Abstract Dysmenorrhea is still an unresolved public health problem that may negatively impact women's health, social relationships, school or work activities and psychological status. Managing dysmenorrhea can be done with self-care therapies or using complementary therapies to reduce pain with minimal side effects because of the natural ingredients. The purpose of this study was to determine the differences in types of complementary therapy with dysmenorrhea in students of the Faculty of Nursing at the Universitas Klabat. The study employing observational analytic research with a cross sectional approach. The sampling technique was accidental sampling and 223 female students approached to participate. The finding shown that majority of participants 103 (46.2%) experienced moderate pain dysmenorrhea. As for the type of complementary therapy used by female students, it was found that 6 female students (2.7%) used warm compress therapy, 4 female students (1.8%) used relaxation therapy, 2 participants (0.9%) used herbs, 68 (30.5%) used mineral water therapy, 2 (0.9%) did not do any therapy, 141 (63.2%) used combination therapy. Kruskal-Wallis statistical test showed that there was statistically significance difference between the types of complementary therapy and dysmenorrhea in nursing students at the Universitas Klabat with a p value of 0.003 (<.05). It is recommended for women that the usage of complementary therapies for the management of dysmenorrhea is applicable and for further research to research the most effective and efficient complementary therapies for dysmenorrhea. Keywords: complementary therapy, dysmenorrhea Abstrak Dismenore masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting yang dapat berdampak negatif pada kesehatan wanita, hubungan sosial, kegiatan sekolah atau pekerjaan dan status psikologis. Penanganan dismenore dapat dilakukan dengan perawatan mandiri atau menggunakan terapi komplementer untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek samping minimal karena dari bahan alami. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan jenis terapi komplementer dengan dismenore pada mahasiswi Fakultas Keperawatan di Universitas Klabat. Metode penelitian. menggunakan jenis penelitian analitik observasi dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu accidental sampling dan 223 mahasiswi bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. Distribusi frekuensi dismenore pada mahasiswi Fakultas Keperawatan di Universitas Klabat menunjukkan bahwa mayoritas mengalami nyeri sedang 103 (46,2%). Sedangkan untuk jenis terapi komplementer yang dipakai oleh mahasiswi didapati 6 mahasiswi (2,7%) menggunakan terapi kompres air hangat, 4 mahasiswi (1,8%) menggunakan terapi relaksasi, 2 mahasiswi (0,9%) menggunakan herbal, 68 mahasiswi (30,5%) menggunakan terapi minum air mineral, 2 mahasiswi (0,9%) tidak melakukan terapi apapun, 141 mahasiswi (63,2%) menggunakan terapi kombinasi. Uji statistik Kruskal-wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan antara jenis terapi komplementer dengan dismenore pada mahasiswi Fakultas Keperawatan di Universitas Klabat dengan nilai p = 0.003 (<.05). Rekomendasi kepada para wanita dapat menggunakan terapi komplementer untuk penanganan dismenore dan untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti terapi komplementer yang paling efektif dan efisien untuk dismenore. Kata Kunci: dismenore, terapi komplementer
Latarbelakang: Mahasiswa tingkat akhir perlu memiliki kemampuan yaitu percaya pada dirinya sendiri dalam menentukan hal yang ingin dicapainya di masa depan yang dikenal dengan self-efficacy. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Self-efficacy dengan orientasi masa depan pada mahasiswa Fakultas Keperawatan di Universitas Klabat. Metode penelitian: metode yang digunakan yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengembilan sampel yaitu total sampling dengan jumlah 121 responden. Hasil penelitian: hasil menunjukkan bahwa gambaran mahasiswa memiliki Self-efficacy tinggi yaitu 53,7% dan 46,3% lainnya memiliki Self-efficacy yang rendah sedangkan gambaran orientasi masa depan terdapat 95,9% mahasiwa memiliki orientasi masa depan yang baik, dan 4,1% lainnya memiliki orientasi masa depan yang buruk. Hubungan Self-efficacy dengan orientasi masa depan pada mahasiswa keperawatan tingkat akhir di Universitas Klabat didapat nilai p value 0,000 < 0,05 dan nilai koefisien korelasinya r = 0,564 yang artinya ada hubungan yang signifikan dan keeratan hubungan sedang dengan arah positif. Rekomendasi bagi mahasiswa untuk meningkatkan Self-efficacy agar berhasil dalam mencapai tujuan yang diinginkan di masa depan. Serta rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sehubungan dengan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Self-efficacy maupun orientasi masa depan dengan menambahkan jumlah sampel serta kondisi dalam pengambilan data secara langsung
