Masyarakat Kampung identik dengan kehidupan tradisional dan homogen baik dari etnis, budaya maupun agama. Masyarakat Kampung yang kental dengan sikap ‘‘curiga’’ jika ada pendatang dengan keyakinan agama berbeda. Sikap umum tersebut tidak berlaku untuk Kampung Susuru. Meskipun Kampung Susuru secara geografis berada terpencil dari kampung lainnya tetapi memiliki relasi sosial yang baik dengan sesama warga yang berbeda agama. Inklusivisme beragama warga Kampung Susuru menjadi nilai khas yang sangat berharga karena merupakan modal besar dalam mencipatakan kerukunan antar umat beragama yang berdampak tehadap kedamaian dan keamanan Kampung. Contoh wujud kerukunan tersebut dapat dilihat dari praktek ibadah mereka, dimana setiap warga yang berbeda agama saling menghormati dan membantu dalam pelaksanaan ibadah warga lain yang berbeda agama. Selain itu kebiasaan gotong royong diantara warga dalam mebangun tempat ibadah merupakan penegasan dari sikap inklusivisme mereka. Untuk meningkatkan inklusivisme tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan integritas terbuka yakni sikap keterbukaan terhadap klaim kebenaran, mempertahankan keunikan setiap agama dan respon terhadap relativisme yang dapat kembangkan melalui sepuluh tahapan pembelajaran yaitu membangun kesadaran: nilai-nilai ku dan nilai dalam dirimu, membangun keterhubungan nilai dan spiritual diri, membangun keterhubungan dari pohon kehidupan, merumusakan mimpi, , membangun keterhubungan hidup dengan orang lain, membangun karakter damai dari pikiran damai, membangun dialog antar iman yang lebih baik, membangun keterbukaan, membangun keterhubungan dalam dialog antar agama dan melakukan perubahan secara terbuka.