A quantitative PCR (qPCR)-assay was developed to detect airborne inoculum of Nothopassalora personata, causal agent of late leaf spot (LLS) on peanut, collected with a modified impaction spore trap. The qPCR assay was able to consistently detect as few as 10 spores with purified DNA and 25 spores based on crude DNA extraction from rods. In 2019, two spore traps were placed in two peanut fields with a history of LLS. Sampling units were replaced every 2 to 4 days and tested with the developed qPCR assay, while plots were monitored for symptom development. The system detected inoculum 35 to 56 days before visual symptoms developed in the field, with detection related to environmental parameters affecting pathogen life-cycle and disease development. This study develops the framework of the qPCR spore trap system and represents the initial steps towards validation of the performance of the system for use as a decision support tool to complement integrated management of LLS.
We evaluated the occurrence of fungicide resistance phenotypes in populations of Nothopassalora personata, the causal agent of late leaf spot (LLS), sampled from South Carolina peanut fields in 2018 using a modified detached leaf assay (DLA). Spore suspensions obtained from each of 72 groups of LLS-symptomatic leaves collected from nine counties were used in the DLA to examine phenotypic resistance to four site-specific fungicides (azoxystrobin, benzovindiflupyr, prothioconazole, and thiophanate-methyl) and one multisite contact fungicide (chlorothalonil). Lesion development was measured as a binary event in which presence of a lesion indicated control failure (phenotypic resistance) and absence of a lesion indicated successful control (sensitivity). Phenotypic resistance probabilities of N. personata samples to each site-specific fungicide were compared against the control fungicide (chlorothalonil). Variation in phenotypic resistance probabilities to the four single-site fungicides was observed from most counties (6 of 9), with frequencies of phenotypic resistance having differed among counties. The DLA facilitated rapid evaluation of N. personata phenotypic resistance to azoxystrobin, benzovindiflupyr, prothioconazole, and thiophanate-methyl. This assay has potential to be used as an alternative method for routine monitoring of phenotypic resistance, identification of populations to test for the presence of resistance genes, and improving reliability of current fungicide recommendations.
Penyakit jamur akar putih (JAP) merupakan salah satu penyakit penting di perkebunan karet Indonesia karena dapat menyebabkan kematian tanaman dan kerugian ekonomi yang cukup tinggi. Salah satu usaha pengendalian penyakit JAP adalah pengobatan tanaman sakit dengan menggunakan biofungisida. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui efektivitas biofungisida berbahan aktif beberapa mikroorganisme antagonis terhadap penyakit JAP pada skala laboratorium, rumah kaca, dan lapangan. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Sembawa mulai Juli 2012 sampai April 2013. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah formulasi biofungisida yang mengandung cendawan antagonis Trichoderma viridae, T. harzianum, Paecilomyces lilacinus, dan bakteri antagonis Bacillus subtilis. Percobaan terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengujian antagonisme formulasi biofungisida terhadap R. microporus di laboratorium dengan menggunakan metode uji ganda, studi efektivitas formulasi biofungisida terhadap penyakit JAP pada bibit karet dalam polibeg klon PB 260 di rumah kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap enam perlakuan dan tiga ulangan yang terdiri dari kombinasi biofungisida + pupuk hayati berbahan aktif mikoriza serta perlakuan fungisida kimia sebagai pembanding, dan studi efektivitas formulasi biofungisida terhadap penyakit JAP pada tanaman karet belum menghasilkan klon PB 260 di lapangan dengan menggunakan rancangan acak kelompok sembilan perlakuan dan tiga ulangan yang terdiri dari beberapa perlakuan biofungisida dan fungisida kimia pembanding. