Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Keadaan Desa Dalam Kepungan Kapitalisme Global dan Bagaimanakah Posisi Reforma Agraria Yang Dikatakan Sebuah Agenda Politik. Penelitian ini menggunakan hukum normatif, Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Perkembangan kapitalisme yang dituntut selfregulating, yang pada gilirannya menuntut pemisahan ekonomi dari politik, seperti didukung kuat oleh para ekonom klasik maupun neoklasik. Dari segi itu, maka reforma agraria harus dilakukan oleh sebuah otoritas politik yang mendominasi bangsa, yaitu Negara. Negara harus menjadi alat dari rakyat untuk memonopoli tanah (secara kepemilikan langsung maupun penguasaan tidak langsung), menasionalisir dan membagi secara cuma-cuma kepada kaum tani. Dua aspek pentingnya adalah menyita dan membagi hak atas tanah. Aspek pembagian ini adalah tugas negara yang harus hati-hati dijalankan karena memerlukan kegiatan penyadaran (baik secara politik, ekonomi, maupun teknis pertanian).
Sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatkan kegiatan pembangunan berbagai sektor kehidupan yang didukung dengan adat budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia cenderung menempati pinggiran pantai yang mempunyai fleksibelitas terhadap akses, jika dibandingkan di daratan. Dalam kondisi ini perlu adanya pengaturan dan pemanfaatna di wilayah pesisir. Di satu sisi pesisir adalah kawasan yang rentan terhadap perubahan, sedangkan disisi lain, telah terdapat perumahan yang perlu diakomodir keberadaannya dan perlu pemanfaatan pesisir secara optimal sesuai dengan potensinya. Pembangunan Perumahan didaerah tersebut memberikan dampak positif bagi masyarakat karena masyarakat di daerah tersebut memang sebagian besar adalah nelayan dan penambak garam selain itu masyarakat di daerah tersebut rata-rata adalah masyarakat berpenghasilan rendah namun, Pak Uli sebagai salah satu Pejabat Desa di daerah tersebut sedikit menyayangkan karena, ia merasa bahwa letak perumahan tersebut sangat dekat dengan bibir pantai dan pasca pembangunan perumahan kawasan pantai menjadi semakin kumuh. Jika diperhatikan dengan seksama bahwa dari lima dampak negative tersebut diatas hal ini sudah sangat jauh dari tujuan pembangunan perumahan sesuai dengan apa yang tercantum dalam Permen ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2019 bahwa Konsolidasi tanah diartikan sebagai kebijakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan ruang sesuai rencana tata ruang serta usaha penyediaan tanah. Dengan kata lain konsolidasi bertujuan untuk menata kembali bentuk dan kepemilikan tanah agar efektif dan efisien. Di butuhkan peran penting masyarakat untuk mendukung dan mengembangkan kesadaran terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan Perumahan agar terwujudnya asas kesehatan dan asas kelestarian dan keberlanjutan
Dalam penggunaan kawasan hutan yang dilakukan oleh suatu perusahaan harus melalui beberapa tahap yakni tahap pemberian izin yang dikeluarkan oleh menteri maupun daerah. Sudah dijelaskan dalam undang undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 30 menjelaskan bahwa “dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik Negara, badan usaha daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat” substansi menjelaskan bahwa suatu perusahan untuk memberikan peluang bagi masyarakat dalam keikut serta dalam pengelolaannya tetapi kenyataannya masyarakat itu dikesampingkan. Karena dalam pemanfaatan dan pengelolaan yang dilakukan oleh perusahan telah ditentukan dalam pasal 3 Peraturan Menteri kehutanan Nomor : P.39/Menhut-II/2013 tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan.
Saksi pelapor mempunyai peranan penting dalam menggali perkara pidana khususnya perkara pidana korupsi, oleh karena itu kepentingan seorang saksi pelapor harus betul-betul diperhatikan. Seorang saksi pelapor senantiasa memberikan keterangan terhadap adanya tindak pidana korupsi yang didengar atau yang dialami sendiri manakala ada perlindungan terhadap kepentingan yang demikiannya baik itu dalam bentuk perlindungan fisik maupun psikologis, sehingga dengan adanya laporan yang diberikan maka akan menambah efektifitas dan kecepatan penegak hukum dalam memberantas korupsi.Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma. Pasal 52 KUHAP menjamin pemberian keterangan secara cuma-cuma oleh saksi kepada penyidik atau hakim. Restorasi itu sendiri adalah ganti rugi yang harus dibayar oleh pelaku, dan ganti rugi adalah ganti rugi yang dibayarkan oleh negara. Perlindungan hukum terhadap saksi melalui perangkat hukum administrasi bertujuan untuk mengatur bagaimana seharusnya aparat penegak hukum (khususnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan) bertindak atau mengambil tindakan terhadap saksi di bidang administrasi. Bentuk perlindungan yang dapat diberikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kepada saksi dan korban tindak pidana, sesuai ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 Pasal 9, dan Pasal 10 UU No. 13/ 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
In an effort to resolve cases, when the victims are women as part of a marginal group, inequality often occurs. Men who hold authority to resolve cases often take sides and incriminate their victims so that the values of legal certainty, justice and expediency are difficult to achieve even though there is peace as a result of the settlement of the case. Besides women, small communities or marginalized groups, people with disabilities are also included in marginal groups. Access to certainty, justice and the benefit of the law is a necessity that this marginal group must obtain. The law must not be dominated by certain groups who are close to certain power, capital, or social status. This problem occurs because part of the inheritance has not been handed over to the rightful party, for this problem then the Village Sangkep Hall carries out a restorative justice process. Finally, an agreement is reached in which one the aggrieved party gets his share and the party who controls the object of the dispute submits it knowingly and voluntarily. The problem ended with each party making a statement that contained a willingness to end the case and not sue each other in the future. Restorative justice has not been comprehensively regulated in various laws and regulations in Indonesia, the term restorative justice is only regulated in the Act. Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. Sintung Village, in the process of resolving cases, has fulfilled the main principles of restorative justice. This process has succeeded in maintaining order and security in the Sintung Village environment, in addition, the community also supports the existence of the Village Sangkep Hall.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.