Gagasan modernisasi koperasi bukan hal baru, gagasan ini muncul seiring dengan tuntutan globalisasi ekonomi yang menuntut peran koperasi untuk dapat bersaing dalam pertarungan pasar bebas. Namun nampaknya, hingga saat ini pemerintah belum menemukan formula yang jitu untuk mendongkrak koperasi di Indonesia agar mampu bersaing. Modernisasi koperasi dapat dilakukan dengan mengacu para aspek-aspek dalam koperasi yaitu dalam hal kelembagaan, usaha, dan permodalan koperasi. Modernisasi usaha mutlak harus dibarengi dengan digitalisasi. Modernisasi koperasi tidak akan berhasil hanya dengan mempermudah izin pendirian dan izin usaha koperasi semata, dalam pada itu sinergitas antar element yang tekait dengan koperasi termasuk didalamnya quadruple helix (pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi dan dunia usaha) harus turut menumbuhkan usaha usaha koperasi. Tantangan modernisasi koperasi ada pada pola hubungan koperasi dan pemerintah. Dalam era globalisasi bersaingan bebas fase hubungan koperasi dan pemerintah sudah tidak bisa lagi berada pada fase officialisasi tetapi sudah harus pada fase otonom. Kebijakan-kebijakan modernisasi era omnibus law harus didasarkan pada semangat menumbuhkan kesadaran berkoperasi dengan kualitas sember daya manusia yang mumpuni, semangat sinergitas usaha koperasi dengan entitas bisnis lainnya dan semangat otonomi koperasi dengan meminimalisasi unsur-unsur politik - kekuasaan dalam pengembangan koperasi.
This study aims to analyze the function of immigration in the security aspect, namely as a guard at the entrance to the territory of Indonesia during a pandemic. This function is of course very urgent considering that currently the spread of the Covid 19 virus is getting out of control, one of which is because there are still many foreigners entering Indonesian territory. The research method used is juridical normative, namely analyzing library materials or tracing documents related to the problem under study. The approach used is a statutory approach and a conceptual approach. The results showed that the actualization of the role of the immigration function during a pandemic can be seen from the aspect of immigration regulation and practices carried out by immigration checkpoints (ICP) throughout Indonesia. Meanwhile, the ICP has carried out its function as guardian of state security with the arrival of foreigners and closed several ICPs to limit immigration traffic. There is a significant difference in law enforcement during normal times and during the pandemic, namely the concessions given to foreign nationals in the form of changing overstay fees and deportation cannot be carried out. Deportation cannot be done because in general the person's home country also applies, so temporarily when foreigners who cannot return to their home countries stay in detention centers.
AbstrakPengungsi merupakan suatu persoalan yang akan selalu ada dalam perkembangan peradaban manusia, karena persoalan pengungsi berlatar belakang naluriah manusia untuk mencari kehidupan yang lebih baik, baik dari aspek ekonomi, politik, keamanan dan sebagainya . Indonesia sebagai negara yang terletak pada posisi silang dunia menjadi tempat strategis untuk transit para pengungsi, terutama para pengungsi/imigran gelap . Di satu pihak dalam konteks internasional telah ada suatu standart dalam memperlakukan pengungsi melalui Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi . Artikel ini akan membahas mengenai peran dari Kantor Imigrasi kelas I Malang dalam penanganan imigran gelap/pengungsi dikaitkan dengan Konvensi 1951 tentang status pengungsi .
Adanya utang luar negeri dalam era globalisasi ekonomi adalah sebuah keniscayaan. Pemberian bantuan oleh lembaga pemberi pinjaman seperti World Bank sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan. Oleh karena itu pengawasan terhadap pengunaan luar negeri sangat penting. Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan pendekatan konseptual, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ungensi pengawasan utang luar negeri dan menggambarkan konstruksi pengawasan utang luar negeri baik secara internal maupun eksternal. Terdapat tiga alasan penting pengawasan terhadap penggunaan utang luar negeri sangat diperlukan. Pertama untuk menjamin tidak ada tendensi politik dari pemberian pinjaman tersebut yang dapat mengintervensi kebijakan Negara, kedua, memastikan utang tersebut digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran, dan ketiga untuk menjamin tidak ada penyelewengan atau praktek-praktek korupsi dalam penggunaan utang luar negeri. Konstruksi model pengawasan terhadap penggunaan pinjaman luar negeri dapat dilihat dari dua aspek: pertama, internal adalah model pengawasan oleh lembaga pemerintah –sebagai pengguna pinjaman- yaitu pada tahap pra perjanjian utang dengan pengawasan substantive procedural dan pengawasan pelaksanaan perjanjian utang agar sesuai dengan tujuan dan tidak dikorupsi. Pengawasan ini dilakukan oleh lembaga Negara (penegak hukum) maupun lembaga independen. Kedua, aspek eksternal adalah model pengawasan oleh lembaga pemberi pinjaman (World Bank dan IMF) yaitu dengan mekanisme yang ada dalam lembaga integritas (institutional integrity), penyelidikan dan pemberian sanksi oleh Suspension and Debarment Officer (SDO) dan World Bank Group Sanctions Board.
Instrumen hukum internasional telah mengatur ketentuan mengenai pertahanan yang terkait dengan permasalahan perang yang disebut dengan Hukum Humaniter Internasional. Indonesia sendiri telah berupaya menangani persoalan survival bangsa ini secara komprehensif. Upaya tersebut diimbangi dengan upaya membangun rasa kebangsaan, sistem sosial, politik dan ekonomi untuk mengisi kemerdekaan tersebut. Dalam membangun national security, bangsa ini telah mengembangkan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), Wawasan Nusantara (Wanus) dan Ketahanan Nasional. Perlindungan hukum bagi penduduk sipil (Civilian) pada saat konflik bersenjata dalam instrumen hukum internasional diatur dalam ketentuan yang disebut Hukum Humaniter Internasional. Hukum humaniter tersebut dikodifikasi ke dalam : Pertama, Hukum Den Haag. Kedua, Hukum Jenewa. Perlindungan penduduk sipil diatur tersendiri dalam Konvensi IV Jenewa. Dan ketiga, Instrumen Hukum Internasional lainnya yakni ketentuan hukum humaniter diluar dari ketentuan Hukum Den Haag maupun Hukum Jenewa. Sedangkan, perlindungan hukum bagi penduduk sipil (Civilian) pada saat konflik bersenjata berdasarkan Sistem Pertahanan Negara di Indonesia mengacu kepada ketentuan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) secara umum. Hal tersebut terlihat pada pengaturan di dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945, maupun Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.