Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan di lahan cabai di Kecamatan Kemiling, Kelurahan Langkapura Bandar Lampung pada bulan Juni hingga Agustus 2012. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari (a) cabai, (b) Cleome rutidosperma, (c) Cyperus kyllingia, (d) Synedrella nodiflora, (e) Paspalum distichum, dan (f) Ageratum conyzoides yang diinokulasi dengan jamur Colletotrichum capsici pada saat tingginya berkisar antara 9-12 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Keparahan penyakit antraknosa berbeda-beda, pada cabai 0,3% hingga 44,0% %, Cleome rutidosperma sebesar 7,5% hingga 51,0%, Cyperus kyllingia dan Paspalum distichum 0%, Synedrella nodiflora 9,3% hingga 47,0%. dan Ageratum conyzoides 12,8% menjadi 9,1%, (2) Masa inkubasi jamur Colletotrichum capsici berbeda-beda yaitu tersingkat pada gulma Cyperus kyllingia (0 hari), dan masa inkubasi terpanjang pada dan Paspalum conjugatum (27 hari). Pertumbuhan tinggi dan persentase jumlah daun tanaman cabai dan gulma yang diinokulasi dengan Colletotrichum capsici berbeda-beda dari minggu ke- 1 hingga minggu ke- 4. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada gulma Ageratum conyzoides sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada gulma Cleome rutidosperma. Persentase jumlah daun sakit paling besar adalah pada cabai dan Persentase jumlah daun paling kecil pada Cyperus kyllingia.
Penyakit penting pada tanaman jagung diantaranya adalah penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur Puccinia sorghi Schwein dan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh jamur Helmithosporium turcicum Leonard et Suggs. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan Pseudomonas fluorescens dan Paenibacillus polymyxa dalam menekan perkembangan penyakit karat dan hawar daun jagung serta memicu pertumbuhan tanaman jagung. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan Desember 2015 di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi dan di lahan petani di Kampung Baru Bandar Lampung. Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas (1) P0 kontrol berupa tanaman jagung yang tidak diberi perlakuan fungisida, P. polymyxa dan P.fluorescens (2) P1 perendaman benih jagung dalam formulasi P. polymyxa selama 6 jam, (3) P2 perendaman benih jagungdalam formulasi P. fluorescensselama 6 jam, (4) P3 perendaman benih jagung dalam formulasi P. polymyxa danP.fluorescens selama 6 jam, (5) P4 perendaman benih jagung dalam fungisida propineb selama 6 jam. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tarif nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Aplikasi P. fluorescens dan P. polymyxa mampu menekan keparahan penyakit karat dan hawar daun jagung (2) Aplikasi P. polymyxa mampu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun jagung.
Nenas (Ananas comosus) merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan di provinsi Lampung. Jenis nenasyang dikembangkan di Lampung diantaranya adalah kultivar MD2. Tingkat kemasakan buah ketika dipanen akan mempengaruhi mutu buah.Tingkat kemasakan buah nenas yang biasa digunakan untuk standar panen adalah stadium kacang hijau atau <10%, masak 10 – 15%, dan masak 25%. Diindikasikan terdapat kaitan antara tingkat kemasakan buah nenas dengan inten sitas serangan patogen. Penyakit pasca panen hingga kini belum mendapat perhatian yang memadai di negara berkembang kehilangan hasil pasca panen mencapai 50% atau lebih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jamur-jamur yang terdapat pada buah nenas dengantingkat kemasakan< 10%, 10 - 15%, 25% dan > 75%. Pengambilan sampel buah nenas dilakukan di PT. NTF Lampung. Selanjutnya isolasi dan pengamatan mikroskopik patogen dilaksanakan di Laboratorium ProteksiTanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus 2015 - Oktober 2015.Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya jenis jamur yang berbeda pada tingkat kemasakan nenas berturutan adalah tingkat kematangan <10% yaitu Aspergillus sp., Penicillium sp, Trichoderma sp.,tingkat kematangan 10-15% yaitu Aspergillus sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp., tingkat kematangan 25% yaitu Aspergillus sp., Penicillium sp., Trichoderma sp dan jamur Curvularia sp serta tingkat kematangan 75- 100% yaitu Aspergillus sp., Penicillium sp., Fusarium sp.dan Curvularia sp.Curvularia sp. sudah termasuk kedalam jamur pasca panen tanaman nenas dimana sebelumnya hanya terdapat pada pertanaman nenas saja.
Salah satu penyebab rendahnya produksi kedelai nasional adalah adanya serangan penyebab penyakit rebah kecambah. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan agen antagonis. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan Trichoderma sp. dan filtratnya dalam menekan pertumbuhan Sclerotium rolfsii secara in vitro. Pengujian terdiri atas uji antagonisme dengan metode kultur ganda dan uji filtrat Trichoderma sp. terhadap pertumbuhan S. rolfsii. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma sp. dan filtratnya mampu menekan pertumbuhan S. rolfsii secara in vitro. Isolat Trichoderma sp. yang kemampuan penghambatannya paling tinggi adalah isolat Trichoderma harzianum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bakteri pelarut fosfat (BPF), pupuk fosfat, dan interaksi keduanya dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama merupakan jenis pupuk fosfat yang terdiri dari: tanpa pupuk fosfor (P0), SP-36 150 kg ha-1 (P1) dan BFA 192,85 kg ha-1 (P2). Faktor kedua merupakan jenis BPF yang terdiri dari: tanpa BPF (M0), BPF dari suspensi MOL TKKS (M1), BPF dari suspensi MOL rimpang nanas (M2), dan kombinasi BPF dari suspensi MOL TKKS dan rimpang nanas (M3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat (BPF) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun. Pupuk SP-36 menghasilkan produksi dan jumlah buah mentimun lebih baik dibandingkan dengan tanpa pupuk P yang didukung oleh peningkatan variabel bobot kering akar, bobot kering brangkasan, usia berbunga, jumlah bunga betina. BPF dari MOL TKKS dengan pupuk SP-36 memberikan pengaruh lebih baik terhadap panjang tanaman dan jumlah daun.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.