Traditional houses in Indonesia have their own characteristics with various physical forms to the aesthetic of the ornaments engraved on each part, one of which we can see in the traditional house of Aceh. The traditional house in Aceh province is called Rumoh Aceh. The traditional house is identical to the elongated rectangle with various carvings. One of the uniqueness of Aceh's traditional house is the form of carved ornaments that have differences in each district, both in terms of the shape of the ornament, the placement and the meaning contained in the ornament. The form of the traditional house studied was the Aceh Besar traditional house located in Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. This research was conducted because of the lack of available references relating to the carving of traditional Aceh Besar house ornaments, so that it became an attraction for the author to conduct this research. The method used in this research uses qualitative methods. This qualitative method is carried out by collecting information by determining objects and topics, observation, determining informants, interviews, collecting data to analyzing data related to carving ornaments found in traditional houses of Aceh Besar. The data analysis stage uses aesthetic studies as a surgical theory in researching the form of carving ornaments of traditional houses of Aceh Besar. Keywords: ornaments, traditional, house, aesthetic study.AbstrakRumah adat di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dengan bentuk fisiknya yang beragam hingga estetik ornamen yang terukir di setiap bagiannya, salah satunya dapat kita lihat pada rumah adat Aceh. Rumah adat di provinsi Aceh disebut dengan Rumoh Aceh. Rumah adat yang identik dengan persegi empat memanjang dengan ukiran yang beragam. Salah satu keunikan rumah adat Aceh yaitu bentuk ukiran ornamen yang memiliki perbedaan pada setiap Kabupatennya, baik dari segi bentuk ornamen, penempatan dan makna yang terkandung pada ornamen tersebut. Bentuk rumah adat yang diteliti adalah rumah adat Aceh Besar yang terdapat di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan karena minimnya referensi yang tersedia berkaitan dengan ukiran ornamen rumah adat Aceh Besar, sehingga menjadi daya tarik bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode Kualitatif ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dengan penentuan objek dan topik, observasi, penentuan informan, wawancara, pengambilan data hingga analisis data yang terkait dengan ukiran ornamen yang terdapat pada rumah adat Aceh Besar. Tahap analisis data menggunakan kajian estetika sebagai teori pembedah dalam penelitian bentuk ukiran ornamen rumah adat Aceh Besar. Kata Kunci: ornamen, rumah, adat, kajian estetika. Authors: Niko Andeska : Institut Seni Budaya Indonesia AcehRahmawati : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Andeska, N., Setiawan, I., & Wirandi, R. (2019). Inventarisasi Ragam Hias Aceh pada Iluminasi Mushaf AL-Quran Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 8(2), 351-357. https://doi.org/10.24114/gr.v8i2.15134.Ghifari, Muhammad. (2020). “Foto Rumah Adat Aceh Besar”. Hasil Dokumentasi Pribadi: 2020, Taman Ratu Safiatuddin.Kartika, Dharsono Sony. (2016). Kreasi Artistik: Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradikma Kekaryaan Seni. Karanganyar: Citra Sains.Leigh, Barbara, (1989). Tangan-Tangan Trampi: Seni Kerajinan Aceh. Djambatan: Jakarta.Maulin, S., Zuriana, C., & Lindawati, L. (2019). Makna Motif Ragam Hias pada Rumah Tradisional Aceh di Museum Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni, Drama, Tari & Musik, 4(1), 78-96. Paramita, N. C., Azmi, A., & Azis, A. C. K. (2020). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Menggambar Bentuk Buah Teknik Krayon. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(1), 171-177. https://doi.org/10.34007/jehss.v3i1.245.
