AbstrakTulisan ini bertujuan untuk mengungkap motif-motif Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menerbitkan fatwa peribadatan masyarakat muslim saat Pandemi COVID-19. Dalam mengekskplore motif tersebut, penulis menggunakan teori tindakan sosial dan dominasi kekuasaan yang digagas oleh Max Weber. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, peneliti melakukan deskripsi dan interpretasi data dari sumber primer yang diambil dari situs resmi MUI dan data lain yang mendukung hasil penelitian. Adapun hasil dari tulisan ini adalah: Pertama, melalui sudut pandang tindakan sosial Max Weber, MUI merupakan aktor dari tindakan sosial keagamaan yang mengharapkan masyarakat muslim Indonesia terpengaruh dengan anjuran-anjuran model ibadah saat Pandemi COVID-19 melalui fatwa yang diterbitkan. Kedua, motif tindakan sosial keagamaan MUI melalui fatwa yang diterbitkan mengandung tiga motif dominan, yaitu instrumentally rational, value rational, dan traditional. Ketiga, motif instrumentally rational dalam fatwa mengacu pada berbagai macam model peribadatan yang dianggap paling masuk akal dipraktikkan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 dan mewujudkan daruratu khams. Keempat, dari segi motif value rational, MUI menggunakan nilai-nilai dari Agama Islam yang bersumber dari Alquran, Hadis, dan Kaidah Fikih yang bersifat rasional-dinamis dan sarat akan probabilitas sehingga melahirkan alternatif-alternatif peribadatan yang dapat dijadikan sebagai mitigasi wabah COVID-19. Kelima, dari segi motif tradisional, MUI berupaya untuk meneruskan tradisi para Nabi dan Sahabat ketika menghadapi wabah (taun), sehingga model peribadatan yang mereka anjurkan merupakan upaya meneruskan tradisi sebelumnya dengan pendekatan hermeneutis, Keenam, dominasi Kekuasaan MUI sebagai otoritas yang menentukan hal wajib dan haram dalam peribadatan masa Pandemik COVID-19 dibangun atas dua model, yaitu dominasi kekuasaan legal dan dominasi kekuasaan kharismatik. Ketujuh, untuk konteks keindonesiaan organized religion seperti MUI sangat penting perannya dalam upaya mitigasi Pandemi COVID-19 karena banyak masyarakat muslim yang bersikap teodisi, fatalistic, dan determinan dalam beragama sehingga perlu dibina dan diarahkan.Kata Kunci: Tindakan Sosial; Dominasi Kekuasaan; COVID-19; Mitigasi, Fatwa MUI.
Penelitian ini mengkaji tentang cerita pendek yang ditulis oleh Naguib Mahfouz dengan judul <em>‘Indama Ya’ti al-Masa</em>. Cerpen tersebut menceritakan tentang kehidupan sepasang sumai istri di masa tua. Mahfouz, menurut hemat peneliti berhasil menampilkan gambaran kehidupan suami istri di masa tua yang dipenuhi dengan konflik keluarga yang kompleks. Peneliti memandang bahwa cerpen tersebut mengandung banyak sekali tanda yang harus dikaji maknanya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan judul yang disajikan Mahfouz yang tidak bisa dimaknai dengan makna leksikal. Dengan demikian, peneliti menggunakan teori tanda yang dirumuskan oleh Charles Sanders Peirce. Peirce memandang bahwa tanda dibangun atas unsur triadik, yaitu representamen, objek, dan interpretan. Sedangkan fokus kajian pada penelitian ini ada pada kajian objek yang terdiri dari tanda ikon, indeks, dan simbol. Adapun tanda-tanda <em>peircean</em> yang ditemukan adalah berupa indeks, simbol, dan ikon metafora. Salah satu tanda indeks ditemukan pada kalimat <em>/nazratan fatirah/</em> ‘pandangan yang lemas dan tidak bersemangat’, bermakna bahwa orang yang memberikan respon tersebut <span style="text-decoration: underline;">t</span>idak setuju dengan ajakan lawan bicara. Salah satu tanda simbol terdapat pada kata <em>/al-qabri/ </em>‘kuburan’ tersimpan makna kematian. Tanda ikon metafora pada kata <em>/al-masa’/</em> ‘sore’ yang merujuk pada makna masa tua, mengingat terdapat kesamaan antara keduanya.
