Madura ethnic community have high religious values. Among the religious leaders, such as Kyai, prioritized more by the them as a role model compared to government figures. Among parents assume that teenage intercommunication this moment is negative, so the matchmaking or early marriage be a positive solution to do. The culture of early marriage is seen by most Madura ethnic as the most appropriate alternative to shield their child from irregularities teenage intercommunication. Sukowono Subdistrict has a predominantly ethnic Madurese with the highest percentage of wives aged less than 20-year in Jember. The phenomenon attracts researchers conducted a study that aims to determine the mental health among young women of ethnic Madurese that commit early marriage. The study was conducted using a qualitative case-study approach. Informants in this study were 9 young married women. The results of this study showed that informants tended to have a pressed feeling both when they will be married or after marriage. Feeling depressed due to the frequent occurrence of excessive anxiety. They has not been able to adapt to their status as a wife, lack of security and comfort in a new neighborhood made informants tend to choose to live in the old neighborhood.
Abstrak:Masyarakat etnis Madura memiliki nilai agama yang tinggi. Para pemimpin agama, seperti Kyai, lebih diprioritaskan oleh mereka sebagai model peran dibandingkan dengan tokoh pemerintah. Sebagian besar orang tua etnis tersebut berasumsi bahwa pergaulan remaja saat ini mengkhawatirkan, sehingga perjodohan atau perkawinan awal menjadi solusi positif untuk dilakukan. Budaya perkawinan dini dipandang oleh sebagian besar etnis Madura sebagai alternatif yang paling tepat untuk melindungi anak mereka dari penyimpangan pergaulan remaja. Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember memiliki mayoritas etnis Madura dengan persentase tertinggi perempuan yang sudah menikah kurang dari 20 tahun. Fenomena ini menarik peneliti melakukan studi yang bertujuan untuk menentukan kesehatan mental di kalangan wanita muda etnis Madura yang melakukan perkawinan dini. Studi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif. Informan dalam studi ini berjumlah sembilan (9) remaja putri yang telah menikah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan cenderung memiliki perasaan tertekan baik ketika mereka akan menikah atau setelah menikah. Merasa tertekan karena terlalu tinggi kecemasan yang mereka rasakan. Mereka belum mampu beradaptasi dengan status mereka sebagai istri, serta memiliki rasa aman dan nyaman yang sangat rendah untuk dapat tinggal di lingkungan baru, sehingga informan cenderung memilih untuk tinggal di lingkungan lama.