2019
DOI: 10.31078/jk1636
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Open Legal Policy dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Undang-Undang

Abstract: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-XIV/2016 yang menolak perluasan makna zina yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi topik yang ramai diperdebatkan. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa seharusnya Mahkamah Konstitusi berani melakukan terobosan hukum dalam isu yang sangat penting tersebut. Namun, Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat perluasan makna zina tersebut bukan ranah kewenangan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh argumentasi hukum (ratio decidendi) putusan Ma… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1
1
1

Citation Types

0
9
0
6

Year Published

2021
2021
2024
2024

Publication Types

Select...
7

Relationship

0
7

Authors

Journals

citations
Cited by 17 publications
(15 citation statements)
references
References 1 publication
0
9
0
6
Order By: Relevance
“…27 Open legal policy menurut pandangan MK merupakan kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan pembentuk undangundang. 28 Mengenai Open Legal Policy merupakan ranah pembentuk undang-undang yaitu DPR dan Pemerintah, sehingga MK sebagai bagian dari lembaga yudikatif tidak bisa terlibat didalamnya, bahkan isi suatu undangundang dinilai buruk, Mahkamah Konstitusi tidak dapat membatalkannya, kecuali kalua produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable. 29 Berdasarkan penjelasan tentang open legal policy yang di sampaikan oleh ahli maupun Mahkamah Konstitusi dalam putusan tentang syarat ketentuan tentang pemilihan umum seharusnya menjadi prinsip bagi Mahkamah Konstitusi untuk tidak membuat norma baru dalam permohonan uji materi undang-undang.…”
Section: Pandangan Majelis Hakim Mahakamah Konstitusi Terhadap Kedudu...unclassified
“…27 Open legal policy menurut pandangan MK merupakan kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan pembentuk undangundang. 28 Mengenai Open Legal Policy merupakan ranah pembentuk undang-undang yaitu DPR dan Pemerintah, sehingga MK sebagai bagian dari lembaga yudikatif tidak bisa terlibat didalamnya, bahkan isi suatu undangundang dinilai buruk, Mahkamah Konstitusi tidak dapat membatalkannya, kecuali kalua produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable. 29 Berdasarkan penjelasan tentang open legal policy yang di sampaikan oleh ahli maupun Mahkamah Konstitusi dalam putusan tentang syarat ketentuan tentang pemilihan umum seharusnya menjadi prinsip bagi Mahkamah Konstitusi untuk tidak membuat norma baru dalam permohonan uji materi undang-undang.…”
Section: Pandangan Majelis Hakim Mahakamah Konstitusi Terhadap Kedudu...unclassified
“…Menurut Mardian Wibowo, kebijakan hukum terbuka atau open legal policy adalah Ketika terdapat dua kondisi yaitu UUD 1945 memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut, namun tidak memberikan Batasan pengaturan materinya atau Ketika UUD 1945 tidak memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut (Wibowo, 2015). Sementara menurut pandangan Mahkamah Konstitusi open legal policy adalah kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang (Satriawan & Lailam, 2019). Maka, secara garis besar suatu kebijakan pembentukan undang-undang dapat dikatakan bersifat terbuka atau open legal policy adalah Ketika UUD 1945 atau konstitusi sebagai norma hukum tertinggi di Indonesia tidak mengatur secara jelas dengan memberikan Batasan terkait apa dan bagaimana materi tertentu harus diatur oleh undang-undang.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…On the one hand, an open legal policy affords flexibility. On the other hand, it allows lawmakers to be authoritarian (Satriawan & Lailam, 2019). Despite Article 87 of the Third Amendment to UU-MK, judicial independence enshrined in Article 24 paragraph (1) of the 1945 Constitution is undermined.…”
Section: Rulesmentioning
confidence: 99%