ABSTRACT The continuous increase in Covid-19 cases requires efforts to break the chain of the spread of Covid-19, one must be able to maintain personal health. In maintaining one's health, there are two main factors, namely behavior and non-behavior. According to L. Green behavior is determined by three factors, namely predisposing factors including age, occupation, education, knowledge and attitudes. The purpose of this study is to determine the factors related to community behavior with efforts to prevent Covid-19 in the work area of the Kenali Besar Community Health Center, Alam Barajo District. This study was an analytic observational study, cross sectional design, with the chi-square test. Sampling technique Accidental sampling. The results of the analysis show that the variables of age, knowledge, attitudes with Covid-19 prevention behavior in communities in the working area of the Kenali Besar Alam barajo Community Health Center. With a P-value of 0.501 for age, a p-value of 0.203 for education, a P-value of 0.320 for knowledge, a P-value of 0.466 for attitudes. There was no significant relationship between age, education, knowledge, and attitudes with Covid-19 prevention behavior. the working area of the Kenali Besar Community Health Center, Alam Barajo District. Keywords: Age, Education, Knowledge, Behavior ABSTRAK Peningkatnya kasus Covid-19 yang terus menerus memerlukan upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19, seseorang harus mampu menjaga kesehatan diri. Dalam menjaga kesehatan seseorang, terdapat dua faktor pokok yaitu perilaku dan non perilaku. Menurut L.Green prilaku ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi meliputi umur, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan dan sikap.Tujuan penelitian ini mengetahui faktor-faktor berhubungan dengan prilaku masyarakat dengan usaha pencegahan Covid-19 di wilayah kerja puskesmas Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik, rancangan cross sectional, dengan uji chi-square. Teknik pengambilan sampel Accidental sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel usia, pengetahuan, sikap dengan prilaku pencegahan Covid-19 pada Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar Alam barajo. Dengan P-value 0,501 utnuk usia, p-value 0,203 untuk pendidikan, P-value 0,320 untuk pengetahuan, P-value 0,466 untuk sikap.Tidak terdapat hubungan bermakna antara Usia, Pendidikan, Pengetahuan, dan Sikap dengan Prilaku pencegahan Covid-19 Masyarakat pada wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo. Kata Kunci: Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Prilaku
Kelelahan merupakan salah satu faktor risiko yang berkontribusi besar terhadap terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kematian. Pekerja yang mengalami kelelahan akan memberikan kontribusi negatif terhadap kinerja keselamatan pekerja, penurunan tingkat produktivitas pekerja, rendahnya kualitas kerja, dan peningkatan risiko kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor risiko baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan kelelahan pada pekerja di industri kelapa sawit dengan menggunakan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM). Jenis penelitian yang digunakan adalah observational dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-November 2021 dengan jumlah sampel sebanyak 111 orang yang merupakan pekerja di industri migas dan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan kuesioner berstandar internasional dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC), NASA TLX DAN PSQI. Analisis data dengan menggunakan univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi responden, analisis bivariat dan analisis SEM. Hasil penelitian menunjukkan 43,2% pekerja mengalami kelelahan saat bekerja. Dari Uji kesesuaian model analisis SEM melalui telaah dengan kriteria goodness of fit menunjukkan bahwa model dapat diterima. Hasil uji hipotesis analisis jalur SEM menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan antara beban kerja (P=0,000) dan kualitas tidur (P=0,006) terhadap kelelahan kerja.
