Penerapan post merger notification yang diberlakukan di Indonesia sangat mempersulit dalam pelaporannya itu sendiri dan keuangan para pelaku usaha. Hal tersebut, karena beban yang ditanggung oleh pelaku usaha tidak hanya proses pelaporan tetapi juga besarnya denda yang didapat jika terjadi keterlambatan pelaporan. Mengingat, merger dan akuisisi dilakukan untuk memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham. Melakukan merger dan akuisisi mengarah pada posisi dominan dan praktik monopoli. Oleh karena itu, merger, dan akuisisi memerlukan persetujuan KPPU. Namun, permintaan persetujuan dilakukan sebelum atau setelah transaksi dijalankan. Pelaporan akan dilakukan setelah transaksi dilakukan dengan menggunakan standar yang ditetapkan oleh peraturan Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Penelitian ini menunjukkan efektivitas laporan yang dijalankan setelah terjadinya transaksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum, pendekatan kasus, dan pendekatan komparatif. Pendekatan komparatif dengan membandingkan hukum beberapa negara lain. Kajian tersebut sampai pada kesimpulan bahwa transaksi nilai tertentu harus dilaporkan ke KPPU agar tidak menimbulkan ketidakpastian dan biaya transaksi yang tinggi. Selain itu, regulasi Indonesia tidak serupa dengan transaksi di negara lain, khususnya ASEAN yang menerapkan sistem pre-merger.
Kata kunci: Keterlambatan Pelaporan Pengambilalihan Saham Perusahaan, Sistem Post Merger, Notification, Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia.
AbstractThe application of post merger notification in Indonesia makes it very difficult for the reporting itself and the finances of business actors. This is because the burden that is borne by business actors is not only the reporting process but also the amount of fines obtained if there is a delay in reporting. Given, mergers and acquisitions are carried out to maximize the value of the company for shareholders. Performing mergers and acquisitions leads to dominant positions and monopolistic practices. Therefore, mergers and acquisitions require KPPU’s approval. However, approval requests are made before or after the transaction is executed. Reporting will be carried out after the transaction is carried out using the standards set by government regulations based on Law Number 5 of 1999. This study shows the effectiveness of reports that are carried out after the transaction occurs. This research uses a legal approach, a case approach, and a comparative approach. Comparative approach by comparing the laws of several other countries. The study came to the conclusion that certain value transactions must be reported to KPPU so as not to cause uncertainty and high transaction costs. In addition, Indonesian regulation is not similar to transactions in other countries, particularly ASEAN that implemented pre-merger notification system.
Keywords: Delay in Reporting of Company Shares Acquisition, Post Merger Notification System, the Law on Business Competition in Indonesia.