This paper aims to find the meanings of the signs which are contained in the Prophet Sulaiman and Saba' Queen story. On the other view, this paper aims to reveal the interpersonal communication process between them that allegedly contain expression of love which ended in marriage. These meanings are analyzed using Peircean semiotics. Peircean semiotics focus of its triadic system, with the result that researcher has to pass three stages of analysis (represntament, object and interpretant) when he interpret the signs, and also this research intended to apply the interpersonal communication theory. After reading Prophet Sulaiman and Saba' Queen story through Peircean semiotic views and interpersonal communication theory, this research finds some language symbols which are indicated love expressing. Those language symbols-among others-are the application of fiil mabni li majhul qila that implicated meaning of Sulaiman's hospitable and friendly attitude to Queen Saba'. Direct imperative sentence without harfu nida ya' implicate Sulaiman's hope to feel close with Saba' Queen. And then, love indication that shown by Saba' Queen is her positive response to Sulaiman's letter. As for the Sulaiman's feeling expression process that explained by al-Quran explicitly are (1) sensing (2) interpreting, (3) feeling, (4) intending, and (5) expressing. Whereas Saba' Queen's feeling expression process explained by al-Quran explicitly are (1) sensing and (2) expressing.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari pengabdian kepada masyarakat melalui pembelajaran dan pengadaan kaligrafi di TPA Al-Mukmin Desa Banjarsari Kota Metro. Pemilihan TPA Al-Mukmin sebagai objek kajian tidak lepas dari kondisi masyarakat di lingkungan Desa Banjarsari. Beberapa warga Desa Banjarsari terindikasi menganut ajaran Islam Ekstrimis. Dibuktikan dengan penentangan mereka terhadap pembelajaran dan pengadaan kaligrafi di masjid karena menganggap kaligrafi sama dengan berhala. Di samping itu banyak sekali santri yang tidak mengenal seni Islam, khususnya Kaligrafi dan mereka lebih mengenal kebudayaan asing non-islami seperti K-Pop dan lainnya. dalam pelaksanaan pengabdian peneliti menggunakan pendekatan PAR (Participation Action Research). Adapun dalam analisis data penelitian, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan model penelitian lapangan. Data dikaji dengan dilandaskan pada prinsip-prinsip Islam Nusantara. Adapun hasil dari pengabdian dan penelitian in adalah (1) kegiatan pelatihan kaligrafi sangat efektif dalam mengenalkan kebudayaan Islam dan kebudayaan nusantara melalui kajian ayat Alquran dan ornamen batik nusantara (2) pelatihan kaligrafi merupakan media efektif dalam proses internalisasi paham Islam Moderat dengan pilihan ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan prinsip tasamuh, tawazun, dan tawasuth, (3) pelatihan kaligrafi terbukti mampu menjadi motivasi bagi warga untuk mengadakan kegiatan keagamaan lain seperti pengajian akbar, istighasah, dan yasinan secara berjamaah di masjid yang belum dilakukan sebelumnya, (4) pengadaan kaligrafi terbukti mampu menangkal paham radikal di kalangan masyarakat, mengingat bahwa kaligrafi di dalam masjid merupakan simbol moderisme jama’ah masjid tersebut.
This article is about the facts of injustice and discrimination against indigenous women of Lampung Pepadun Marga Anak Tuha. The first injustice in the context of heirs, daughters and wives or widows in Customary Law of Lampung Pepadun Marga Anak Tuha is not entitled to the right of inheritance. The second injustice in the context of marriage, if a divorced widow dies to do marriage with a male outside the relatives of the male family then the husband is required to perform the traditional ceremony. If the customary requirement is not implemented then the widow is customarily considered dead and will be subject to customary sanctions. The focuses of this research are (1) the right of women in the customary law of Lampung Pepadun (2) efforts in upholding the women fairness and gender equity of Lampung Pepadun Marga Anak Tuha's Indigenous people. The results of this research are (1) right of women in the customary law of Lampung Pepadun Marga Anak Tuha is inconsistent and contradictory to the principles and principles contained in the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), and Efforts to uphold gender equality and fairness of indigenous people of Lampung Pepadun Marga Anak Tuha is need for socializing gender-based education and human rights. Socialization and understanding is not only in designation for women, but also the wider community and traditional leaders Lampung Pepadun Marga Anak Tuha
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.