PT. SIL both brand A and B unit trailer: FT, WT, PTR, STT, and TS on 5 days unless DH on 3 days; and (iii) PT. GPM for brands B for all unit (FT, WT, PTR, STT, TS, and DH) on 5 days, nor brand A except DH on 3 days. The factors that effect is a period of grease, bearing replacement and frequency of grease in one year. Cost of replacement and maintenance brand A < B. PT. ILP has the lowest costs than PT. SIL and PT. GPM.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.