Pandemi Covid19 telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan manusia secara global. Pandemi ini telah memaksa manusia untuk mencari solusi dan alternative untuk bisa bertahan dalam berbagai bidang. Adaptasi kebiasaan baru (new normal) merupakan sebuah konsep yang diterapkan agar manusia masih bisa menjalankan aktivitasnya tanpa harus mengorbankan keselamatan dan kesehatannya. Salah satu konsep yang diterapkan dalam bidang pendidikan adalah dengan penerapan pembelajaran daring yang diadopsi oleh seluruh jenjang dan jenis pendidikan di seluruh dunia. Pembelajaran daring dianggap memberikan solusi agar proses pembelajaran masih tetap bisa dilakukan ditengah pandemic covid-19. Dilatarbelakangi konsep ini, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pembelajaran daring ini dianggap sebagai sebuah solusi atau justru masalah baru dalam proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak yang terlibat secara langsung dalam proses penerapan pembelajaran daring. Partisipan penelitian ini terdiri atas 60 orang peserta didik, yang merupakan siswa sekolah menengah serta mahasiswa, 20 orang pendidik yang berprofesi sebagai dosen atau guru, serta 20 orang orang tua siswa atau mahasiswa dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda. Pemilihan partisipan dilakukan melalui system convenience sampling. Data penelitian diperoleh melalui angket dan wawancara. Setiap kategori partisipan mendapat pertanyaan yang berbeda disesuaikan dengan kebutuhan data yang ingin diperoleh. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum pembelajaran daring ini masih menghadirkan masalah-masalah yang perlu dibenahi secara prinsip. Fasilitas, sarana pendukung, dan factor lain masih harus diperkuat untuk memperlancara proses pembelajaran daring ini. Pembelajaran daring masih berada pada fase transisi sehingga masih banyak penyesuaian yang harus dibenahi. Perlu adanya langkah bertahap dalam memperbaiki semua aspek agar proses pembelajaran daring ini bisa berfungsi secara maksimal.Kata kunci: Pembelajaran daring, Pandemi, Covid-19.
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan intens nya kasus bullying yang terjadi di Indonesia khusunya di dunia pendidikan. Indonesia menjadi Negara terbanyak ke lima dari 78 negara dalam kasus bullying. Metode yang peneliti gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan desain studi kasus. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik penilaian untuk mengecek keabsahan data adalah triangulasi teknis, triangulasi sumber, dan member check. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1). Bentuk fisik dari perilaku bullying antara lain memegang bahu teman, memukul dan menginjak kaki. Sedangkan bullying verbal adalah dengan cara memanggil dengan nama panggilan atau gelar, meminjam dengan paksa, memanggil nama orang tua (2) Penyebab perilaku bullying adalah terbesar adalah dari faktor keluarga, selain itu penyebab lainnya adalah pengaruh media, berupa tayangan televisi dan handphone yang menayangkan adegan kekerasan yang tidak baik untuk anak (3) strategi guru dalam menghadapi perilaku bullying adalah melakukan intervensi antar siswa yang terlibat kasus bullying, mengambil air wudhu, meminta penjelasan dari kedua belah pihak, meminta pelaku menyadari kesalahannya dan meminta maaf
The purpose of this article is to analyse the effect of the School‐Based Child Sexual Abuse Prevention Programme (Program Prevensi Pelecehan Seksual Berbasis Sekolah (P3SBS)) on first‐grade primary school students' ability to protect themselves from sexual abuse. The study was conducted in two primary schools in Surakarta, Indonesia. Fifty‐five students participated in the P3SBS and 55 participants were in the control group. The pre‐test and post‐test of the control group were designed to test the effectiveness of the P3SBS. In total, 110 first‐grade primary school students who participated in the P3SBS and the control group were tested using the ‘What If’ Situation Test. Measurement of children's self‐protection from sexual abuse was undertaken. The results show that there is a significant difference between the P3SBS and the control group regarding children's ability to self‐protect themselves from sexual abuse. These results suggest that the P3SBS is effective in enhancing children's ability to protect themselves from sexual abuse. Suggestions for expanding sex education for older children are related to puberty. Key Practitioner Messages Child sexual abuse prevention should be school based to be effective. Child sexual abuse prevention programmes should be designed in accordance with children's characteristics. Parent–teacher collaboration is very important for the successful implementation of a sexual abuse prevention programme.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.