AbstrakIluminasi atau seni naskah (the art of the book), dapat diartikan sebagai garapan visual yang bersifat dekoratif yang terdapat pada naskah yang berfungsi sebagai penghias. Pada dasarnya digunakan untuk memperindah bagian tertentu, terutama pada halaman depan naskah (frontispiece). Dalam naskah kuno karya ulama Aceh diketemukan berbagai bentuk iluminasi yang mengadopsi gaya ragam hias lokal Aceh. Keindahan iluminasi dalam khazanah naskah kuno karya ulama Aceh, terutama yang terdapat mushaf Al-Quran yang terhimpun menjadi koleksi lembaga-lembaga non pemerintah (swasta) di Kota Banda Aceh saat ini belum sepenuhnya tersentuh oleh kajian-kajian yang mengarah pada aspek rupa. Baik dari segi pendataan yang komprehensif hingga analisis mendalam dalam perspektif seni rupa.Penelitian yang berjudul “Inventarisasi Ragam Hias Aceh Pada Iluminasi Mushaf Al-Quran Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh” bertujuan untuk mengkaji aspek rupa yang memfokuska n pada ragam hias Aceh pada iluminasi pada beberapa mushaf Al-Quran koleksi Pedir Museum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan pendataan. Data-data yang telah terkumpul kemudian dilakukan proses pengindentifikasian, pengkatagorisasian, dan analisis data dengan mengunakan metode digitalisasi ragam hias pada beberapa mushaf Al-Quran koleksi Pedir Museum Banda Aceh. Penelitian ini diharapkan dapat mendata, mendokumentasikan, meninventarisir, serta analisis karakteristik ragam hias Aceh yang terdapat pada iluminasi mushaf Al-Quran koleksi Pedir Museum.Kata Kunci: ragam hias Aceh, mushaf Al-Quran.AbstractIllumination or manuscript (the art of the book), can be interpreted as a decorative visual work that is contained in the manuscript that serves as a decoration. Basically used to beautify certain parts, especially on the front page of the script (frontispiece). In ancient manuscripts by Acehnese scholars, various forms of illumination were adopted which adopted the local Acehnese decorative style. The beauty of illumination in the treasures of ancient manuscripts by Acehnese ulama, especially those contained in the Al-Quran Manuscripts compiled into a collection of non-governmental institutions (private) in the city of Banda Aceh at this time has not been fully touched by studies that lead to visual aspects. Both in terms of comprehensive data collection to in-depth analysis in the perspective of fine arts. The study entitled "Inventory of Aceh Ornamental Variations in Illumination of Ancient Al-Quran Manuscripts in the Pedir Museum Collection in Banda Aceh" aims to examine visual aspects that focus on the Acehnese ornamental variety in illuminations on several Al-Quran Manuscripts from the Pedir Museum collection. This research uses quantitative research methods, using data collection techniques through observation, interviews, documentation, and data collection. The data that has been collected is then carried out the process of identifying, categorizing, and analyzing the data by using the digitizing method of ornamental variance in several Al-Quran Manuscripts from the Banda Aceh Pedir Museum collection. This research is expected to be able to record, document, inventory, and analyze the characteristics of Aceh's ornamental variations found in the illumination of the Al-Quran Manuscripts from the Pedir Museum collection. Keywords: variety of ornamental Aceh, Al-Quran manuscripts.
Ornamen Aceh yang ditempatkan disetiap dinding rumah tradisional Aceh memiliki nilai – nilai kearifan lokal Aceh, akan tetapi dengan seiringnya berkembangan pengetahuan dan masuknya pengaruh budaya luar juga mempengaruhi minat masyarakat terhadap model rumah hunian dan bangunan lainnya di Aceh. Hal tersebut dapat memberikan dampak yang buruk terhadap keberadaan ornamen Aceh itu sendiri. Penelitian dengan judul pelestarian ornamen Aceh berbasis teknologi digital studi kasus Museum Rumah Cut Nyak Dhien di Aceh Besar ini dilakukan sebagai langkah untuk merekam fungsi, bentuk, dan nilai melalui aplikasi Corel Draw dan Photoshop. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan data melalui pengukuran dan merekam visual lalu dilanjutkan dengan mengkonstruksi ulang menggunakan aplikasi Corel Draw dan Photoshop. Model pelestarian ini menjadi pedoman atau dokumen berbasis digital yang dapat digunakan bagi masyarakat umum dan tenaga konstruksi untuk mempelajari, mengkonstruksi ulang, dan mengembangkan bentuk dan fungsi ornamen-ornamen Aceh. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, ornamen Aceh di Museum Rumah Cut Nyak Dhien di ukir oleh pengrajin dari Jepara, Jawa Tengah sesuai dengan ornament Aceh, sehingga ada beberapa bentuk ukiran ornamen aceh yang menyerupai pola ukir ornament jepara, pada umumnya bentuk ornamen yang terdapat di rumah Cut Nyak Dhien berangkat dari bentuk tumbuhan.
