Relationship problems Judicial Commission and the Supreme Court re-strained due to the addition of authority in the appointment of judges first instance courts. It is set in the third package of legislation, namely Law No. 49 of 2009, Law No. 50 of 2009 and Law No. 51 of 2009. The three laws are carried out judicial review to the Constitutional Court by Decision No. 43/ PUU-XIII/ 2015. The Constitutional Court stated that the expansion of the authority of the Judicial Commission against the constitution and interfere with the independence of judges as an independent institution. The purpose of this paper is to examine the decision is linked to the independence of judges and the impact of such decision to the authority of the Judicial Commission.IntisariDilematika hubungan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung kembali renggang akibat adanya penambahan wewenang dalam pengangkatan hakim peradilan tingkat pertama. Hal tersebut diatur dalam ketiga paket undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Ketiga undang-undang tersebut dilakukan yudicial review ke Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 43/PUU-XIII/2015. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa perluasan wewenang Komisi Yudisial bertentangan dengan konstitusi dan mengganggu independensi hakim sebagai lembaga mandiri. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji putusan tersebut dikaitkan dengan independensi hakim serta dampak dari putusan tersebut terhadap wewenang Komisi Yudisial.
The COVID-19 outbreak set as a national disaster is one of the steps taken by the government. The government has also ratified the policy of Presidential Decree of the Republic of Indonesia No. 7 of 2020 concerning the Task Force for the Acceleration of Handling Corona Virus Disease 2019 , in addition to supporting the handling of COVID-19, Presidential Regulation of the Republic of Indonesia No. 54 of 2020 concerning the Posture Changes and Details of State Revenue and Expenditure Budget for Fiscal Year 2020. With these two regulations, the government has ordered each region to allocate its regional funds to handle the COVID-19. However, the some concerns emerge regarding the budget misuse, reducing the original amount of budget. The method used in this study is a normative juridical method. In this method, theories, concepts, legal principles, laws and regulations related to this research were examined. The results of the study showed that there are too many financial policies set by ministries/institutions to fight against COVID-19, making the local governments confused about how to implement them. Therefore, proper discretion from the local government to allocate the funds until the reporting stage is necessary, so that their implementation will not contradict the existing laws.
Pengaturan mengenai domein verklaring (hak menguasai negara) diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD Tahun 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini merupakan sebuah reformasi hukum dalam bidang agraria. permasalahan tanah terlantar merupakan permasalahan yang marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Prihal yang menarik dikaji dalam hal hak menguasai negara dibidang pertanahan khusus di Aceh adalah masih berlakunya tiga sistem hukum yang berbeda di Aceh serta munculnya kelembagaan Badan Pertanahan Aceh dan Baitul Mal yang memiliki wewenang untuk mengelola dan mendayagunakan hak atas tanah tersebut.
Baitul Mal merupakan lembaga yang berwenang sebagai pengelola harta agama yang dibentuk atas dasar kekhususan Aceh dalam menjalankan syari’at Islam. Wewenang Baitul Mal dalam mengelola harta agama diatur dalam Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal, dimana salah satu wewenang Baitul Mal adalah mengelola harta/tanah yang ditinggalkan pemilik dan ahli warisnya. Tanah yang ditinggalkan pemilik dan ahli warisnya merujuk pada ketentuan berlaku disebut sebagai tanah terlantar yang dikuasai oleh negara. Sejatinya pengelolaan tanah terlantar diperuntukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang mana dapat dikelola oleh Baitul Mal. Hal ini tentu selaras dengan amanah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Namun, pelaksanaan wewenang Baitul Mal tersebut menjadi terkendala akibat kurang jelasnya regulasi dan kontra wewenang dengan Badan Pertanah Nasional. Apabila wewenang Baitul Mal dalam mengelola tanah terlantar jelas dengan konsep inovatif maka akan mewujudkan espaktasi kesejahteraan masyarakat yang lebih baik
Fenomena pernikahan sirri marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Pernikahan sirri dilakukan secara tersembunyi dengan hanya diketahui oleh beberapa orang saksi, serta tidak dilakukan pencatatan nikah pada pejabat yang berwenang. Pelaksanaan pernikahan sirri dinilai sah menurut agama namun tidak sah menurut negara. Amanah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menegaskan setiap pernikahan wajib dilakukan pencatatan. Guna menanggulangi maraknya pernikahan sirri di Aceh, Pemerintah Aceh telah melakukan pembahasan atas Rancangan Qanun Aceh Tahun 2019 tentang Hukum Keluarga, dimana setiap warga yang melakukan nikah sirri dapat dicatat pada pejabat yang berwenang. Dan, dalam rancangan qanun tersebut pula diberikan hak untuk nikah poligami. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas pengaturan hukum pernikahan sirri dalam rancangan qanun hukum keluarga sehingga dapat bertujuan meminimalkan pernikahan sirri di Aceh. Dan, orientasi rancangan qanun keluarga dalam meningkatkan kesadaran masyarakat guna meminimalkan pernikahan sirri di Aceh. Hasil kajian menunjukkan bahwa pencatatan pernikahan sirri di Aceh dapat diselenggarakan pasca ditetapkan putusan peradilan dan berdasarkan Rancangan Qanun Aceh tentang Hukum Keluarga menyebutkan setiap pihak yang menikah diwajibkan melakukan pencatatan atas pernikahannya. Faktor terjadinya pernikahan sirri diakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pencatatan nikah dan terkait pengaturan poligami sebagai jalan keluar pernikahan sirri dapat dikaji ulang oleh pemerintah Aceh sebelum disahkan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.