LEARNING METHOD USED BY PAUD (EARLY CHILDHOOD EDUCATION)PERMATA BUNDA. In this qualitative research, the reseachers described the instructional methods which were applied by Early Childhood Education (PAUD) Permata Bunda. The documentation, observation, and interview were used as instruments to collect the data. The results revealed that Early Childhood Education of Permata Bunda used the instructional methods 1) playing blocks method; 2) memorizing method; 3) role play method; 4) playing music and sing method; 5) playing card method; and 6) experimental method. The results implicated to the teachers should have strong motivation to upgrade students' knowledge and created the creative instructional media to apply the instructional methods which were organized.
Tinjauan ini bertujuan untuk melihat dan mengumpulkan informasi tentang potensi lahan yang belum termanfaatkan secara optimal pada penerapan sistem pertanian terpadu. Intensifikasi pertanian yang merupakan pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, khususnya menjaga kesuburan lahan. Sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah sehingga akan dapat diwujudkan suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Tulisan ini menggunakan kajian studi kepustakaan pada jurnal-jurnal terkait dengan lahan pada sistem pertanian terpadu dengan mencari kesamaan, perbedaan, memberikan pandangan, serta meringkas hasil penelitian terdahulu guna mencapai tujuan tulisan ini. Tulisan ini mencakup studi kepustakaan pada perkembangan dan penggunaan lahan yang terjadi pada sistem pertanian terpadu pada daerah-daearah pertanian dengan lahan yang luas di indonesia pada saat dulu dan sekarang. Dari studi kepustakaan ini di dapatkan hasil bahwa dengan mengintesifkan penggunaaan lahan pada sistem pertanian terpadu bisa meningkatkan ketahanan pangan, kesejahteraan petani, meningkatkan lapangan pekerjaan, penciptaan teknologi terbarukan, dan pentingnya dukungan pemerintah terkait untuk terciptanya peluang bagi petani dalam meningkatkan skala pertaniannya serta meningkatkan kesuburan tanah sehingga pertanian berkelanjutan dapat terjadi dan lebih mensejahterakan petani dimasa yang akan datang.
Lime (Citrus aurantifolia) farming is one of the subsystems that form the lime agribusiness system in Tanah Datar District. This business has the potency to be developed. This study aimed to determine the feasibility of lime farming in Tanah Datar District in terms of financial aspects. This study used a survey method with a sample of 30 farmers in Padang Ganting Sub District, Tanjung Emas Sub District, and Lintau Buo Sub District, West Sumatra - Indonesia. Data were analyzed using investment criteria B / C, NPV, IRR, and sensitivity analysis. The analysis shows that the interest rate is 13% and the selling price is IDR 4.300 / Kg during the productive age (15 years), the value of B / C is 1.92, NPV is IDR 51,809,117 and IRR is 37%. Sensitivity analysis shows that the selling price is IDR 500 Kg, then the business is not feasible. While the selling price of IDR 846 / kg, Break Event Point (BEP) is reached. It can be concluded that lime farming is feasible. However, policies in trade and product use are needed so that the selling price does not fluctuate, and farmers do not experience losses.
ABSTRACT Medicinal plants are plants that can be used as raw materials for traditional medicine, which if it consumed will increase immunity. Indonesian medicinal plants have a high contribution to world drug production. North Sumatra is one of the provinces producing a variety of traditional medicinal plants. There are 63.10% of Indonesian people choose self-medication and there are 21.41% of them take traditional medicine and 3.96% do other treatments. In less than 6 years from 2000 to 2006 there was an increase of the traditional medicine utilization reach of 23.10%. This fact shows that traditional medicinal plants have a strong potential in improving the economy of North Sumatra Province. This study aims to determine (1) the development of traditional medicinal plant production, (2) the form of consumption of traditional medicinal plants, (3) the trade of traditional medicinal plants in North Sumatra, (4) the relationship between the exchange rate and the amount of exports of traditional medicinal plants. The research was carried out by literature study and quantitative approach study. The population and sample study was the people who use medicinal plant and traditional medicine in the province of Sumatra. The study also used secondary data from various sources about the use of traditional medicinal plants. The results of the study revealed that (1) Production of traditional medicinal plants (ginger, galangal, kencur, turmeric, lempuyang, temulawak, temuireng, temulawak, temukunci, cucumber, cardamom, Noni, crown of the gods, kejibeling, bitter and aloe vera) in North Sumatra Province from 2013-2017 were very fluctuatif (2) Consumption of traditional medicinal plants in the North Sumatra province from 2013-2017 has increased and the consumption was vary as follows of: traditional medicine ingredients and as raw material for the pharmaceutical industry, industry of traditional medicinal plants and microbusiness of medicinal plants traditional, (3) trade in traditional medicinal plants in the province of North Sumatra carried out between districts, provinces and international (export) (4) There is no relationship between international trade in medicinal plants with the exchange rate of the rupiah. Keywords: traditional medicinal plants, trade, consumption, exchange rates, exports ABSTRAK Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional, yang bila dikonsumsi akan meningkatkan kekebalan tubuh. Tanaman obat Indonesia memiliki kontribusi yang tinggi terhadap produksi obat dunia. