Cattle farms resources in NTT are potential to be developed, but regency has not used it effectively. As a consequently, a huge disparity of beef cattle deployment between regencies occur. NTT sangat potensial untuk dikembangkan, namun belum dimanfaatkan secara efektif oleh setiap kabupaten. Akibatnya, terdapat disparitas penyebaran sapi yang sangat besar antar-kabupaten. Penelitian bertujuan�� a�� Menganalisis tingkat Menganalisis tingkat kapasitas penambahan populasi sapi pada setiap kabupaten; dan b�� Merumuskan skala prioritas tiap wilayah kabupaten untuk pengembangan sapi. Metode yang digunakan adalah analisis kapasitas peningkatan populasi ternak sapi (KPPTS�� Efektif untuk tiap kabupaten menggunakan persamaan potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan (PMSDL�� dan potensi maksimum berdasarkan jumlah kepala keluarga (PMKK��. Analisis ini digunakan untuk menganalisis kapasitas dan skala prioritas. Analisis rasio densitas penduduk dan ternak digunakan untuk merumuskan kebijakan pengembangan sapi. Kesimpulan�� (a�� Kapasitas wilayah NTT masih sangat besar untuk penambahan ternak sapi hingga sekitar 3,2 kali dari populasi saat ini (berdasarkan sumberdaya lahan dan tenaga kerja��, dengan tingkat teknologi dan manajemen yang ada. Wilayah kabupaten dengan sumberdaya lahan besar namun sumberdaya tenaga kerja kecil (atau pun sebaliknya��, akan memiliki nilai KPPTS efektif yang kecil pula, tergantung pada sumberdaya fisik mana yang paling terbatas; dan (b�� Skala prioritas wilayah tidak didominasi wilayah dengan jumlah sapi terbanyak saja. Jumlah kepala keluarga dan lahan garapan berpengaruh positif dan dominan (dibanding luas padang rumput�� terhadap KPPTS Efektif.
ABSTRAKPengembangan ternak sapi potong yang digalakkan oleh pemerintah dengan mencanangkan program swasembada daging pada tahun 2014 bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi potong sehingga dapat bersaing dengan sapi impor. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang diarahkan untuk pengembangan peternakan melalui plasma nutfah dan penggunaan teknologi peternakan. salah satu ciri dari usaha peternakan rakyat adalah orientasinya belum sepenuhnya bersifat bisnis dan biasanya dilakukan sebagai usaha sambilan yang tidak terlalu mementingkan keuntungan secara finansial. Pendapatan nyata lebih besar akan diperoleh pada saat lama waktu pemeliharaan 6 bulan atau dibawah nilai rataan dan selanjutnya cenderung terjadi penurunan dengan semakin bertambah panjangnya lama waktu pemeliharaan yang dilakukan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ekonomi rumahtangga peternak penggemukan sapi potong pada peternakan rakyat di Kabupaten Kupang, meliputi 3 (tiga) kecamatan sebagai berikut: a) Kecamatan Amarasi Timur, b) Kecamatan Kupang Timur, dan c) Kecamatan Amarasi Barat. Pemilihan kelompok peternak contoh secara acak sederhana sebanyak dua kelompok dari tiap kecamatan dimana setiap kelompok terdiri dari 20 orang petani peternak. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendapatan usaha ternak sapi potong pola penggemukan adalah Rp. 10,626,667,-/tahun/peternak dengan besaran kontribusi sebesar 44,15 % dari total pendapatan rumahtangga. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggemukan sapi potong di tingkat peternakan rakyat di Kabupaten Kupang merupakan sumber pendapatan utama di tingkat responden.Kata kunci: ekonomi rumahtangga, penggemukan sapi potong, peternakan rakyat Kupang, covering 3 (three) ABSTRACT Development of beef cattle promoted by the government by declaring a program of meat selfsufficiency in 2014 aims to increase the productivity of beef cattle so that it can compete with imported cattle. East Nusa Tenggara Province (NTT) is one of the provinces directed to the development of livestock through germplasm and the use of livestock technology. One of the hallmarks of smallholder livestock business is that its orientation is not yet entirely business-driven and is usually done as a sideline that is not too concerned with financial gain. Significantly greater revenues will be earned during the maintenance period of 6 months or below the average value and further tends to decrease with increasing length of maintenance time. The objective of this research is to know the economic condition of farmer household of fattening beef cattle at livestock farm in Regency of