Illumination or manuscript (the art of the book), can be interpreted as a decorative visual work that is containedin the manuscript that serves as a decoration. Basically used to beautify certain parts, especially on thefront page of the script (frontispiece). In ancient manuscripts by Acehnese scholars, various forms of illuminationwere adopted which adopted the local Acehnese decorative style. The beauty of the illumination in thetreasures of ancient manuscripts by Acehnese ulama, especially those contained in the Al-Quran Manuscriptscompiled into a collection of non-governmental institutions (private) in the city of Banda Aceh at this time hasnot been fully touched by studies that lead to visual aspects. Both in terms of comprehensive data collectionto in-depth analysis in the perspective of fine arts. This study aims to examine the visual aspects that focus onthe variety of Aceh’s decoration on illuminations in several Al-Quran Manuscripts from the Pedir Museumcollection. This research uses quantitative research methods, using data collection techniques through observation,interviews, documentation, and data collection. The data that has been collected is then carried out theprocess of identifying, categorizing, and analyzing the data by using the digitizing method of ornamentaldiversity in several Al-Quran Manuscripts from the Banda Aceh Pedir Museum collection.
AbstrakSopo Godang merupakan balai sidang adat di daerah Mandailing Natal. Bangunannya menggunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil termasuk anak tangganya. Sopo Godang adalah sebuah bangunan yang terbentuk empat persegi panjang, terbuka dan tidak memiliki dinding. Ukurannya juga lebih kecil dari bagas godang. Sopo Godang dianggap sebagai tempat yang sacral karena adat dan hukum adat dijiwai oleh sopo godang. Dari gedung inilah turun keputusan-keputusan yang mengatur tata tertib seperti patik, uhum, ugari, dan hapantunon. Sopo Godang ini disebut juga sopo siorancang magodang karena gedung ini adalah tempat orang memperoleh perlindungan yang aman. Sopo Godang sengaja dibuat tidak berdinding agar rakyat secara langsung dapat melihat dan mendengar segala hal yang dibicarakan oleh raja dan namora natoras sebagai pemimpin mereka. Tidak ada yang tertutup tapi semua berlangsung secara transparan. Sopo godang ini sangatlah unik, sirih bersusun yang di sodorkan, merupakan tutur kata dan sopan santun yang tidak ternilai harganya. Dengan sirih orang akan mudah memberi sesuatu, mudah memaafkan, mudah berbuat, mudah menolong dan sebagainya. Perlengkapan sirih yang terdiri dari sirih, gambir, kapur sirih, pinang, dan tembakau mempunyai arti tersendiri di dalam upacara. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mendapatkan suatu gambaran yang menyeluruh dan mendalam mengenai pokok bahasan. Dalam hal ini, menampilkan analisis terhadap Estetika yang terdapat pada Rumah Adat Sopo Godang Mandailing khususnya dilihat dari estetika timur.Kata Kunci: estetika timur, rumah sopo godang.AbstractSopo Godang is a custom court for people around there, in Bahasa we called it “Balai Sidang”. Sopo Godang is located in Mandailing Natal. The architecture is built from big poles in odd quantity, also its stairs. Sopo Gadang is a rectangle building, one of open space building with no walls around it. The size is smaller than bagas godang. Sopo godang considered to be a holy place because of custom and customary law which imbued by Sopo godang. In this building, the decision which set the order of patik, uhum, ugari, dan hapantunon. Sopo Godang is also called sopo siorancang magodang because this building is a place where people look for safety place. Sopo Godang is deliberately built without wall in order to give the opportunity for society seiing and hearing directly every words of their king and namora natoras as their leader. Thus, there were transparancy between them. Sopo godang is very unique, such as sirih bersusun, it is simbolize a good things in speaking and polite manner which is priceless. People believed that sirih brings a good attitude, such as generous, forgiving, being kind, helping each other easily, and the others. The equipment of sirih : sirih, gambir, kapur sirih, pinang, and tobacco have its own meaning in the ceremony. This research used descriptive qualitative approach to obtain a comprehensive and analitical description about this topic. This research used East Aesthetic theory for analizing the findings Malangan. Keywords: east aesthetic, rumah sopo godang.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.