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan biofungisida mampu menekan perkembangan R. microporus dengan rata-rata penghambatan sebesar 57,62%. Pengujian di rumah kaca dengan perlakuan kombinasi biofungisida 100 g dan pupuk hayati 200 g cukup efektif menurunkan intensitas serangan JAP sebesar 5,56% dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman yang terlihat dari pertumbuhan akar, tinggi tanaman, dan biomassa kering yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Pengujian biofungisida pada TBM menunjukkan penurunan intensitas serangan penyakit sebesar 18,33% s.d. 23,33% yang tidak berbeda nyata dengan fungisida kimia pembanding dan perlakuan biofungisida 20 g/pohon memiliki penurunan intensitas serangan penyakit paling tinggi dibandingkan perlakuan biofungisida lainnya. Dari ketiga pengujian menunjukan biofungisida tersebut efektif digunakan untuk mengendalikan penyakit JAP. Diterima : 28 April 2015; Direvisi : 28 Agustus 2015; Disetujui : 10 September 2015 How to Cite : Kusdiana, A. P. J., Munir, M., & Suryaningtyas, H. (2015). Pengujian biofungisida berbasis mikroorganisme antagonis untuk pengendalian penyakit jamur akar putih pada tanaman karet. Jurnal Penelitian Karet, 33(2), 143-156. Retrieved from http://ejournal.puslitkaret.co.id/index.php/jpk/article/view/179
Salah satu tahapan penting untuk mendapatkan klon unggul yang tahan terhadap Penyakit Gugur Daun Corynespora (PGDC) adalah uji ketahanan klon-klon karet terhadap serangan jamur Corynespora cassiicola. Untuk mendapatkan hasil yang tepat, diperlukan informasi genetik dari isolat C. cassiicola yang digunakan. Analisis sidik jari DNA dari tujuh isolat C. cassiicola sudah dilakukan dengan menggunakan teknik RAPD. Isolat C. cassiicola diisolasi dari klon karet GT 1 di tujuh sentra perkebunan Karet di Indonesia yaitu Bengkulu (CBK), Lampung (CLP), Kalimantan Barat (CKB), Jawa Tengah (CJT), Sumatera Selatan (CSS), Jambi (CJB) dan Sumatera Utara (CSU). Hasil analisis RAPD menggunakan 15 primer menunjukkan bahwa keragaman genetik tujuh isolat C. cassiicola cukup tinggi (89,3%). Nilai kesamaan genetik antara isolat bervariasi, dimana kesamaan genetik tertinggi ditemukan antar isolat Sumatera Selatan dengan Jambi yaitu (68,49%) dan kesamaan terendah antara isolat Lampung dengan Sumatera Selatan (51,09%). Analisis UPGMA menunjukkan isolat terbagi ke dalam empat kelompok. Dari 15 primer yang digunakan, 10 primer yaitu OPN-04, OPN-05, OPN-11, OPN-12, OPN-19, OPN-20, OPH-04, OPH-09. OPH-12 dan OPH-16 mampu menghasilkan pola spesifik pada masing-masing isolat, sehingga dapat digunakan sebagai metode identifikasi alternatif. Diterima : 19 September 2011; Disetujui : 15 Oktober 2011How to Cite : Oktavia, F., Munir, M., Suryaningtyas, H., & Kuswanhadi. (2011). Karakterisasi sidik jari DNA isolat Corynespora cassiicola yang berasal dari berbagai sentra perkebunan karet Indonesia. Jurnal Penelitian Karet, 29(2), 118-129. Retrieved from http://ejournal.puslitkaret.co.id/index.php/jpk/article/view/244
Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan Rigidoporus microporus (Sw.) Overeem masih menjadi penyakit penting dan merugikan pada perkebunan karet Indonesia hingga saat ini. Upaya pengendalian JAP secara biologi terus dilakukan untuk melengkapi cara lain yang telah ada (kimia dan kultur teknis) agar diperoleh hasil yang lebih efisien dan efektif. Studi pendahuluan pemanfaatan bahan tanaman antagonis telah memberikan capaian yang prospektif. Diperolehnya ekstrak tanaman antagonis kunyit (C. domestica) yang efektif untuk pengendalian JAP. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas, persistensi, dan fitotoksisitas bahan nabati tersebut yang diekstrasi menggunakan berbagai bahan pelarut dan dibuat dalam berbagai bentuk formula. Hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian Sembawa menunjukkan bahwa pada kondisi laboratorium ekstrak kunyit efektif menekan perkembangan cendawan R. microporus sebesar 43,25% s.d. 65,13% terhadap kontrol. Pada kondisi rumah kaca diperoleh hasil bahwa formula ekstrak kunyit 20 EC + pelarut n-hexane dapat menurunkan intensitas serangan penyakit JAP sebesar 20,80%. Semua jenis formula yang diuji tidak toksik terhadap tanaman karet dan memiliki persistensi yang baik sampai empat hari setelah aplikasi formula ke media tanam (tanah) dalam polibeg.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.