Rosella petals (Hibiscus sabdariffa) have antioxidant activity from anthocyanins, which are part of the flavonoids that produce the red color of the petals. Rosella petal extract can be made into chewable tablets for consumption. The purpose of this study was to produce chewable tablets of rosella petal extract using gum arabic as a binder. This was experimental quantitative research. Chewable tablets of rosella petal extract were made in 3 formulas with various concentrations of gum arabic: F1 (10%), F2 (15%) and F3 (20%). The chewable tablets were prepared by the wet granulation method. Variations in the gum arabic concentration as a binder can influence the physical properties of the tablets produced, including hardness, friability and taste response. If the concentration of gum arabic is larger, it will make the tablet harder and lessen the friability of the tablet. Keywords: chewable, rosella, petals, gum arabic
Artritis Rematoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang bersifat kronik dan terdapat pada struktur artikular persendian. Banyak ahli berpendapat bahwa mekanisme penyakit ini berhubungan dengan sistem imun yang ditandai terutama oleh ekspresi Interleukin-1β (IL-1β). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SNEDDS GVT-0 terhadap penurunan kadar sitokin IL-1β dan perbedaannya terhadap suspensi GVT-0 pada hewan uji tikus Wistar jantan terinduksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA). Setelah diinduksi CFA pada hari ke-0 dan ditunggu selama 14 hari serta dilakukan skoring artritis menggunakan parameter indeks artritis. Pada hari ke-15 kelompok tikus kontrol negatif diberi aquades peroral. Kontrol positif diberi metotreksat (p.o) dan kelompok perlakuan diberi SNEDDS GVT-0 (p.o) serta suspensi GVT-0 (p.o) dengan dosis 40 mg/kg BB tikus. Perbedaan antar perlakuan dianalisis secara statistik menggunakan metode ANAVA satu jalan dan dilanjutkan dengan uji Turkey. Hasil yang diperoleh SNEDDS GVT-0 memiliki aktivitas menurunkan kadar sitokin IL-1β sebesar 65,8 %. SNEDDS GVT-0 mampu menurunkan kadar IL-1β secara signifikan, sehingga SNEDDS GVT-0 lebih baik dibandingkan suspensi GVT-0 dalam menurunkan kadar IL-1β. Kata Kunci: Artritis rematoid, SNEDDS, Gamavuton-0, sitokin IL-1β
Pepaya merupakan tanaman yang banyak ditemukan di Indonesia, berasa manis serta banyak mengandung vitamin C yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi vitamin C yang kurang dapat mengakibatkan defisiensi vitamin C sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit. Buah pepaya dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin C harian serta dapat dimanfaatkan untuk dibuat produk-produk farmasi. Vitamin C memiliki sifat yang mudah terdegradasi oleh oksidasi, sehingga diperlukan analisis kadar vitamin C pada buah pepaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C tertinggi pada buah pepaya serta menguji pengaruh tingkat kematangan, lama penyimpanan dan suhu terhadap kadar vitamin C pada buah pepaya. Penelitian menggunakan metode eksperimental kuantitatif. Sampel dibuat dari buah pepaya mentah, mangkal dan matang yang disimpan selama 0 hari, 1 hari dan 2 hari dibuat sari buah dan disaring. Sampel diberikan perlakuan suhu 30°C, 60°C, 90°C dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer, kemudian hasil penelitian dianalisis menggunakan SPSS dengan metode regresi linear berganda. Kadar vitamin C pada buah pepaya meningkat seiring dengan tingkat kematangannya, serta akan menurun pada lama penyimpanan lebih dari 1 hari. Suhu tinggi dapat merusak vitamin C, menyebabkan kadar vitamin C dalam buah pepaya menurun. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kematangan, lama penyimpanan dan suhu secara signifikan berpengaruh terhadap kadar vitamin C pada buah pepaya. kadar vitamin C tertinggi terdapat pada buah pepaya matang segar (lama penyimpanan 0 hari) pada suhu ruang (30°C).
Latar belakang : Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan yang banyak terjadi di Indonesia. Salah satu infeksi yang banyak ditemukan adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Kejadian resistensi antijamur telah menjadi permasalahan sehingga diperlukan adanya inovasi baru. Salah satunya dengan pengembangan tanaman obat yang telah diteliti memiliki khasiat sebagai antijamur. Salah satunya adalah tanaman Ciplukan (Physalis angulata L.). Daun ciplukan memiliki kandungan senyawa aktif berupa alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid yang merupakan senyawa aktif biologis sebagai antimikroba. Tujuan : Mengetahui aktivitas antijamur krim ekstrak etanol daun Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap jamur Candida albicans. Metode : Penelitian ini menggunakan difusi cakram dengan konsentrasi yang digunakan yaitu 5%, 10%, dan 15% diletakkan pada media SDA yang telah ditumbuhi oleh jamur Candida albicans yang kemudian akan diinkubasi serta diukur diameter zona hambatnya. Hasil : Pada konsentrasi 5% pada hari ke 1 dan ke 21 didapatkan diameter zona hambat sebesar 15 mm dan 14 mm, konsentrasi 10% mendapatkan hasil pada hari ke 1 18 mm dan hari ke 21 sebesar 15 mm, kemudian konsentrasi 15% pada hari ke 1 dan ke 21 mendapat hasil 20 mm, dan pada kontrol positif didapati hasil 34 mm pada hari ke 1 dan pada hari ke 21 mendapat 33 mm. Kesimpulan : Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa krim ekstrak etanol daun Ciplukan (Physalis angulata L.) dapat menghambat jamur Candida albicans.
Background : Infectious diseases are one of the problems that often occur in Indonesia. One of the most common infections is an infection caused by the fungus Candida albicans. The incidence of antifungal resistance has become a problem so that new innovations are needed. One of them is the development of medicinal plants that have been studied to have antifungal properties. One of them is the Ciplukan plant (Physalis angulata L.). Ciplukan leaves contain active compounds in the form of alkaloids, saponins, tannins, and flavonoids which are biologically active compounds as antimicrobials. Objective: To determine the antifungal activity of the ethanol extract of Ciplukan leaf (Physalis angulata L.) cream against the fungus Candida albicans. Methods: This study used disc diffusion with concentrations of 5%, 10%, and 15% placed on SDA media that had been overgrown with Candida albicans which would then be incubated and the diameter of the inhibition zone was measured. Results: At a concentration of 5% on day 1 and day 21, the diameter of the inhibition zone was 15 mm and 14 mm, 10% concentration got results on day 1 18 mm and day 21 was 15 mm, then 15% concentration on day 1 1st and 21st got a result of 20 mm, and the positive control got a result of 34 mm on day 1 and on day 21 got 33 mm. Conclusion: Based on the data above, it can be concluded that the cream of ethanol extract of Ciplukan leaves (Physalis angulata L.) can inhibit the fungus Candida albicans. Keywords: Ciplukan Leaf, Candida albicans, Antifungal Activity
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.