The determinant factors of the growth of calf cattle production in NTT Province (both technical/technological, economic, socio-cultural, investment, and related institutions) have not been specifically identified and measured. This is very important for the purpose of formulating and implementing related policies. The objectives of this study were to analyze the main factors affecting the level of calf production, and to formulate policy interventions to increase calf production. A research survey was carried out on parties related to the planning and development of cattle business. The quantitative approach is in the form of regression analysis of time series data. The economic phenomenon of calf production in Kupang Regency has been simplified into a mathematical model (response function). The result reported that the estimated value of the parameters in the total calf production equation model in NTT was: TPRAS= – 20434.1 + 0.2262 LTTSIP* – 0.0032 TLPRAns + 0.2147 TLLTP* + 0.1036 TPTRU* + 0.1877 TRKUT** + 0.2067TRDIB** + 0.1057 TRDVT** + 0.3647 LTPRAS* + 811.7645 TREND**. In conclusionl, the increased production of calves was dependent on the increase in support for the main production factors [number of productive cows, number of farmers, amount of feed, and amount of cement/vaccine] adequatly. Policy investment (through interest rates and realization farming loans), policy of productive cows control (through postponement of slaughter and the provision cash incentives), and policy of technology support (through realization AI doses of semen and livestock vaccines) significantly affect to production of calves.
This study aims to were: 1) to know the amount of income farmers in the business of beef cattle in the District Raimanuk. 2) to know the feasibility of beef cattle business in Raimanuk District. Sampling is done through two stages. The first stage is the determination of sample villages conducted by purposive sampling and the second stage is the determination of the respondents who made a simple random. The data were collected using interview technique. The data collected includes primary and secondary data. Primary data obtained from observation and interview, while secondary data obtained from related institutions and literature related to research. The analysis is done by using income analysis and financial analysis. The results showed that the income earned by each cattle rancher amounted to Rp10.318.759/year and the financial investment criteria such as NPV Rp7. 561.847, Net B/C 1.96, IRR 23%, and PBP 2.96 years.
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pendapatan usaha penggemukan sapi di perusahaan peternakan dan peternakan rakyat, kelayakan usaha penggemukan sapi potong di perusahaan peternakan dibandingkan dengan usaha penggemukan sapi potong di peternakan rakyat, dan faktor-faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan dari usaha penggemukan sapi potong di perusahaan dan peternak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Pengambilan wilayah sampel ditentukan secara Sampel Acak Klaster (Cluster Random Sampling) dan responden secara purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 responden. Analisis kelayakan finansial dikaji secara kuantitatif melalui analisis biaya dan manfaat, analisis laba rugi, analisis kriteria investasi, yaitu meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Pariod (PP), dan Analisis Switching Value. Hasil analisis menunjukan bahwa usaha penggemukan di perusahaan peternakan untuk sapi jantan memiliki nilai NPV sebesar Rp. 7.472.015.043; B/C sebesar 3.09; IRR sebesar 30.15%; Usaha penggemukan sapi betina afkir memiliki nilai NPV sebesar Rp. 3.720.704.516,- B/C sebesar 4.87; IRR sebesar 34%; sementara usaha penggemukan sapi jantan di peternakan rakyat memiliki nilai NPV sebesar Rp. 61.825.470; B/C adalah 4.92; IRR sebesar 95%. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan untu usaha penggemukan sapi adalah jumlah ternak, harga bakalan, tenaga kerja dan harga jual, biaya pakan, dan bobot akhir ternak. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Kupang baik yang dilakukan oleh peternak maupun perusahaan peternakan layak dijalankan. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.