Hasmiwati, Rusjdi SR, Nofita E. 2018. Detection of Ace-1 gene with insecticides resistance in Aedes aegypti populations from DHF-endemic areas in Padang, Indonesia. Biodiversitas 19: 31-36. Aedes aegypti is distributed widely in West Sumatra as a primary vector of Dengue hemorrhagic fever, especially in Padang City. Synthetic insecticide control is one currently used method to prevent mosquito-borne diseases. The extensive, long-term application of Temephos along with inappropriate dosages, have resulted in the development of resistance in Ae. aegypti populations. Mutation of the Ace-1 gene, encoding an acetyl cholinesterase, is one of the mechanisms that confer resistance to organophosphate (OP). The Temephos resistance status of Ae. aegypti in Padang city has not yet been studied. This study aimed to investigate the resistance status of Ae. aegypti and identify any possible mutation (s) of the Ace-1 gene in Padang city. Ae. aegypti samples were collected in five population in Padang city (Jati (JT), Gunung Pangilun (GP), Lubuk Minturun (LM), Korong Gadang (KG), and Bandar Buat (BB)). The larval susceptibility to Temephos was tested by larval bioassays with Temephos pestanal at 0.02 mg/L dosages. Larval susceptibility was determined by mortality percentage values. The relationship between Ace-1 genotypes and the resistant phenotype was analyzed by percentage of genotype frequency. Out of five populations, assessed by larval bioassays, JT and GP were resistant to Temephos; LM, KG, and BB were tolerant. A total of 50 individuals from larval bioassays were genotyped for Ace-1 gene. Our findings showed that Ace-1 was 495 bp in length. Mutation was not found in the G119S location but in the T506T location. Three alleles in T506T location were detected, including a wild type allele, TT (65.21%), and two mutant alleles, TA (26.08%), AA (8.69%). The use of Temephos showed that some Ae. aegypti populations were resistant, others were tolerant, but no population was vulnerable to Temephos. A novel mutation was detected as substitution in T506T location (ACT>ACA).
Kelurahan Lubuk Buaya merupakan daerah yang paling banyak terjadi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2012 dan 2013 yaitu sebanyak 48 dan 36 kasus. Tingginya angka kejadian DBD ini dipengaruhi oleh kepadatan larva Aedes spp. yang t rdapat di wilayah tersebut.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepadatan larva Aedes spp. dengan kejadian DBD di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan kasus kontrol.Penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang. Sampel diambil dengan metode Total Sampling untuk kelompok kasus dan multistage random sampling untuk kelompok kontrol. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisis statistik dengan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95%. Dari 50 subyek penelitian, kelompok kasus yang memiliki kepadatan larva ringan 8 orang (32,0%) dan kepadatan larva berat 17 orang (68,0%), sedangkan kelompok kontrol yang memiliki kepadatan larva ringan 16 orang (64,0%) dan kepadatan larva berat 9 orang (36,0%). Uji chi square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna (P<0,05) antara kepadatan larva Aedes spp. dengan kejadian DBD di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.
Peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan salah satunya oleh kegagalan pengendalian vektor DBD secara kimiawi yaitu terjadinya resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida dalam fogging seperti malathion dan alfa-sipermetrin. Tujuan: Mengetahui status kerentanan nyamuk Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Belimbing. Metode: Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2018 sampai Februari 2019. Pengambilan telur nyamuk dilakukan pada 100 rumah di lokasi penelitian dengan meletakkan 100 ovitrap. Sampel nyamuk didapatkan dari hasil pemeliharaan telur nyamuk yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi FK Unand. Uji resistensi dilakukan dengan metode WHO menggunakan impregnated paper malathion 5% dan alfa-sipermetrin 0,025%. Saat perlakuan dilakukan pencatatan jumlah kematian nyamuk pada menit ke 15, 30, 45, 60 dan 1440. Persentase kematian nyamuk setelah pemeliharaan 24 jam dikategorikan resisten jika kematian < 90%, toleran jika kematian antara 90-97 % dan masih rentang jika kematian 98-100%. Hasil: Didapatkan persentase kematian nyamuk Aedes aegypti oleh malathion 5% setelah 24 jam adalah 98% dengan LT50 dan LT90 adalah 76 menit dan 853 menit. Presentase kematian nyamuk Aedes aegypti oleh alfa-sipermetrin 0,025% setelah 24 jam adalah 87% dengan LT50 dan LT90 nya adalah 264 menit dan 1500 menit. Simpulan: Nyamuk Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Belimbing masih rentan terhadap malathion 5% dan telah resisten terhadap alfa-sipermetrin 0,025%.
AbstrakPenelitian ini untuk mengetahui keberadaan Blastocystis pada feses secara mikroskopisdan dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Sampel penelitian didapat dariRumah Sakit. Dr. M. Djamil Padang selama satu bulan pengumpulan. Semua sampel yangterkumpul diperiksa untuk mendeteksi Blastocystis dengan pemeriksaan mikroskopis langsungdan PCR. Sampel tinja yang terkumpul 61 dan didapatkan 13 (21,3%) positif mengandungBlastocystis dengan pemeriksaan mikroskopis langsung dan sebanyak 20 (32,8%) positifdengan pemeriksaan PCR. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan PCR dapat mendeteksiBlastocystis lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis langsung.AbstractThis study determined the presence of Blastocystis in faeces microscopically and by usingPolymerase Chain Reaction (PCR). Samples were collected from hospital Dr. M. DjamilPadang for a month. All samples were examined for detecting Blastocystis by direct microscopicexamination and PCR. The total number of fecal samples collected was 61. It is foundthat 13 (21.3%) of the samples were tested positive for Blastocystis by direct microscopicexamination and 20 (32.8%) were positive by PCR. This study demonstrated that PCR candetect Blastocystis more sensitive than the direct microscopic examination.
Enterobiasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Enterobius vermicularis. Infeksi dapat terjadi pada anak-anak dalam kelompok yang hidup bersama seperti panti asuhan. Salah satu faktor yang meningkatkan risiko enterobiasis adalah personal hygiene yang buruk. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan personal hygiene dengan kejadian enterobiasis pada anak usia 6-12 tahun di panti asuhan Kota Padang. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 sampai Maret 2018. Penelitian dilakukan pada anak usia 6-12 tahun di 13 panti asuhan Kota Padang. Pengambilan sampel dengan teknik proportional random sampling. Personal hygiene dinilai dengan menggunakan kuesioner dan kejadian enterobiasis dinilai dengan pemeriksaan anal swab. Metode analisa data adalah uji Chi-square dengan derajat kepercayaan 95% atau nilai p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian enterobiasis sebesar 18% dan yang memiliki personal hygiene yang baik sebesar 59%. Uji statistika antara personal hygiene dengan kejadian enterobiasis menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai p= 0,747. Simpulan penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan kejadian enterobiasis.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.