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil aneka ragam tanaman obat tradisional. Data menyebutkan bahwa 63,10% masyarakat Indonesia memilih pengobatan sendiri, sebanyak 21,41% melakukan pengobatan tradisional dan 3,96% melakukan pengobatan lain. Dalam kurun waktu 6 tahun dari tahun 2000 sampai 2006 terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional sebanyak 23,10%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tanaman obat tradisional memiliki potensi yang kuat dalam meningkatkan perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perkembangan produksi tanaman obat tradisional, (2) bentuk konsumsi tanaman obat tradisional, (3) perdagangan tanaman obat tradisional di Sumatera Utara dan (4) hubungan antara nilai kurs dengan jumlah ekspor tanaman obat tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan kuantitatif. Populasi dan sampel penelitian merupakan masyarakat yang melakukan pengobatan secara tradisional di berbagai kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan juga menggunakan data sekunder dari berbagai sumber terkait penggunaan tanaman obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Produksi tanaman obat tradisional (jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temulawak, temukunci, dringgo, kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya) di Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2017 (2) Konsumsi tanaman obat tradisional di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun 2013-2017 dan konsumsi dilakukan dalam bentuk ramuan oleh masyarakat serta dijadikan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, industri tanaman obat tradisional dan usaha mikro tanaman obat tradisional, (3) perdagangan tanaman obat tradisional di provinsi Sumatera Utara dilakukan antar kabupaten, provinsi dan internasional (ekspor) (4) Tidak ada hubungan antara perdagangan tanaman obat secara internasional dengan nilai kurs rupiah. Kata kunci: tanaman obat tradisional, perdagangan, konsumsi, kurs, ekspor
AbstrakAgroindustri gula merah tebu merupakan agroindustri yang mengolah tebu hasil perkebunan rakyat menjadi gula merah (Saka). Pasokan bahan baku dan pengolahannya yang masih tradisional menimbulkan berbagai masalah dalam pengembangannya termasuk risiko rantai pasoknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber dan faktor risiko serta melakukan evaluasi dan pengendalian risiko yang dianalisis menggunakan ANP (Analytical Network Process) serta wawancara mendalam dengan pakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi (24,42%) merupakan sumber risiko utama dan diikuti risiko pemasaran (20,19%), risiko sumber daya manusia (18,75%), risiko finansial (18,37%) dan risiko kelembagaan (18,27%). Penilaian terhadap prioritas jenis risiko yang potensial terjadi adalah risiko kualitas produk, fluktuasi harga dan kebijakan pemerintah. Faktor OKP (Operational Key Process) menjadi prioritas utama dalam manajemen rantai pasok Saka dengan lebih ditekankan pada perbaikan manajemen produksi (41,17%). Alternatif utama dalam pengendalian risiko yang akan dilakukan adalah dengan cara melemahkan risiko (42,21%). Hal ini dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas bahan baku dan teknologi pengolahan Saka serta dukungan pemerintah termasuk dalam menjaga stabilitas harga Saka. Kata kunci: analytical network process, gula merah tebu, manajemen risiko, rantai pasok Abstract Brown Sugar cane agroindustry is agroindustry that traditionally processes sugar cane supplied by farmers into brown sugar (Saka). This condition creates various problems in its development, including its supply chain risk. This study aims to identify sources and risk factors as well as evaluate and control risks analyzed using ANP (Analytical Network Process)and in-depth interviews with experts. The results showed that production (24,42%) was the main risk and was followed by marketing risk (20,19%), human resources risk (18,75%), financial risk (18,37%) and institutional risk (18,27%). An assessment of the potential types of risks is the risk of product quality, price fluctuations, and government policies. OKP (Operational Key Process) factor is a top priority in Saka supply chain management with more emphasis on improving production management (41.17%). The main alternative in risk control will be carried out by weakening the risk (42.21%). This will be done by improving the quality of raw materials, improving the manufacture technology of Saka, and government support, including to keep the stability of Saka's prices.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.