Identical collaborative governance is used in government and must handle COVID-19 to create fast, precise, focused, integrated and synergistic steps between ministries/agencies, local governments, and other stakeholders. This research describes collaborative governance in efforts to deal with COVID-19 in Riau Province, especially Pekanbaru City, considering that the city recorded a relatively high initial increase in cases compared to other areas in Riau Province as well as the implementation of collaborative management. The research method is qualitative, with the type of research used is the exploratory type and literature study. This article analyses several aspects of collaborative governance, namely the initial role of the government, non-state actors, joint decision making, formal organizing, gaining consensus, and the existence of problems to collaborate both on public policies and services.
Paradigma kemitraan multi-stakeholder layak menjadi alat analisis dimana Multi-Stakeholder Partnership (MSP) menekankan pada keterlibatan sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil yang berorientasi pada membangun dialog dan kolaborasi konstruktif berbasis kesukarelaan. Tujuan penelitian adalah mengeksporasi model proses pencegahan dan pengendalian COVID 19 di Kota Pekanbaru melalui perspektif MSP. Kota Pekanbaru yang merupakan ibu kota Provinsi Riau tercatat sebagai wilayah dengan penyebaran dan kasus positif COVID-19 tertinggi dibandingkan wilayah lainnya. Empat fase utama dalam MSP yang diuraikan dalam makalah ini adalah inisiatif, perencanaan adaptif, tindakan kolaboratif dan pemantauan refleksi. Tulisan ini didasarkan pada hasil penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan analisis eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MSP tertuang dalam struktur formal yaitu terbentuknya satuan tugas penanganan COVID 19 di Kota Pekanbaru yang terdiri dari multistakeholder dan terbagi dalam beberapa bidang kerja dan turunannya. struktur ke tingkat masyarakat. Formasi ini tidak serta merta menunjukkan adanya kemitraan yang baik, masih terdapat permasalahan terkait dominasi struktural kekuasaan formal dan dinamika sosial mengenai ambiguitas dan kompleksitas keanggotaan. Selain itu, aspek ketergantungan antar aktor serta kesetaraan dan kepercayaan juga menjadi permasalahan yang menunjukkan MPS belum optimal dalam mengimplementasikan kebijakan terkait pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina lahir dari kearifan lokal, dimana hutan ini memiliki usia yang sudah ratusan tahun yang berada ditengah-tengah budaya keikhlasan warga masyarakat Desa Buluh Cina. Sebelum dinamai Hutan Taman Wisata Alam dahulu disebut sebagai Hutan Adat. Penelitian ini dilakukan di Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina dilindungi dan dijaga oleh Lembaga Adat, Pemerintahan Desa dan BBKSDA Riau. Hutan Taman Wisata Alam ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 3587/ Menhut-VII/KUH/2014 dengan luas _+1.000 hektar. BBKSDA adalah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam yang memiliki fungsi pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam berdasarkan asas dekonsentrasi. Ada beberapa masalah yang diangkat dalam penelitian ini (1). Bagaimana koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina? (2). Apa faktor yang mempengaruhi koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Hutan Taman Wisata Alam. Pengambilan data penelitian dilakukan secara wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau masih kurang optimal, baik dalam kebijakan maupun kerja sama. Koordinasi yang dilakukan Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau adalah untuk melindungi dan menjaga kearifan lokal Hutan Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina.
This research attempts to analyze the forms of power in the utilization of communal land in Kampar Regency. The interests of indigenous peoples in terms of ulayat land tenure feel threatened by the existence of plantation corporations by bringing large investments which ultimately provide economic added value for the Government and Regional Government. This study uses qualitative research methods with a phenomenological approach. Data was obtained through interviews conducted with elements of the Kampar District Government, Lembaga Adat Kampar (LAK), the Archipelago Indigenous Peoples Alliance (AMAN) Kampar, and traditional leaders. Technical data analysis in this study was conducted interactively. The argument from this study shows that there are 2 (two) forms of power that influence the implementation of ulayat land use in Kampar Regency. The first is visible power, where the practice of power occurs in the formal sphere in the policy-making process of recognizing and protecting customary law communities in Kampar District. In addition, the practice of visible power is also evident from the interaction between actors in resolving communal land conflicts that occurred in Kampar District. While the second form of power in the utilization of communal land is hidden power. This hidden power practice is carried out by corporate actors who are suspected of taking over customary land by playing their power in licenses issued by the Government.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.