Penggunaan sepatu dalam bekerja memiliki fungsi estetika dan fungsikesehatan. Pemakaian high heels memiliki banyak resiko, salah satu resiko yangtimbul akibat pemakaian high heels yaitu Osteoarthritis.. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh pemakaian high heels terhadap peningkatan resikoosteoarthritis pada SPG (Sales Promotion Girl) Matahari Simpanglima Semarang. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan populasi seluruhSPG wanita di Matahari di MDS Simpang Lima dengan teknik purposivesampling sejumlah 52 responden, yang terbagi menjadi 4 kelompok yangmenggunakan sepatu dengan tinggi hak yang berbeda-beda (kelompok dengansepatu berhak 0cm, 3 cm, 5 cm dan 7 cm) masing-masing kelompok berjumlah 13orang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Juni 2017 sampai dengan31Agustus 2017. Hasil penelitian dilihat dari peningkatan skor skala Womac.Hasil penelitian diuji dengan One Way Anova diperoleh nilai p< 0.00, sehinggadisimpulkan ada perbedaan antar kelompok yang menggunakan sepatu dengantinggi hak yang berbeda. Dilanjutkan dengan uji Post Hoc didapatkan hasil adaperbedaan yang bermakna pada masing-masing kelompok dengan nilai p= 0,000 <0,05, baik pada kelompok dengan tinggi hak 0 cm dibandingkan dengan 3 cmdengan nilai p=0.03, pada kelompok dengan tinggi hak 3 cm dibandingkankelompok dengan tinggi hak 5 cm didapatkan hasil p=0,00, sedangkan padakelompok dengan tinggi hak 5 cm dibandingkan kelompok dengan tinggi haksepatu 7 cm didapatkan hasil p=0,019. The using of shoes to work have an esthetic function and health function. By using high heels have many risk, one of the risk by using high heels isOsteoarthritis. This research has a purpose to know the effect of high heels toincrease the risk of Osteoarthritis Knee in SPG (Sales Promotion Girl) MatahariSimpanglima Semarang. This research was a observational method research (quantitativeresearch) with the population all of the Sales Promotion Girl in MatahariSimpanglima with the purposive sampling technique 52 respondence, which isseparate for 4 group that use the difference high level of the shoes (group with0cm high, 3 cm, 5 cm, and 7 cm high) which is 13 person each. This research start from 1st Juni 2017 until 31th Agustus 2017. Thisresearch has seen by increase of the Womac score. This research was value byOne way anova test which is have the value p= 0.00, so it can be conclude thatthere is a difference into group which is use the difference higher shoes, The testwas followed by post hoc test and it get the difference into group with the value p= 0,000 < 0,05, which is into group with 0cm high into 3 cm high with valuep=0.03, which is into group with 3 cm high into 5 cm high with value p=0,00,which is into group with 3 cm high into 5 cm high with value p=0,019.
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang memiliki ciri khas yaitu terjadinya degradasi dari tulang rawan sendi. Terapi non farmakologis yang juga disarankan untuk penderita osteoartritis lainnya exercise yang di lakukan pada sendi lutut. Jenis exercise antara lain yang dapat dilakukan adalah home exercise, ataupun strengthening exercise yang berarti latihan penguatan yang meliputi quadriceps dan hamstring exercise, serta aerobik exercise seperti berjalan (forward walking or backward walking), bersepeda dan berenang. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perbandingan efektifitas pemberian terapi Fisioterapi terhadap penurunan nyeri pasien lansia dengan osteoartritis lutut. Penelitian ini memiliki desain cross-sectional dengan 30 partisipan yang merupak pasien OA lutut di Puskesmas Dinoyo, RST Soepraoen, dan RS UMM dan telah memenuhi kriteria inklusi. Semua partisipan kemudian dibagi menjadi Grup I (menerima terapi latihan selama 6 minggu), dan Grup II ( menerima terapi latihan selama 2 minggu). Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner VAS dan jenis analisa data yang dilakukan adalah uji paired T test dan independent T-test. Berdasarkan hasil uji paired T test masing-masing untuk Grup I dan Grup II diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri responden antara sebelum dan setelah dilakukan terapi latihan pada masing-masing grup. Selanjutnya ketika dibandingkan outcome terapi yang diberikan pada Grup I dan Grup II diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua Grup, dimana Grup II relatif memiliki tingkat penurunan nyeri yang lebih baik dibandingkan dengan responden pada Grup I yang menerima terapi latihan selama 6 minggu
