Tujuan artikel ini untuk mengetahui reformasi kebijakan pengaturan perkawinan dan perubahan batasan minimal umur perkawinan di Indonesia. Penelitian ini merupakan doktrinal, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang mendasarkan pada pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan analisis deskritif analitis. Hasil penelitian ini menunjukan adanya reformasi atau perubahan terkait pengaturan perkawinan di Indonesia, melalui perubahan UU Perkawinan tahun 1974 menjadi UU Perkawinan tahunn 2019. Subtansi perubahan UU Perkawinan ini berfokus pada perubahan batasan minimal umur perkawinan umur untuk perempuan menjadi 19 tahun. Karena pengaturan batasan umur sebelumnya (16 tahun) tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam UU Perlindungan Anak yang menyatakan anak adalah seseorang yang berusia belum 18 tahun. Selain itu adanya fakta bahwa perempuan yang menikah diusia 16 tahun lebih rentan mengalamin gaguan kesehatan serta mental. Perubahan ini juga merupakan uapaya pemenuhan hak dasar anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil, haka kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial anak yang sulit terpenuhi akibat pernikahan di usia dini.
ABSTRAK Artikel ini membahas cyber crime dalam bentuk phising berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian yang digunakan yakni penelitian hukum normatif. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan: 1) Pengaturan hukum terhadap cyber crime dalam bentuk phising berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dapat dikenakan Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat (1) dan Pasal 28 Ayat (1) jo Pasal 45A Ayat (1). 2) Kebijakan hukum terhadap cyber crime dalam bentuk phising berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang tentang ITE dengan merumuskan konsep phising dan merubah isi Pasal 35. ABSTRACT This article discusses cyber crime in the form of phishing based on the Law on Electronic Information and Transactions. The research used is normative legal research. The results of the research that have been conducted demonstrated that: 1) Legal regulations on cyber crime in the form of phishing based on the Law on Electronic Information and Transactions cannot be subject to Article 35 in conjunction with Article 51 Paragraph (1) and Article 28 Paragraph (1) in conjunction with Article 45A Paragraph ( 1). 2) the criminal law policy against cyber crime in the form of phishing based on the Law on Electronic Information and Transactions is the amendment of the Law on ITE by formulating the concept of phishing and amending the contents of Article 35.
ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana tugas dan kewenangan jaksa sebagai penyidik dalam tindak pidana korupsi dan menganalisis bagaimana tugas dan kewenangan jaksa sebagai penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi di masa yang akan datang. Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah 1)Bahwa dari segi yuridis, jaksa memiliki wewenang dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, namun kewenangan masing-masing sub sistem dalam sistem peradilan pidana tindak pidana korupsi harus diperjelas karena sangat menentukan sekali agar kepastian hukum dan kesebandingan hukum dapat tercapai. 2)Bahwa kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi yang dimiliki oleh jaksa saat ini berbenturan dengan sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia. Jika kewenangan penyidikan oleh kejaksaan masih dipertahankan maka terkesan tidak adanya koordinasi antar lembaga penegak hukum karena hampir dalam setiap tahapan penegakan hukum tindak pidana korupsi yaitu tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi, dimiliki oleh lembaga kejaksaan. ABSTRACT This article aims to find out and analyze how the duties and powers of prosecutors as investigators in criminal acts of corruption and analyze the duties and powers of prosecutors as investigators in corruption in the future. The research method used is normative juridical. The results are 1) Whereas from a juridical perspective, the prosecutor has the authority to carry out investigations into criminal acts of corruption, however, the authority of each sub-system in the criminal justice system for corruption must be clarified because it is very decisive so that legal certainty and legal equivalence can be achieved. 2) Whereas the prosecutor's current authority to investigate criminal acts of corruption clashes with the criminal justice system in force in Indonesia. If the investigative authority is maintained by the prosecutor's office, it seems that there is no coordination between law enforcement agencies because almost every stage of law enforcement on corruption, namely the investigation, investigation, prosecution and implementation of court decisions or executions, is owned by the prosecutor's office.
Penelitian ini dilatarbelakangi maraknya kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. KDRT merupakan jenis kekerasan yang memiliki sifat-sifat yang khas yakni dilakukan di dalam rumah, pelaku dan korban adalah anggota keluarga. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk Menganalisis Penyelesaian Tindak Pidana KDRT Melalui Tindakan Diskresi di Polres Tanjung Jabung Barat; (2) Untuk Menganalisis Dasar Hukum Tindakan Diskresi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana KDRT; (3) Untuk Menganalisis Akibat Hukum Penerapan Tindakan Diskresi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana KDRT di Polres Tanjung Jabung Barat. Metode Penelitian: penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan data empiris. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Analisis bahan hukum dilakukan dengan cara menginterpretasi, menilai dan mengevaluasi undang-undang. Kesimpulan: (1) Penyelesaian pada tindak pidana KDRT sebanyak 14 kasus di Polres Tanjung Jabung Barat, diselesaikan penyidik dengan tindakan diskresi melalui mediasi yang lebih mengedepankan kemanfatan hukum; (2) Dasar hukum Tindakan Diskresi oleh Penyidik diatur pada Pasal 15 ayat (2) huruf k, Pasal 16 ayat (1) huruf L dan ayat (2), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Surat Kapolri Nomor Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 Tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolusion. Tindakan Diskresi dilakukan melalui mediasi penal belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; (3) Akibat hukum penerapan mediasi penal dalam penyelesaian tindak pidana KDRT adalah dapat menghapuskan status hukum tersangka pada diri pelaku. Saran: Untuk kepastian hukum perlu pembaharuan hukum tentang mediasi penal terhadap Undang-Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.