Natural fiber-reinforced composites can reduce the use of synthetic fibers and resins, making them more environmentally friendly. Bamboo fiber is a long fiber from non woody plant with a shorter growing season than wood. A study has been conducted to investigate the potential of bamboos, which are endemic in West Java, namely Tali bamboo (G. apus), Temen bamboo (G. pseudoarundinacea) and Haur bamboo/Green ampel (B. vulgaris v. Green), as sound absorber composite materials. Bamboo contains 21% - 22 % lignin, 44% - 53% alpha cellulose, 21% - 23% hemicelluloses, which makes it a potential pulp feedstock. Because of the adhesive nature of lignin, it is necessary to produce a pulp with a Kappa number of about 30 (+ 5% lignin). In accordance with bamboo characteristics, Tali bamboo requires less amount of cooking chemicals due to its lower contents of extractive substances and lignin, whereas Temen bamboo and especially Haur bamboo require more chemicals. Therefore, tali bamboo was chosen to produce pulp by Kraft cooking process. Subsequently, bamboo fiber was prepared by soda cooking process at the same conditions. Later on, some trial experiments with epoxy resin were performed to make sound absorber composites. The results show that at the reference frequency (5000 Hz) the pulp and bamboo fiber composites provide the maximum sound absorption coefficients (α) of 0.28 and 0.77, respectively. Hence, the composite meets the minimum standard of sound absorption coefficient of ISO 11654:1997 (α = 0.25). Moreover, the composite of epoxy and bamboo fiber is light (specific gravity <1) with an ability to reduce 97% of the sound at 2500 Hz.Keywords : fiber and pulp bamboo, nonwood, sound absorber composite, sound absorption coefficien ABSTRAK Komposit berpenguat serat alam, dapat mengurangi pemakaian serat sintetis dan resin, sehingga lebih ramah lingkungan. Serat bambu termasuk serat panjang non kayu dengan masa tanam lebih singkat dibanding kayu. Penelitian terhadap bambu endemik Jawa Barat, yaitu bambu Tali (G. apus), Temen (G. pseudoarundinacea) dan Haur/Ampel hijau (B. vulgaris v. green), dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai komposit peredam suara. Dari hasil uji diketahui bahwa bambu tersebut mengandung lignin 21% - 22%, selulosa alfa 44% - 53% dan hemiselulosa 21% - 23%, serta merupakan serat panjang yang berpotensi untuk menghasilkan pulp yang baik. Lignin pada pulp untuk bahan komposit masih diperlukan, sehubungan dengan sifatnya sebagai perekat, sehingga dilakukan penelitian untuk menghasilkan pulp bambu dengan bilangan Kappa sekitar 30 (lignin + 5%). Atas dasar karakteristiknya, pemasakan bambu Tali akan memerlukan zat kimia yang terendah karena kandungan zat ekstraktif dan lignin yang lebih rendah, sedangkan bambu Temen dan terutama Haur sebaliknya memerlukan zat kimia yang lebih tinggi. Oleh karenanya dipilih bambu Tali untuk dilanjutkan pada pembuatan pulp dengan pemasakan proses Kraft dan untuk mendapatkan seratnya dilakukan pemasakan dengan proses soda pada kondisi sama, yang kemudian dilakukan uji coba pembuatan komposit peredam suara dengan resin epoksi. Dari hasil uji diketahui bahwa pada frekuensi acuan (5000 Hz) komposit pulp dan serat bambu memberikan koefisien serap bunyi maksimum (α) sebesar 0,28 dan 0,77, berarti dapat memenuhi standar minimal koefisien serap bunyi sesuai ISO 11654:1997 (α = 0,25), terutama komposit epoksi/serat bambu, karena mampu meredam suara sampai 97% pada frekuensi 2500 Hz, dan lebih ringan (berat jenisnya < 1).Kata kunci: serat dan pulp bambu, non kayu, komposit peredam suara, koefisien serap bunyi
ABSTRAKBambu masa tanamnya lebih singkat dibandingkan dengan kayu, namun sampai saat ini serat dan pulp bambu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pengganti kayu pada pembuatan komposit oleh industri manufactured wood, misalnya papan serat. Hal ini layak untuk dipelajari, karena ketersediaan kayu yang semakin terbatas. Oleh karenanya dilakukan penelitian pembuatan papan serat dengan menggunakan serat dan pulp dari bambu tali (G.apus). Penelitian dilakukan dengan menggunakan serat bambu dari potongan bambu yang dimasak dengan proses soda dan pulp bambu dari serpihan bambu yang dimasak dengan proses soda dan Kraft. Pembuatan komposit serat bambu dilakukan dengan variasi fraksi berat serat terhadap matriks resin epoksi. Pada kondisi optimal proses dibuat komposit serupa dari pulp bambu. Dari hasil uji diketahui bahwa kualitas komposit serat bambu hasil pemasakan proses soda lebih baik dibanding komposit pulp bambu. Selain itu komposit serat bambu yang dihasilkan termasuk golongan papan serat kerapatan tinggi, dan kandungan air, penyerapan, perubahan panjang, pengembangan tebal dan keteguhan lentur dan modulus elastisitasnya sesuai dengan standar yang berlaku untuk papan serat (SNI 01 -4449 -2006, papan serat).Kata kunci: komposit, papan serat, pemasakan dengan proses soda, serat dan pulp bambu tali (Gigantochloa apus) ABSTRACTBamboo cropping period is quite short compared to wood, but fiber and bamboo pulp have not been optimally used as a substitute for wood in composite industry, such as fiber board. It is worth to be studied, because of the availability of wood is increasingly limited. Therefore, study has been done using fiber and bamboo pulp (G. apus) for fiberboard. The study was conducted using bamboo fibers from bamboo strips cooked with soda process and bamboo pulp from chips of bamboo cooked with soda process and Kraft process. Composite of bamboo fiber is made with a variety of fiber weight fraction to the epoxy resin matrix. Furthermore composite of bamboo pulp is made under optimal condition for making fiber composite. From the test results it is known that the quality of the bamboo fiber composite from bamboo strips cooked with soda process is better than the composite of bamboo pulp. Besides bamboo fiber composites produced belonged to the high-density fiberboard, and the water content, water absorption, changes in the length and thickness, flexural strength and modulus of elasticity are in accordance with applicable standar for fiberboard (SNI 01-4449 -2006).
Pada penelitian ini dilakukan proses electrospinning membran serat nano dari polivinil alkohol (PVA) dan gelatin dengan penambahan antibiotika topikal (Bacitracin dan Neomycin). Membran serat nano ini berpotensi untuk dijadikan sebagai produk pembalut luka atau media penghantar obat. Membran serat nano paling optimum diperoleh pada konsentrasi larutan PVA 10% (w/w) dan gelatin 5% (w/w) dengan rasio komposisi berat 70/30. Kondisi ini menghasilkan serat nano dengan ukuran ≤300 nm dan keseragaman serat yang cukup baik berdasarkan analisis morfologi menggunakan SEM. Penambahan antibiotika topikal dilakukan pada kondisi pembuatan membran serat nano paling optimum. Berdasarkan hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR, pada grafik terlihat gabungan antara spektra PVA, gelatin, dan antibiotika topikal. Hal ini menandakan adanya interaksi antara molekul PVA, gelatin, dengan antibiotika topikal.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.