ABSTRACT In recent decades, indoor air quality has been of particular concern because of its contribution to health. It is estimated that as much as 90% of people spend their time indoors rather than outdoors. If the ventilation system is poor, it will result in an accumulation of pollutants in the room. These pollutants can come from outdoor air that enters the room, growing microorganisms, interior furniture or furniture or from the daily activities of humans themselves. The health problems that will be caused also vary. It can be from lung disease caused by inhalation of dangerous pollutants such as lung infections, pneumonia, asthma or COPD. Or other diseases such as Sick Building Syndrome, nasopharyngeal cancer, skin irritation, eye irritation, etc. To overcome this, careful planning is needed when building a room or building to minimize health problems due to indoor air, one of which is collaborating with several experts. Keywords: Indoor Air Quality, Indoor Air Pollution, Health disease ABSTRAK Dalam beberapa decade terakhir,kualitas udara dalam ruangan menjadi perhatian khusus karena kontribusinya pada segi kesehatan. Diperkirakan ada sebanyak 90% orang-orang menghabiskan waktunya di dalam ruangan daripada di luar ruangan. Jika system ventilasi buruk, maka akan menghasilkan akumulasi polutan yang ada dalam ruangan. Polutan tersebut bisa berasal dari udara luar ruangan yang masuk ke dalam ruangan, mikroorganise yang tumbuh, perabotan atau furniture interior ruangan ataupun dari aktivitas keseharian manusia itu sendiri. Gangguan kesehatan yang akan diakibatkan pun bermacam-macam. Bisa dari penyakit paru akibat terhirup polutan yang berbahaya seperti penyakit infeksi paru, pneumonia, asma atau PPOK. Atau penyakit lain seperti Sick Building Syndrome, kanker nasofaring, iritasi kulit, iritasi pada mata, dll. Untuk mengatasinya perlulah perencanaan yang matang pada saat pembangunan sebuah ruangan atau gedung untuk meminimalisir gangguan kesehatan akibat udara dalam ruangan, salah satunya adalah berkolaborasi dengan beberapa ahli. Keywords: Indoor Air Quality, Indoor Air Pollution, Health disease
The World Health Organization for Child Growth Standards estimates that at least one in four children under five years of age fails to grow optimally according to established standards. Nutritional status on height for the period under standard or stunting is a manifestation of malnutrition and is a severe health problem. This study analyzes the relationship between stunting on the intelligence quotient (IQ) of school-age children. This research is a quantitative study with the design used as observational analytic with an unmatching case-control. The sample consisted of 75 stunting cases and 75 control cases collected in August -October 2019 in Palembang City. The stunting variable analyzes the z-score in determining the categorical nutritional status. Interviewed with the respondent's mother to measure environmental sanitation, history of infection, breastfeeding, economic status, food intake, mother and father's education. The instrument for assessing student intelligence questions used the CPM (Colored Progressive Matrics) test. From the results of statistical show a significant relationship between stunting with Intelligence Quotient (IQ) in children (
ABSTRAKIntroduction: Stunting is a condition in which a child experiences malnutrition or a lack of nutritional intake that lasts a long time (chronic) so that the child becomes short for his age. This situation will naturally result in stunted growth development if left unceasing, and will also affect the quality of his future, especially his intelligence. The incidence of stunting in South Sumatra Province is 26.9%. This figure is of course very high and needs serious attention, given that several theories state that stunting that persists in children over 2 years will have a major impact on children's health.Methods: This research uses observational analytic research method with unmatching case control design. The study was conducted in three sub-districts in Palembang City, and conducted in August - October 2019 with 150 samples. Data were analyzed by bivariate using chi square analysis.Results: this study shows that short / stunting children who get an average IQ score of upwards are 64% and those who get an average IQ score below 36%. Whereas the non-stunted children who get an average IQ score above are 72% and those who get an average IQ score below are 28% (p = 0,000, OR: 4.57 (95% CI: 2,1733 -9,6873).Conclusion: there is a significant difference in the scores of IQs of stunting and normal children (p=0,000). Children who suffer from stunting are 4.5 times more likely to get below average intelligence compared to children who are not stunting.Keywords: Stunting, Intellectual QuestionABSTRAKPendahuluan: Stunting merupakansuatu kondisi di mana anak mengalami malnutrisi atau kurangnya asupan gizi yang berlangsung lama (kronis) sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek untuk seusianya. Keadaaan ini tentu saja akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan pertumbuhan jika dibiarkan terus menerus, dan juga akan mempengaruhi kualitas masa depannya khususnya kecerdasannya. Angka kejadian stunting di Provinsi Sumatra Selatan sebesar 26.9 % Angka ini tentu saja sangat tinggi dan perlu mendapat perhatian serius, mengingat beberapa teori menyebutkan bahwa stunting yang menetap pada anak di atas 2 tahun akan berdampak besar pada kesehatan anak.Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan desain unmatching case control. Penelitian dilakukan di tiga kecamatan di Kota Palembang yaitu Kecamatan Seberang Ulu I, Seberang Ulu II dan Sukarame dan dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2019 dengan 150 sampel. Data dianalisis dengan bivariate menggunakan analisis chi square.Hasil: penelitian ini menunjukkan bahwa Anak yang pendek/stunting yang mendapatkan nilai IQ rata-rata ke atas adalah sebesar 64% dan yang mendapatkan nilai skor IQ rata-rata ke bawah sebesar 36%. Sedangkan pada anak yang tidak stunting yang mendapatkan nilai skor IQ rata-rata ke atas adalah 72% dan yang mendapat nilai IQ rata-rata ke bawah adalah 28% (p = 0.000, OR:4,57 (95% CI:2,1733-9,6873).Kesimpulan: ada perbedaan signifikan nilai skor IQ anak yang stunting dan normal (p=0,000). Anak yang menderita stunting kemungkinan 4,5 kali mendapatkan kecerdasan rata-rata ke bawah dibandingkan dengan anak yang tidak stunting.Kata Kunci : Stunting, Kecerdasan intelektual
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.