Tenaga keperawatan yang melayani di pelayanan rawat inap cenderung memiliki beban kerja yang lebih banyak dibandingkan ruangan lainnya. Setiap hari, dalam melaksanakan pengabdiannya seorang perawat tidak hanya berhubungan dengan pasien, tetapi juga dengan keluarga pasien, teman pasien, rekan kerja sesama perawat, berhubungan dengan dokter dan peraturan yang ada di tempat kerja serta beban kerja yang terkadang dinilai tidak sesuai dengan kondisi fisik, psikis dan emosional. Tugas yang harus dilakukan perawat seperti melakukan asuhan keperawatan, pencatatan laporan asuhan keperawatan, observasi pasien, menerima pasien baru atau rujukan pasien ke rumah sakit lain. Masalah penelitian masih adanya perawat yang mengalami stress kerja di Rumah Sakit Raflesia. Tujuan penelitian diketahuiya hubungan beban kerja dengan stress kerja pada perawat di Rumah Sakit Raflesia Kota Bengkulu.Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional total populasi yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini yang artinya jumlah sampel sebanyak 85. Data dianalisis secara univariat dan bivariate dengan uji chi-squareHasil penelitian menunjukkan sebagian besar (58,8%) dengan beban kerja tingkat sedang dan sebagian besar (51,8%) responden dengan tingkat stress rendah dengan nilai p 0,001.Simpulan terdapat hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada perawat di Rumah Sakit Raflesia Tahun 2018
Background:Aerobic and anaerobic physical exercises conducted in both acute and chronic are really essential in keeping the body especially brain healthy. Physical exercise plays an important role in molecular system and is beneficial for the brain by enhancing neurogenesis which is mediated by the increase of BDNF level. This study aimed to evaluate the effect of physical exercise to the BDNF level of hippocampus tissues in Wistar rats.Methods: Thirty male rats were divided into five groups i.e. control group, acute aerobic physical exercise group, acute anaerobic physical exercise group, chronic aerobic physical exercise group, and chronic anaerobic physical exercise group. Physical exercises were conducted on animal treadmill. The level of hippocampus BDNF was determined using ELISA. The data were analyzed using independent t-test.Results: BDNF average levels of chronic aerobic and anaerobic physical exercises were higher than those of acute ones (152.86±1.62 pg/ml and 122.22±1.53 pg/ml vs 59.38±6.10 pg/ml and 54.05±3.35 pg/ml). There were significant differences in the BDNF average levels of hippocampus tissues between aerobic and anaerobic groups, in both acute and chronic exercise.Conclusion: The chronic physical exercises, both aerobic or anaerobic, are increasing higher the level of BDNF in brain tissue.
The effect of brisk walking exercise program on blood pressure for people with hypertension Background: Some patients with hypertensive only use antihypertensive drugs to decrease their blood pressure. There are alternatives and more effective as non-pharmacological alternatives to help decrease blood pressure.Purpose: To determine the effect of brisk walking exercise program on blood pressure for people with hypertensionMethod: Quasi-experimental design, the participants were divided into two groups (intervention group and nonintervention group). The sample of this study was 20 participants with contraindications taken by consecutive Sampling. Brisk walking exercise program for 20-30 minutes with an average speed of 4-6km/hour. Three times a week for two months. Data analyzed using a dependent t-test with a 95% confidence level.Results: The study showed that the mean of the intervention systolic pressure before intervention (154.00±10.75) with range (140-170) and after intervention (140.00±8.17) with range (130-160)(p-value=0.001). In the control group, mean the systolic pressure (143.00±8.23) with range (130-150) and after two months (135.50±5.50) with range (130-150). The mean of the diastolic pressure (Intervention group) before (97.00±6.75)with range (90-110) and after (85.00±4.71) with range (80-90). The control group (93.00±6.32) (80-100) and after (89.00±5.16) with range (85-95)(p-value=0.001)Conclusion: There was a significant effect of the brisk walking exercise program in the intervention group, which was stronger than the control group.Keywords: Brisk walking exercise; Blood pressure; Hypertension Pendahuluan: Beberapa penderita hipertensi hanya menggunakan obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darahnya. Ada alternatif dan lebih efektif sebagai alternatif non-farmakologis untuk membantu menurunkan tekanan darah.Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh program brisk walking exercise terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.Metode: Quasi-experimental design, peserta dibagi menjadi dua kelompok (kelompok intervensi dan kelompok Kontrol). Sampel penelitiannya 20 partisipan tanpa kontraindikasi yang diambil secara Consecutive Sampling. Program brisk walking exercise selama 20-30 menit dengan kecepatan rata-rata 4-6km/jam. Tiga kali seminggu selama dua bulan. Data dianalisis menggunakan uji-t dependen dengan tingkat kepercayaan 95%.Hasil: Menunjukkan bahwa rerata tekanan sistolik intervensi sebelum intervensi (154,00±10,75) dengan rentang (140-170) dan setelah intervensi (140,00±8,17) dengan rentang (130-160)(p-value=0,001). Pada kelompok kontrol, rata-rata tekanan sistolik (143,00±8,23) dengan kisaran (130-150) dan setelah dua bulan (135,50±5,50) dengan rentang (130-150). Rerata tekanan diastolik (kelompok intervensi) sebelum (97,00±6.75) dengan rentang (90-110) dan setelahnya (85,00±4,71) dengan rentang (80-90). Kelompok kontrol (93.00±6.32) dengan rentang (80-100) dan setelahnya (89,00±5,16) dengan rentang (85-95)(nilai-p=0,001)Simpulan: Ada pengaruh yang signifikan dari program brisk walking exercise pada kelompok intervensi yang lebih kuat dibandingkan kelompok kontrol.
<p>Keluarga memiliki empat fungsi suportif, antara lain: dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional,jika dari semua dukungan ini kita dapat mengukur baik dan tidaknya dukungan keluarga kepada klien harga diri rendah. Tujuan penelitian diketahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu.<strong> </strong>Desain penelitian menggunakan metode penelitian secara survey analitik dengan metode penilaian <em>Cross Sectional</em>,dengan jumlah sampel sebanyak 178 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariate dengan chi-square Hasil penelitian menunjukkan terdapat 66 orang (37,1%) responden memiliki dukungan keluarga kurang baik dan 70 orang (39,3%) mengalami kekambuhan dan kembali menjalani pengobatan kurang dari 2 bulan pada pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu tahun 2019. Hasil analisi bivariate didapatkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian kekambuhan pada pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu Saran peneliti hendaknya pemberian pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga pada penderita gangguan harga diri rendah di tingkatkan dan program home visit menjadi prioritas utama untuk mencegah kekambuhan pada penderita gangguan harga diri rendah.</p><p> </p><p><strong>Kata kunci</strong> : Harga Diri Rendah, Dukungan Keluarga </p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.