Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman sumberdaya hayati yang relatif tinggi. Salah satu sumberdaya hayati tersebut, adalah bambu. Keberadaan tanaman bambu di Asia termasuk Indonesia banyak dimanfaatkan ruas, buluh, pelepah, warna dan tingginya untuk berbagai keperluan. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pemanfaatan keanekaragaman bambu secara hidrologis, ekonomis, sosial dan pertahanan di masyarakat, sebagai salah satu solusi alternatif pemanfaatan sumberdaya hayati di Indonesia. Jenis data yang digunakan adalah data literatur berupa hasil karya tulis ilmiah atau hasil penelitian yang relevan. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: 1) fungsi hidrologis bambu memberikan manfaat langsung sebagai tanaman konservasi mengurangi terjadinya erosi, penahan terjadinya longsor, penutup lahan yang baik untuk daerah tangkapan air, sedangkan secara tidak langsung sebagai penunjang kebutuhan air penduduk seperti untuk pipa, saluran dan tempat air; 2) fungsi ekonomi bambu membantu menunjang kebutuhan manusia, menambah pendapatan dan membuka kesempatan perekonomian baru seperti sebagai bahan konstruksi bangunan, anyaman, tulang beton, tali, alat sambung, atap, lantai dan jembatan; 3) Fungsi sosial dari bambu adalah memicu aktivitas sosial antar individu atau kelompok masyarakat, seperti pemanfaatan bambu untuk alat musik, obat tetes mata, alat pancing, tempat pembibitan, rakit dan pipa rokok; dan 4) Fungsi pertahanan bambu sendiri erat kaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia terutama sebagai senjata dalam melawan penjajah, selain itu fungsi pertahanan bambu sendiri yakni sebagai medan pertahanan dan pagar hidup maupun buatan.
Salah satu strategi dalam pengurangan risiko bencana adalah dengan peningkatan pemahaman dan kapasitas individu maupun masyarakat terhadap bencana. Lembaga pendidikan sebagai salah satu ruang publik dituntut harus mampu mengelola risiko bencana sesuai dengan ancaman yang ada di wilayah sekitarnya. Melalui penerapan pendidikan sekolah siaga bencana maka secara tidak langsung melatih guru dan sisiwa dalam mitigasi bencana di sekolah mereka. Tujuan utama dalam pengabdian ini adalah agar warga sekolah memiliki ketahanan dan ketangguhan dalam menghadapi bencana melalui sekolah siaga bencana. Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini menggunakan metode pendampingan. Pelaksanaan kegiatan Participatory Mapping dibedakan menjadi 3 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis. Tahap persiapan merupakan tahapan pengumpulan data primer. Pengumpulan data primer untuk penyusunan peta-peta dasar. Tahap pelaksanaan merupakan tahap peserta kegiatan melakukan pelatihan untuk membuat peta denah sekolah. Tahap analisis merupakan tahap akhir kegiatan dengan menjelaskan dan mendiskripsikan peta denah sekolah. Hasil dari refeksi, observasi, serta inventarisasi dari kelompok kemudian dideskripsikan dan divisualisasikan dengan pembuatan denah peta lingkungan sekolah. Proses pemetaan lingkungan denah sekolah dilakukan secara partisipatif, terutama untuk menentukan jalur evakuasi dan titik kumpul apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan sebagai salah satu sarana bagi mitra yaitu sekolah dalam rencana tanggap darurat bencana. Pelibatan seluruh komunitas sekolah sangat penting terhadap literasi kebencanaan. Kegiatan ini telah menumbuhkan peningkatan pemahaman komunitas sekolah dalam kebencanaan khususnya di sekolah rawan bencana.
This research was motivated by changes in mangrove forest areas in Central Sulawesi Province, Donggala Regency, especially South Banawa District. The objective of the research is to analyze the change of mangrove forests in the district of South Banawa years 2002-2018 and to determine the dominant factors influencing the change of mangrove forests. This study uses a quantitative approach combining geographic information systems and remote sensing, using overlay and descriptive analysis. Results from research this showing that the mangrove forest in the district South Banawa years 2002-2018 decline area amounting to 47.59 hectares, which was originally large mangrove forest 261.32 hectares to 213.73 hectares on in 2018. The Changing of mangrove forests to fishponds is a dominant factor in the change of mangrove forests when compared to other changes.
Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang diluncurkan di awal tahun 2020, bertujuan untuk menghasilkan ouput lulusan yang dapat menguasai beragam keilmuan dan aplikatif di pasar kerja masyarakat. Kebijkan tersebut memuat delapan (8) program yang menjadi motor dalam pengembangan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa. Salah satu program yang yang berdampak langsung ke masyarakat adalah membangun desa. Program ini secara langsung berkordinasi dengan Kementerian Desa yang bertujuan untuk pembangunan kawasan perdesaaan. Tantangan desa sebagai daerah administratif terkecil dalam menjalankan pemerintahan, seringkali tidak sejalan dengan potensi dan pengelolaannya. Presepsi desa sebagai area yang terbatas, seringkali menimbulkan permasalahan yang kompleks. Hal inilah yang kemudian membuat desa menjadi wilayah yang minim pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan yang sesuai potensi daerahnya. Pendekatan dalam pengabdian ini menggunakan Rapid Rural Apprasial (RRA) yang dilakukan dengaan metode pendampingan berbasis produk. Metode ini memuat beberapa tahapan, yaitu tahap pertama (1) yaitu Focus Group Discussion (FGD), tahap kedua (2) pemetaan, tahap ketiga (3) workshop dan tahap kempat (4) diseminasi. Hasil utama yang diharapkan dari pengabdian ini adalah adanya peta Desa Sioyong berdasarkan hasil kajian dan survey bersama perangkat desa, adanya basis data spasial yang digunakan untuk peta tematik lainnya di Desa Sioyong, adanya kejelasan batas desa Sioyong dengan desa lain yang bersebelahan dan terporgramnya rencana album peta desa Sioyong berdasarkan potensi hasil dari survey.
<p><em>This study aims to identify riverbank erosion in some Tibo villages, Sindue Tambusabora District, Donggala Regency. This type of research is descriptive qualitative with a spatial approach. The data analysis technique used in this study includes a qualitative descriptive analysis in the form of a unit analysis of the area of landform from the fluvial process in Tibo Village, Sindue Tambusabora District, Donggala Regency. The data used in this study include primary data and secondary data. Primary data are the results of field ground checks and direct measurements, while secondary data are Landsat 8 OLI images and RBI maps of 1:50,000 scale 2015-65. This type of research is descriptive qualitative with a spatial approach. The data analysis technique used in this study includes a qualitative descriptive analysis in the form of a unit analysis of the landform area from which the fluvial process originated in the village of Tibo. Mild to moderate erosion and sedimentation rates. Erosion of cliffs is very high, especially at the bend of the river where erosion occurs due to high river discharge so that many charred rivers are found in Tibo village due to high erosion and sedimentation.</em><em></em></p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.