Bell’s palsy adalah kelumpuhan facialis perifer akibat proses non-supuratif, non neo-plasmatik, non neo-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stylomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen stylomatoideus. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh infra red, electrical stimulation dan massage pada penderita bell’s palsy dextra. Populasi penelitian ini adalah pasien penderita bell’s palsy dextra. Sampel penelitian ini menggunakan seluruh populasi, yaitu sebanyak 8 pasien yang secara keseluruhan diambil sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data didapat dari pemeriksaan kemampuan fungsional dengan skala ugo fish. skala ugo fish merupakan pengukuran pemeriksaan kemampuan fungsional. Hasil uji t menunjukkan Sig. = 0,000 (<0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti kemampuan fungsional sebelum dan sesudah tindakan (terapi latihan) tidak sama. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan adanya pengaruh Infra red, electrical stimulation dan massage dapat mengurangi kaku wajah pada penderita bell’s palsy dextra
Latar Belakang: Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Suzan, ditemukan bahwa fasciitis plantaris menyumbang 41,5% masalah pada kasus musculoskeletal di setiap pusat perawatan tersier di California, Amerika Serikat. Menurut data yang diperoleh dari laporan bulanan poli rehab medik Rumah Sakit Tentara Bhakti Wira Tamtama Semarang Jawa Tengah pada tahun 2017 angka pasien yang mengalami fasciitis plantaris pada bulan januari sampai bulan Desember terdapat 67 pasien yang mengalami kasus fasciitis plantaris tersebut. Tujuan: untuk mengetahui pengaruh infrared, ultrasound dan terapi latihan dalam membantu untuk mengurangi nyeri tekan dan gerak, meningkatkan nilai kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas fungsional sendi ankle pada pasien fasciitis plantaris. Hasil: hasil pengujian didapatkan bahwa nilai sig (2tailed) untuk nilai VAS sebesar 0,004, nilai MMT plantar fleksi engkel sebesar 0,007, nilai MMT dorsal fleksi engkel sebesar 0,000 dan nilai skor total FADI sebesar 0, 006 berada pada < 0,05 sebagai batas kritis penilaian signifikansi, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut berarti terjadi perubahan yang signifikan meliputi penurunan derajat nyeri, peningkatan kekuatan otot untuk gerakan dorsal fleksi dan plantar fleksi engkel dan peningkatan kemampuan aktivitas fungsional partisipan. Kesimpulan: penggunaan dengan modalitas infrared, ultrasound dan terapi latihan berupa stretching, towel stretch, stretch and scroll serta latihan penguatan pada kasus plantar fascitis dengan jumlah partisipan sebanyak 8 orang terbukti efektif mengurangi derajat nyeri, meningkatkan kekuatan otot engkel untuk gerakan plantar fleksi dan dorsal fleksi serta meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional kaki partisipan.
Latar Belakang : Prevalensi keterlambatan perkembangan motorik yang signifikan di dalam populasi anak tidak diketahui. Melalui perhitungan statistik, 2-3% bayi berada di luar rentang tonggak pencapaian motorik normal. Dari angka tersebut, sebagian kecil (15-20%) diketahui mempunyai diagnosis gangguan neuromotor signifikan berupa serebral palsi atau defek pada saat lahir. Terapi latihan yang digunakan adalah neuro senso motor reflex development and synchronization, mobilisasi trunk, dan latihan gerak fungsional. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tindakan fisioterpai fisioterapi dengan terapi latihan pada developmental delay. Hasil : Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan paired sample t test dengan hasil yang tampak menunjukkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,104 (> 0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Berdasarkan data tersebut, terapi yang diberikan berupa Neuro senso motor reflex development and synchronization, Mobilisasi Trunk dan latihan gerak fungsional tidak efektif pada penelitian kali ini, Hal ini terjadi karena tidak ada perubahan yang signifikan pada partisipan antara sebelum terapi dengan sesudah terapi. Kesimpulan : terapi latihan Neuro senso motor reflex development and synchronization, Mobilisasi Trunk dan latihan gerak fungsional tidak efektif pada penelitian kali ini, karena tidak ada perubahan yang signifikan padapartisipan antara sebelum terapi dengan sesudah terapi. Tidak adanya perubahan yang signifikan pada pasien dapat disebabkan oleh gangguan terjadi pada sistem saraf pusat yang membutuhkan waktu terapi lebih lama dan kerjasama yang baik antara terapis, partisipan dan keluarga partisipan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.