Conjunctivitis is a disease that can affect every age group including newborns. One of its complications is blindness. The vision of WHO in 2020 is ophthalmia neonatorum as the leading cause of blindness in low income country in African and other third world countries. This study was aimed to obtain an overview of ophthalmia neonatorum in general. This was a literature review study using three database Clinical Key, Pub Med, and Google Scholar, using the key words ophthalmia neonatorum OR neonatal conjunctivitis. The result showed that the most common pathogens were S. aureus, C. trachomatis, and N. gonorrhoeae. Transmission through normal labour had the highest incidence of conjunctivitis in newborns. Internal factors of mothers such as infected by pathogens had a tendency to transmit the infection to the babies meanwhile external factors of mothers were skipping the initial antenatal care (ANC) for screening of pathogens infecting the mothers supported by the high prevalence of conjunctivitis in developing countries associated with lower educational and socioeconomic status. In conclusion, ophthalmia neonatorum was affected by the mother conditiom (antenatal infection) and external factors including ANC, developed countries, and low educational and socioeconomic status.Keywords: conjunctivitis, newborns, ophthalmia neonatorum Abstrak: Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang dapat menyerang semua kalangan termasuk bayi. Salah satu komplikasi konjungtivitis pada bayi ialah kebutaan. World Health Organization tahun 2020 mencanangkan bahwa oftalmia neonatorum termasuk salah satu penyebab utama terjadinya kebutaan di negara-negara yang berpenghasilan rendah di benua Afrika dan negara lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum dari konjungtivitis pada bayi. Jenis penelitian ialah literature review. Pencarian data menggunakan tiga database, yaitu: ClinicalKey, PubMed, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu ophthalmia neonatorum OR neonatal conjunctivitis. Hasil penelitian mendapatkan bahwa organisme patogen penyebab tersering ialah S. aureus, C. trachomatis, dan N. gonorrhoeae dengan penularan melalui jalan lahir ibu yang terinfeksi. Persalinan pervaginam menunjukkan angka kejadian terjadinya konjungtivitis pada bayi yang tinggi. Faktor internal ibu yang terinfeksi organisme patogen berisiko menularkan infeksi kepada bayinya. Faktor eksternal ibu yang tidak rutin melakukan antenatal care (ANC) akan melewatkan skrining awal adanya organisme yang menginfeksi ibu, didukung juga oleh prevalensi konjungtivitis yang terjadi di negara berkembang dengan status pendidikan dan sosioekonomi yang masih rendah. Simpulan penelitian ini ialah konjungtivitis pada bayi dipengaruhi oleh faktor ibu (infeksi antenatal) dan faktor eksternal termasuk ANC, negara berkembang, serta status pendidikan dan sosioeknomi yang rendah.Kata kunci: konjungtivitis, bayi, oftalmia neonatorum
Although eye trauma cases are oftenly found, they are actually preventable. The incidence of open eye trauma is around 3.6-3.8 in 100,000 people worldwide. This study was aimed to obtain the profile of penetrating trauma in the eye at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This was a retrospective analytical study using medical record data of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital from January 2016 to July 2018. The results showed 124 patients with penetrating trauma in the eye. Penetrating trauma cases in the eyes were significantly higher in males compared to females which were found in 105 patients (87.67%). Based on age, most patients were in the early adult age category (26-35 years) as many as 28 patients (22.58%). Based on work, the most common patients were farmers as many as 25 patients (20.16%), followed by laborers as many as 18 patients (14.51%). Conclusion: Most cases of penetrating trauma in the eyes were males, aged 26-35 years, and worked as farmers.Keywords: incidence, penetrating eye trauma Abstrak: Trauma pada mata sering terjadi dan sebenarnya merupakan penyebab gangguan penglihatan yang dapat dicegah. Insidensi trauma mata terbuka sekitar 3.6-3.8 per 100.000 populasi di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kejadian trauma tembus pada mata di RSUP Prof.DR.R.D Kandou Manado. Jenis penelitian ialah analitik retrospektif dengan menggunakan data di Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2016-Juli 2018. Hasil penelitian mendapatkan jumlah pasien trauma tembus pada mata sebanyak 124 orang. Kasus trauma tembus pada mata lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 105 pasien (87,67%). Berdasarkan usia, trauma tembus pada mata terbanyak pada kategori dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 28 pasien (22,58%). Berdasarkan pekerjaan, trauma tembus pada mata terbanyak didapatkan pada petani sebanyak 25 pasien (20,16%) diikuti buruh sebanyak 18 pasien (14.51%). Simpulan: Trauma tembus pada mata terbanyak pada laki-laki, usia 26-35 tahun, didominasi pekerjaan sebagai petani.Kata kunci: angka kejadian, trauma tembus pada mata
: Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is an inflammatory lung disease where a person can be infected and infecting other people due to the virus. The only cause of this disease was Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Over 223 countries worldwide was infected and can manifest in pulmonary and extrapulmonary system, one of which is the eye. This study aims to find out some of the ocular symptoms that were found in COVID-19 patients. This study is using the literature review method and the process of data searching using three databases, ClinicalKey, PubMed, and Google Scholar. The keywords used were Ocular Symptoms OR Ocular Manifestations AND COVID-19. The results showed some ocular symptoms that can be found in COVID-19 are ocular pain, itchiness, foreign body sensation, burning sensation, tearing, dry eyes, conjunctival hyperemia, blurred vision, conjunctival discharge, photophobia, and gritty feeling. This findings was obtained in severe cases of patients and some can occur as initial symptoms of COVID-19. In conclusion, ocular symptoms can occur in COVID-19 patients where these symptoms tend to be mild and not always detected on RT-PCR examination using conjunctiva samples. For that reason, using a proper eye protection equipment and avoiding hand-eye contact can prevent the possibility of virus transmission through the eyes.Keywords : COVID-19, Ocular Symptoms, Ocular Manifestations Abstrak : Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah sebuah penyakit peradangan paru dimana seseorang dapat terjangkit dan menjangkiti orang lain akibat virus. Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) adalah satu-satunya kausa COVID-19. Penyakit ini telah menginfeksi 223 negara di seluruh dunia dan dapat bermanifestasi pada sistem pulmoner maupun ekstrapulmoner, salah satunya adalah mata. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa gejala okular yang ikut ditemukan pada pasien COVID-19. Penelitian ini berupa literature review yang dalam proses mencari data memakai 3 database yakni ClinicalKey, PubMed, dan Google Scholar. Kata kunci yang dipakai yakni COVID-19 Ocular Symptoms OR Ocular Manifestations. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa gejala okular pada COVID-19 yaitu nyeri pada mata, gatal pada mata, sensasi benda asing, rasa terbakar, mata berair, mata kering, hiperemis konjungtiva, pandangan kabur, adanya sekret di daerah konjungtiva, fotofobia, dan rasa berpasir pada mata. Penemuan ini dapat dijumpai pada kasus berat dan beberapa juga dapat terjadi sebagai tanda awal COVID-19. Simpulan penelitian ini ialah gejala okular dapat terjadi pada pasien COVID-19 dimana gejala ini cenderung ringan dan tidak selalu terdeteksi pada pemeriksaan RT-PCR menggunakan sampel konjungtiva. Untuk itu, penggunaan alat pelindung mata dan menghindari hand-eye contact dapat mencegah kemungkinan transmisi virus melalui mata.Kata kunci : COVID-19, gejala okular, manifestasi okular
Optic neuritis is a condition where inflammation occurs in the optic nerve. This disease is accompanied by sudden vision decrease that can be temporary or even permanent if not treated well. This study was aimed to obtain the profile of optic neuritis at Prof Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from year 2015 to 2017. This was a retrospective and descriptive study using patients’ medical records from year 2015 to 2017. There were 24 optic neuritis patients involved in this study; males were predominant as many as 13 patients (54%). Optic neuritis were more common at age interval of 26-45 years as many as 11 patients (46%). Based on occupation, housewifery had the highest percentage (25%). Most cases of optic neuritis could not be classified in this study as many as 14 patients (58%). In conclusion, optic neuritis was more common in males, age interval 26-45 years. Based on its type, most optic neuritis cases could not be classified.Keywords: optic neuritis Abstrak: Neuritis optik merupakan kondisi dimana terjadi inflamasi pada saraf optik. Penyakit ini disertai dengan penurunan penglihatan secara tiba-tiba yang dapat bersifat sementara atau bahkan sampai permanen jika tidak ditangani dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran neuritis optik di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2015-2017. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pada tahun 2015 - 2017. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 24 pasien neuritis optik pada tahun 2015-2017 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak ditemukan pada laki-laki sebanyak 13 pasien (54%) sedangkan untuk usia ditemukan pada interval usia 26-45 tahun sebanyak 11 pasien (46%). Berdaasarkan pekerjaan, neuritis optik terbanyak didapatkan pada ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 6 pasien (25%). Untuk jenis neuritis optik umumnya didapatkan yang tidak diklasifikasi jenisnya sebanyak 14 pasien (58%). Simpulan penelitian ini ialah neuritis optik lebih banyak didapatkan pada laki-laki, dengan rentang usia 26-45 tahun, jenis neuritis optik yang tidak diklasifikasi, dan lebih didominasi jenis pekerjaan IRT.Kata kunci: neuritis optik
Pterygium is a degenerative and invasive fibrovascular tissue growth in bulbar conjunctiva triggered by ultraviolet rays, therefore, outdoor activities for a long period may increase the risk of pterygium. This study was aimed to obtain an overview of knowledge levels regarding pterygium among bentor drivers at Mananggu District. This was a descriptive and survey study. Samples were 36 respondents who met the inclusion criteria, collected by using the accidental sampling technique. Data of respondents were obtained by using questionnaires of 10 questions related to pterygium and then were analyzed by using the univariate analysis. The results showed that 8 respondents (22.2%) had good knowledge level, 14 respondents (38.9%) had fair knowledge level, and 14 respondents (38.9%) had poor knowledge level. In conclusion, most of bentor drivers at Mananggu district did not have good knowledge level regarding pterygiumKeywords: pterygium, knowledge level, bentor drivers Abstrak: Pterigium merupakan suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada konjungtiva bulbar yang bersifat degeneratif dan invasif. Faktor utama pemicu terjadinya pterigium ialah sinar ultraviolet sehingga beraktivitas diluar ruangan dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya pterigium. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan tentang pterigium pada pengendara bentor di Kecamatan Mananggu. Jenis penelitian ialah survei deskriptif. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik accidental sampling dan diperoleh 36 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner yang berisi 10 pertanyaan terkait pterigium dan dianalisis secara univariat. Terdapat 8 responden (22,2%) memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai pterigium, 14 responden (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 14 responden (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan kurang. Simpulan penelitian ialah sebagian besar pengendara bentor di Kecamatan Mananggu belum memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai pterigiumKata kunci: pterigium, tingkat pengetahuan, pengendara bentor
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.