Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik, salah satunya yaitu kantong semar. Kantong semar (Nepenthes sp.) merupakan tumbuhan karnivora pemangsa serangga yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan termasuk ke dalam Appendiks II dalam CITES. Saat ini, data mengenai keanekaragaman jenis kantong semar dan persebarannya di TNBBS masih sangat minim, serta belum adanya penelitian mengenai kantong semar khususnya di Resort Muara Sahung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis dan sebaran kantong semar di Resort Muara Sahung, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Kabupaten Kaur, Bengkulu. Serta menganalisis karakteristik habitatnya. Identifikasi jenis kantong semar dilakukan dengan melakukan perbandingan dengan literatur. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling dan dilakukan marking untuk mendapatkan data sebaran. Karakteristik habitat diidentifikasi dengan analisis vegetasi serta pengukuran komponen abiotik. Terdapat tiga jenis kantong semar yang teridentifikasi, yaitu Nepenthes gymnamphora, Nepenthes spathulata, dan Nepenthes ovate. Kantong semar tersebut tersebar di ujung utara Resort Muara Sahung pada ketinggian lebih dari 1700 m dpl. Karakteristik habitat kantong semar yang ditemukan di Resort Muara Sahung yaitu berada di ketinggian di atas 1700 m dpl, suhu 17,91 °C, kelembaban 88,83%, tutupan tajuk 41,167%, dan pH sebesar 5.
Geodorum densiflorum is an ornamental and medicinally important orchid. The medicinal metabolites are produced by endophytic fungi associated with orchid tissue, particularly flowers. However, there is no report of the endophytic fungi from the G. densiflorum flowers. This research aimed to study the endophytic fungi from different parts of G. densiflorum flower. Fungal isolation was carried out from sepal, petal, labium, stigma, and anther using surface sterilization method. The fungi were identified by combining morphological and molecular characteristics of ITS rDNA region. The results showed that each flower organ had different species of endophytic fungi. A total of seven species of endophytic fungi were obtained; four species were successfully identified by molecular identification and three species based on morphology. The four species, namely Hypomontagnella barbarensis, Aspergillus oryzae, Curvularia pseudobranchyspora, and Nigrospora chinensis, while the three species, namely Gonatobotrys sp., Humicola sp., Aspergillus section Nigri. The labium inhabited by Curvularia pseudobranchyspora, Nigrospora chinensis, Aspergillus section Nigri. Three species isolated from petals, namely Hypomontagnella barbarensis, Gonatobotrys sp., and Aspergillus oryzae. The sepal is inhabited by Humicola sp. There were no endophytic fungi in stigma and anther. This indicates that each flower part is a unique habitat of endophytic fungi.
Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) merupakan salah satu jenis lokal yang direkomendasikan dalam kegiatan rehabilitasi lahan gambut yang terganggu. Jenis ini dapat diklasifikasikan jenis yang cepat tumbuh dan toleran terhadap kondisi kering dan terbuka. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keberhasilan dari teknik penyiapan eksplan dan sterilisasi eksplan tumih dilihat dari peluang hidup, tingkat kontaminasi dan tingkat pencokelatan (browning). Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), IPB. Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk tumih yang disterilisasi dengan menggunakan deterjen, HgCl2, Clorox dan dibilas dengan air steril. Eksplan diinisiasi pada media MS dengan penambahan BAP yaitu 0 ml/l; 0,5 ml/l; 1 ml/l dan 1,5 ml/l serta TDZ yaitu 0 ml/l; 0,05 ml/l; 0,1 ml/l dan 0,5 ml/l. Penelitian ini menggunakan 16 perlakuan dengan 7 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan persentase rata-rata peluang hidup pada eksplan tumih mencapai 22,32%, kontaminasi oleh jamur sebesar 57,14% dan oleh bakteri sebesar 1,79% serta persentase rata-rata pencokelatan pada eksplan yaitu sebesar 18,75%. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dikategorikan berhasil dengan masih bertahannya daun dan batang yang berwarna hijau sebanyak 25 eksplan.
The existence of Sansevieria sp. as an ornamental plant that has many benefits preserved. However, conventional propagation requires a lot of materials and time long. Leaf cuttings are only able to produce 1-2 plants in 2 months, and stop when they are aged 5 months. While the separation of tillers (Tillering) only produces 2-3 plants from 1 clump for 5 months. Tissue culture can be the solution, but sterilization must be done to minimize contamination without killing explants. The research aims to find out optimal concentration of HgCl2 and duration of shaking on the sterilization of Sansevieria leaf explants sp.. The research design used a completely randomized design with 2 factors. first factor namely the concentration of HgCl2 with 3 levels (4%, 7%, and 10%,) and the second factor is duration shuffled with 4 levels (3, 5, 7, and 9 minutes). Each treatment includes a negative control performed at the time of explant sterilization in Laminar Air Flow. Data analyzed by test ANOVA or Kruskal-Wallis. Followed by the 5% BNJ test if it is significantly different. Results show that the concentration of HgCl2 has a significant effect on the parameters of the initial time of contamination, the mass sterility of explants, and percentage of browning explants, but had no significant effect on percentage of contaminated explants. Concentration that is too high can slow down the appearance of contamination, prolonging the sterile period, but causing browning of explants. Known that the duration of explant shaking in HgCl2 had no significant effect on all parameter. The use of 10% HgCl2 with a shaking duration of 7 minutes (H3P3) is known to be the most effective optimal for sterilization of explants Sansevieria sp. because it is able to reduce external contamination, prolongs the sterile period up to 12.33 HST, and does not cause too many explants browning that is 33.33%.
The population density of natural agarwood (Aquilaria beccariana) in Indonesia decreased ABSTRAKKepadatan populasi gaharu (Aquilaria beccariana) alam di Indonesia kurang dari satu pohon per hektar. Upaya pelestarian gaharu ex situ telah banyak dilakukan tetapi masih banyak kendala. Perbanyakan gaharu in vitro merupakan salah satu cara alternatif untuk mempercepat pemulihan populasi gaharu alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh media elongasi yang optimal pada kultur in vitro gaharu dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Pada penelitian ini digunakan auksin IBA, serta sitokinin BAP dan Kinetin. Hasil penelitian elongasi diperoleh kombinasi auksin dan sitokinin terbaik yaitu, IBA 0,1 mg/L dan BAP 0,05 mg/L. Kombinasi ini meningkatkan tinggi dan jumlah ruas Aquilaria beccariana dengan tinggi rata-rata sebesar 1,64 cm dan jumlah ruas rata-rata sebesar 6,40 ruas. Pada kombinasi dan taraf ini diduga mekanisme kerja IBA dan BAP paling efektif dibanding perlakuan yang lain. Sedangkan kombinasi IBA 0 mg/L dan BAP 0,03 mg/L memberikan respon terbaik terhadap peningkatan jumlah tunas dengan rata-rata sebanyak 1,91 tunas.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.