A healthy behaviour is a person's actions or activities carried out by someone, both directly and indirectly, to maintain and improve the health condition. Academic achievements are results that have been achieved from learning activities at school or college that are cognitive and usually are determined through measurement and assessment. The purpose of this study is to determine the relationship between healthy living behaviour and academic achievement. This research use analytic observational with the cross sectional approach. The sampling technique is purposive sampling with a sample size of 258 respondents. Data analysis uses the Spearmen correlation formula. The conclusion that healthy living behaviour with academic achievement has a significant relationship with p = 0.011<0,05. The recommendation for tertiary institutions to improve facilities and regulations that will support the healthy living behaviour of students in improving academic achievements.
Abstrak Tenaga kesehatan khususnya perawat merupakan komponen yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan pasien yang dirawat. Namun, dimasa pandemic covid-19 tenaga keperawatan akan merasa berbeda dikarenakan rentannya terpapar dengan virus covid-19 dan lebih mungkin akan mengalami kecemasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecemasan perawat ruangan isolasi covid-19 di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian descriptive correlation dengan teknik total sampling dengan menggunakan 151 perawat yang bekerja di ruang isolasi covid-19. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa sebagian besar tenaga keperawatan yang bekerja di ruang isolasi covid-19 tidak merasa cemas saat bekerja dengan nilai persentase mencapai 95%. Lebih lanjut data menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan para perawat jika ditinjau dari jenis kelamin dengan nilai p = 0.175 > 0.05, terdapat perbedaan yang signifikan saat ditinjau dari ruang perawatan dengan nilai p = 0.003 < 0.05. Dapat disimpulkan bahwa perawat yang bekerja di ruang perawatan isolasi covid-19 RSUP Prof. R. D. Kandou Manado tidak merasakan kecemasan baik laki-laki maupun perempuan, tapi terdapat perbedaan tingkat kecemasan perawat antara ruang perawatan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat direkomendasikan bagi institusi rumah sakit untuk memperhatikan kariawan yang bekerja di ruangan isolasi covid-19 khususnya diruangan Anggrek 1 dan Irina F. Kata kunci : Covid-19, Tingkat kecemasan, Perawat ruang isolasi Abstrac Health workers, especially nurses, are very important components in improving the health of patients. However, during the COVID-19 pandemic, nursing staff will experience the difference of being exposed to the Covid-19 virus and are more likely to experience anxiety. The purpose of this study was to determine the anxiety level of nurses in the Covid-19 isolation room at Prof. RSUP. R.D. Kandou Manado. A method of descriptive correlation was utilized in this study with 151 nurses working in covid-19 isolation room which are selected using total sampling technique. The results of the study show that most of the nursing staff who work in the COVID-19 isolation room did not feel anxious while working with a percentage value of 95%. Furthermore, the result shows that there is no significant difference in the level of anxiety of the nurses when sex is considered with a p value of 0.175 > 0.05, and there is a significant difference when nursing ward was considered with a p value 0.003 < 0.05. Conclusion that the nurses who work in the Covid-19 isolation room at Prof. R. D. Kandou Manado did not experience any anxiety either male or female, but there is a difference in the level of anxiety of nurses when the nursing word is considered. The recommendation for hospital to pay attention for the employees who work in the Covid-19 isolation room, especially in the Anggrek 1 and Irina F. Keywords: Covid-19, Anxiety Level, Nursing Isolation Room
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.